Tampilkan postingan dengan label Kajian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kajian. Tampilkan semua postingan

Jumat, 06 Oktober 2017

SURVEILANS POPULASI HAMA PENGHISAP BUAH KAKAO


Hama penghisap buah Helopeltis antonii (Hemiptera; Miridae) merupakan salah satu kendala utama dalam budidaya kakao di Indonesia. Hama ini menimbulkan kerusakan dengan cara menusuk dan menghisap cairan buah maupun tunas-tunas muda. Serangan pada buah muda menyebabkan matinya buah tersebut sedangkan serangan pada buah berumur sedang mengakibatkan terbentuknya buah abnormal. Akibatnya daya hasil dan mutu kakao menurun. Serangan berat H. Antonii dalam satu musim dapat menurunkan daya hasil rata-rata 42% selama tiga tahun berturut-turut.

Selain menyerang buah, H. Antonii juga menyerang pucuk. Serangan berat dan berulang-ulang pada pucuk dapat menekan produksi kakao sekitar 36-75%. H. Antonii Signoret juga merupakan salah satu hama yang sering menimbulkan kerugian di beberapa kebun teh. Populasi hama lebih dari 8 ekor/m2 (terdiri dari 2 ekor dewasa dan 6 ekor nimfa) atau intensitas serangan 65,5% dapat menurunkan produksi pucuk teh klon Kiara-8 sebesar 87,6% selama 8 minggu (Dharmadi, 1989 dalam Atmadja, 2009).

Sabtu, 29 April 2017

UJI KEEFEKTIFAN PESTISIDA NABATI ASAP CAIR DAN MITOL 20 EC UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BERCAK DAUN KELAPA SAWIT

Erlan Ardiana Rismansyah. 2017. UJI KEEFEKTIFAN PESTISIDA NABATI ASAP CAIR DAN MITOL 20 EC UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BERCAK DAUN KELAPA SAWIT. Gangguan OPT yang dominan pada pembibitan kelapa sawit adalah serangan penyakit bercak daun yang disebabkan oleh beberapa macam patogen. Penyakit ini sangat merugikan karena dapat menghambat pertumbuhan seperti bibit menjadi kerdil, memperlama umur pembibitan, meningkatkan kematian saat penanaman, memperlama masa tanaman belum menghasilkan (TBM), menurunkan nilai jual dan menjadi sumber inokulum bibit lain. Kegiatan pengendalian yang dilakukan petani secara intensif baik menggunakan fungisida, pemangkasan dan pengasingan bibit hanya mampu mengurangi penyebaran penyakit ke bibit sehat. Kegiatan pengendalian yang dilakukan petani secara intensif baik menggunakan fungisida, pemangkasan dan pengasingan bibit hanya mampu mengurangi penyebaran penyakit ke bibit sehat. Salah satu alternatif pengendalian yang dapat dikembangkan adalah penggunaan fungisida nabati karena memiliki beberapa kelebihan antara lain bersifat ramah lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas fungisida nabati terhadap intensitas serangan penyakit bercak daun pada pembibitan kelapa sawit.

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN PESTISIDA NABATI UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BERCAK DAUN KELAPA SAWIT

Erlan Ardiana Rismansyah. 2017. KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN PESTISIDA NABATI UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BERCAK DAUN KELAPA SAWIT. Pengembangan perkebunan kelapa sawit tidak terlepas dari kegiatan pembibitan. Pertumbuhan bibit menjadi kriteria penting yang dapat menentukan keberhasilan produksi sawit di lapangan. Oleh karena itu, keberadaan penyakit pada pembibitan kelapa sawit dapat menjadi faktor pembatas, terutama terjadi pada petani sawit rakyat. Salah satu penyakit yang mudah ditemukan dan sulit dikendalikan adalah penyakit bercak coklat. Penyakit ini sangat merugikan karena dapat menghambat pertumbuhan seperti bibit menjadi kerdil, memperlama umur pembibitan, meningkatkan kematian saat penanaman, memperlamamasa tanaman belum menghasilkan (TBM), menurunkan nilai jual dan menjadi sumber inokulum bibit lain. Kegiatan pengendalian yang dilakukan petani secara intensif baik menggunakan fungisida, pemangkasan dan pengasingan bibit hanya mampu mengurangi penyebaran penyakit ke bibit sehat. Salah satu alternatif pengendalian yang dapat dikembangkan adalah penggunaan fungisida nabati karena memiliki beberapa kelebihan antara lain bersifat ramah lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi asap cair sebagai fungisida nabati dalam menghambat pertumbuhan koloni jamur Curvularia sp, sebagai patogen penyebab penyakit bercak daun pada pembibitan kelapa sawit.

