Kumbang Janur kelapa (Brontispa longissima)
dan kumbang bibit kelapa (Plesispa reichei) merupakan hama utama pada tanaman
kelapa di provinsi Kalimantan Barat, selain hama kumbang kelapa Oryctes
rhinoceros. Lokasi yang diketahui merupakan daerah endemis serangan hama janur
kelapa, antara lain di kabupaten Pontianak dan Kubu Raya. Tingkat kerusakan
akibat serangan hama ini bervariasi dari ringan hingga berat. Serangan berat
pada bibit kelapa dapat menyebabkan kematian tanaman sedangkan serangan pada
tanaman kelapa belum menghasilkan dapat menyebabkan berkurangnya potensi hasil kelapa
yang dihasilkan. Kerugian akibat serangan kedua kumbang ini di Kalimantan Barat
diestimasi pada tahun 2011 ini sebesar 57.591.203,8 rupiah.
Program pengembangan Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) lebih mengutamakan pada sistem pengendalian non-kimiawi termasuk
pemanfaatan agensia pengendalian hayati. Pada komoditas kelapa salah satu musuh
alami yang bisa dimanfaatkan adalah Cecopet yang merupakan predator hama
kumbang janur (Brontispa longissima) dan hama kumbang bibit kelapa (Plesispa
reichei).
Upaya pengendalian yang dinilai
efektif dan efisien adalah dengan menggunakan musuh alami. Cecopet diketahui
merupakan predator yang potensial untuk mengendalikan hama Kumbang Janur dan
Kumbang Bibit pada tanaman kelapa. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) lebih mengutamakan
pemanfaatan agensia hayati. Untuk menjaga keefektifan predator cecopet, maka
keberadaannya di lapangan perlu dipelihara dengan melakukan dengan melakukan
penambahan populasi (augmentasi) pada saat populasi hama meningkatkan atau
ketika populasi predator sedikit.
Optimasi populasi serangga
predator hama dilakukan melalui tindakan augmentasi dan konservasi. Augmentasi
dilakukan dengan menambahkan jumlah predator ke lapangan agar populasi predator
dapat mengendalikan hama. Tindakan konservasi adalah memberikan lingkungan yang
mendukung serangga predator untuk dapat berperan sebagai agensia pengendali
secara hayati sehingga usaha penyemprotan insektisida dapat diminimalkan.
Tehnik konservasi yang dilakukan adalah dengan memodifikasi lingkungan hidup predator
yang sesuai dengan perkembangan predator seperti membuat sarang buatan,
penyediaan tanaman lain sebagai makanan alternatif predator atau tindakan
budidaya yang dapat menjamin keberadaan populasi predator dalam jumlah yang
banyak.
Meskipun mempunyai banyak
kelebihan, akan tetapi pengendalian hayati termasuk penggunaan predator masih