EFIKASI ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN KOLONI JAMUR PHYTOPHTHORA CAPSICI, PATOGEN PENYEBAB PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG LADA

Erlan Ardiana Rismansyah. 2016. EFIKASI ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN KOLONI JAMUR PHYTOPHTHORA CAPSICI, PATOGEN PENYEBAB PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG LADA. Salah satu penyakit utama pada tanaman lada adalah penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB). Ditjenbun melaporkan penyakit tersebut pada akhir tahun 2007 menyebabkan kehilangan hasil sebesar Rp. 19 milyar. Penyakit BPB saat ini telah terdapat di seluruh daerah pertanaman lada, di Indonesia. Penggunaan fungisida sintetik masih banyak digunakan oleh petani dalam pengendalian penyakit busuk pangkal batang, dengan alasan mudah didapat, praktis dalam aplikasi, petani tidak perlu membuat sediaan sendiri, tersedia dalam jumlah yang banyak dan hasil relatif cepat terlihat. Namun penggunaan pestisida sintetik menimbulkan pengaruh samping yang merugikan, seperti munculnya resistensi pada OPT sasaran, resurgensi OPT utama, eksplosi OPT sekunder, dan terjadinya pencemaran lingkungan.

POTENSI IN VITRO ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI FUNGISIDA NABATI TERHADAP JAMUR AKAR PUTIH, RIGIDOPORUS LIGNOSUS



Erlan Ardiana Rismansyah. 2016. POTENSI IN VITRO ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI FUNGISIDA NABATI TERHADAP JAMUR AKAR PUTIH, RIGIDOPORUS LIGNOSUS. Penyakit pada tanaman karet seringkali menimbulkan kerugian besar bagi petani. Salah satu penyakit yang paling penting adalah penyakit jamur akar putih. Penggunaan fungisida sintetik masih banyak digunakan oleh petani dalam pengendalian penyakit busuk pangkal batang, dengan alasan mudah didapat, praktis dalam aplikasi, petani tidak perlu membuat sediaan sendiri, tersedia dalam jumlah yang banyak dan hasil relatif cepat terlihat. Namun penggunaan pestisida sintetik menimbulkan pengaruh samping yang merugikan, seperti munculnya resistensi pada OPT sasaran, resurgensi OPT utama, eksplosi OPT sekunder, dan terjadinya pencemaran lingkungan.

Selasa, 19 April 2016

KAJIAN PENAMBAHAN PEREKAT ALAMI UNTUK PESTISIDA NABATI TAHUN ANGGARAN 2015


Kumbang janur kelapa (Brontispa longgissima Gestro) saat ini menjadi ancaman bagi perkelapaan nasional maupun internasional. Serangan berat hama ini dapat mengakibatkan penurunan produksi hingga 50% dan kematian tanaman muda sekitar 5% (Balitka, 2009). 
Hama Brontispa longgissima dilaporkan pertama kali dari Kep. Aru (Kep. Maluku) pada tahun 1885. Hama yang diduga berasal dari Indonesia (Kep. Aru dan Prop. Papua) dan Papua Nugini, pada awalnya tidak menimbulkan masalah serius karena hanya terbatas pada beberapa wilayah, namun pada beberapa tahun belakangan ini, telah menyebar luas ke hampir seluruh propinsi di Indonesia dan beberapa Negara di Asia Pasisik. Brontispa Longgissima  menyerang semua tingkat umur tanaman, mulai tanaman yang masih di pembibitan sampai pada tanaman kelapa tua di lapangan. Serangan berat hama ini dapat mengakibatkan penurunan produksi kelapa bahkan kematian tanaman. Kehilangan hasil bisa mencapai 50% di Kec. Inobonto, Kab. Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara pada Bulan April 2008 menunjukkan sekitar 5% tanaman muda mati akibat serangan hama Brontispa longgissima (Balitka, 2009).  

Senin, 28 April 2014

Pengaruh Asap Cair Terhadap Mortalitas Larva Brontispa Longissima Di Laboratorium Dengan Metode Food Poisoning


Erlan Ardiana Rismansyah. 2014. Pengaruh Asap Cair Terhadap Mortalitas Larva Brontispa Longissima Di Laboratorium Dengan Metode Food Poisoning. Pengujian skala laboratorium telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh asap cair grade 3 terhadap mortalitas larva kumbang janur kelapa Brontispa longissima Gestro dengan metode peracunan makanan (food poisoning) di Laboratorium Hama Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak. Pengujian dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap Non faktorial dengan perlakuan yang digunakan sebanyak 7 konsentrasi asap cair (0 %, 5 %, 10 %, 20 %, 30 %, 40 %, dan 50 %) dan diulang sebanyak 4 kali.

Selasa, 08 April 2014

PENGAMATAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO DENGAN METODE SURVEILANS

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting di Indonesia. Data tahun 2007, luas komoditas kakao Indonesia luas 1.461.889 hektar, dengan jumlah pekebun kakao sebanyak 1.400.636 KK dan produksi mencapai 779.186 ton (No 2 di dunia setelah Pantai Gading) jelas memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia baik sebagai penghasil devisa negara, sumber pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja petani, mendorong agribisnis dan agroindustri, penyangga kelestarian lingkungan hidup dan pengembangan wilayah (Hendradjat, 2008).

Meski berpotensi besar, produktivitas kakao di Indonesia masih terbentur oleh berbagai macam kendala antara lain umur tanaman yang sudah relatif tua, kurangnya pemeliharaan petani dan adanya gangguan dari organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang menyerang tanaman kakao. Ada banyak jenis OPT yang menyerang kakao, tetapi tiga terpenting di Indonesia adalah Hama Penggerek Buah Kakao (PBK), Penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) dan penyakit Busuk buah.

PBK khusus menyerang buah kakao. Hama ini dapat menyerang mulai buah muda sampai dengan buah masak, akan tetapi lebih menyukai buah kakao yang panjangnya lebih dari 9 cm. Serangan PBK yang terjadi pada saat buah masih muda akan mengakibatkan kerusakan yang cukup berat karena biji saling lengket dan melekat kuat pada kulit buah, sehingga akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas biji kakao.

Sabtu, 05 April 2014

KAJIAN PELEPASAN PREDATOR CECOPET UNTUK PENGENDALIAN KUMBANG JANUR KELAPA DI LAPANGAN

Kumbang Janur kelapa (Brontispa longissima) dan kumbang bibit kelapa (Plesispa reichei) merupakan hama utama pada tanaman kelapa di provinsi Kalimantan Barat, selain hama kumbang kelapa Oryctes rhinoceros. Lokasi yang diketahui merupakan daerah endemis serangan hama janur kelapa, antara lain di kabupaten Pontianak dan Kubu Raya. Tingkat kerusakan akibat serangan hama ini bervariasi dari ringan hingga berat. Serangan berat pada bibit kelapa dapat menyebabkan kematian tanaman sedangkan serangan pada tanaman kelapa belum menghasilkan dapat menyebabkan berkurangnya potensi hasil kelapa yang dihasilkan. Kerugian akibat serangan kedua kumbang ini di Kalimantan Barat diestimasi pada tahun 2011 ini sebesar 57.591.203,8 rupiah.

Program pengembangan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) lebih mengutamakan pada sistem pengendalian non-kimiawi termasuk pemanfaatan agensia pengendalian hayati. Pada komoditas kelapa salah satu musuh alami yang bisa dimanfaatkan adalah Cecopet yang merupakan predator hama kumbang janur (Brontispa longissima) dan hama kumbang bibit kelapa (Plesispa reichei).

Upaya pengendalian yang dinilai efektif dan efisien adalah dengan menggunakan musuh alami. Cecopet diketahui merupakan predator yang potensial untuk mengendalikan hama Kumbang Janur dan Kumbang Bibit pada tanaman kelapa. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) lebih mengutamakan pemanfaatan agensia hayati. Untuk menjaga keefektifan predator cecopet, maka keberadaannya di lapangan perlu dipelihara dengan melakukan dengan melakukan penambahan populasi (augmentasi) pada saat populasi hama meningkatkan atau ketika populasi  predator sedikit.

Kamis, 03 April 2014

PENGARUH INSEKTISIDA BERBAHAN AKTIF DIMEHIPO TERHADAP MORTALITAS BRONTISPA LONGISSIMA DAN SELEKTIVITASNYA TERHADAP PARASITOID TETRASTICHUS BRONTISPAE DI LABORATORIUM

ABSTRAK

Erlan Ardiana Rismansyah. 2014. Pengaruh Insektisida Berbahan Aktif Dimehipo Terhadap Mortalitas Brontispa Longissima Dan Selektivitasnya Terhadap Parasitoid Tetrastichus Brontispae Di Laboratorium. Dalam PHT kompatibilitas penggunaan insektisida dan pengendalian secara hayati merupakan komponen pengendalian yang sangat penting. Tujuan penelitian adalah mengetahui selektivitas insektisida berbahan aktif Dimehipo 400 g/l larva hama Brontispa longissima dan  parasitoid Tetrastichus brontispae. Percobaan menggunakan metode pencelupan (dipping method) untuk hama B. longissima dan metode film kering (dry film) untuk parasitoid T. brontispae.LC 50 dalam 24, 48 dan 72 jam pengamatan dihitung menggunakan analisis probit, sedangkan selektivitas insektisida ditentukan dengan menghitung nisbah selektivitas (NS) atau rasio selektivitas (RS) terhadap parasitoid T. Brontispae. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Insektisida Dimehipo pada konsentrasi 2000 ppm belum menyebabkan mortalitas 100 % larva instar 3 Brontispa longissima pada pengujian skala laboratorium dengan metode pencelupan makanan dan bersifat tidak selektif terhadap parasitoid Tetrastichus brontispae.

Senin, 10 Maret 2014

KAJIAN TINGKAT PARASITASI PARASITOID TETRASTICHUS BRONTISPAE DI LABORATORIUM

 

Erlan Ardiana Rismansyah. 2014. Pengujian Pengaruh Kepadatan Inang Terhadap Tingkat Parasitasi Tetrastichus brontispae Di Laboratorium. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak. Penelitian terdiri dari 2 pengujian yaitu Pengujian untuk mengetahui pengaruh kepadatan inang (Brontispa longissima) terhadap tingkat parasitasi dan pengujian untuk mengetahui pengaruh stadia Inang (B. longissima) terhadap tingkat parasitasi. Pengujian pengaruh kepadatan inang dilakukan dengan metode eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri dari 10 perlakuan dan diulang sebanyak 5 kali. Adapun perlakuan yang digunakan adalah  kombinasi kepadatan pupa inang  yang diberi parasitoid 5 dan 10 ekor dalam setiap perlakuan. Sementara Pengujian untuk mengetahui pengaruh stadia Inang (B. longissima) terhadap tingkat parasitasi dilakukan dengan metode eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri dari 4 perlakuan dan diulang sebanyak 10 kali. Adapun perlakuan yang digunakan adalah jenis stadium Brontispa longissima yang diberi parasitoid sebanyak 10 ekor dalam setiap perlakuan. Hasil pengujian menunjukkan Perbedaan kepadatan populasi pupa inang mempengaruhi persentase parasitasi parasitoid Tetrastichus brontispae dan tingkat parasitasi Tetrastichus brontispae dalam pengujian ini  berkisar 32% - 100 %, Lama inkubasi parasitoid hasil pengujian berkisar antara 17,7 hari – 22 hari, Jumlah parasitoid yang keluar dari 1 pupa terparasit juga bervariasi dengan kisaran 11,2 – 20,4 ekor dan proporsi betina yang lebih banyak dibandingkan jantan. Parasitoid Tetrastichus brontispae mampu memparasitasi semua stadia Brontispa longissima yang diujikan yaitu larva instar 3, larva instar 4, pupa muda dan pupa tua. Tingkat parasitasi tertinggi diperoleh dengan inang pupa muda yaitu sebesar 81 % kemudian diikuti dengan larva instar 4 sebesar 36 %. Lama inkubasi parasitoid sejak diinfeksikan ke inang hingga keluar bervariasi dari 15 hari – 19,95 hari. Demikian pula dengan jumlah parasitoid yang keluar dari satu pupa terparasit juga berkisar antara 12-18,5 ekor. Proporsi imago parasitoid betina  lebih banyak dibandingkan jantan.

Kamis, 06 Maret 2014

Uji Daya Predasi Chelisoches Morio Terhadap Kumbang Janur Kelapa Brontispa Longissima Di Laboratorium

ABSTRAK

Erlan Ardiana Rismansyah. 2014. Cecopet Chelisoches morio diketahui merupakan salah satu agen pengendali dari golongan predator terhadap kumbang Janur Kelapa Brontispa longissima di Kalimantan Barat. Untuk pengembangan predator sebagai salah satu metode pengendalian yang bisa diaplikasikan di lapangan, maka perlu dilakukan pengkajian-pengkajian terhadap aspek biologi, pengembangan massal dan ekologi dari predator C. morio. Kegiatan ini bertujuan untuk melihat tingkat predasi Chelisoches morio  terhadap berbagai stadia Brontispa longissima. Kegiatan ini dilaksanakan di Laboratorium Hama, Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak yang dilaksanakan mulai dari Januari sampai Maret 2014.
Hasil pengamatan menunjukkan Predator imago C. morio mampu memangsa semua stadia perkembangan kumbang janur kelapa Brontispa longissima dengan preferensi tertinggi pemangsaan selama 24 jam pengamatan pada larva instar 1-2 sebanyak 72,6 ekor, kemudian diikuti dengan larva instar 3, larva instar 4, pupa dan imago dengan jumlah berturut-turut sebanyak 36,8; 14,2; 13,6 dan 11,8 ekor.

Minggu, 25 September 2011

Uji Penggunaan Pestisida Nabati (Akar Tuba, Mengkudu Dan Maja) Untuk Pengendalian Hama Penghisap Buah Lada (Dasynus piperis China) Pada Tanaman Lada

RINGKASAN
Erlan Ardiana Rismansyah, SP., Fauziyah, SP., M. Salman, Ssi., Ellyazar, SP, Suadin, S.P., Periyanti. 2011. Uji penggunaan Pestisida Nabati (Akar Tuba, Mengkudu dan Maja) untuk pengendalian hama penghisap buah lada (Dasynus piperis China) pada tanaman lada. Di bawah bimbingan Evy Taviana PS, Msi


Perkebunan lada di Indonesia umumnya (98%) merupakan perkebunan rakyat. Masalah yang dihadapi oleh perkebunan rakyat antara lain pemilikan lahan yang sempit, pemeliharaan seadanya, terbatasnya sarana/prasarana, kurangnya pengetahuan serta keterampilan untuk mengembangkan usaha, atau dengan kata lain yang mereka lakukan adalah berkebun, belum mengusahakan perkebunan. Akibatnya produktivitas tanaman dan pendapatannya tetap rendah bahkan cenderung menurun di beberapa tahun terakhir. Hama penghisap buah lada (Dasynus piperis China) merupakan salah satu dari tiga organisme pengganggu tumbuhan (OPT) penting yang menyerang tanaman lada.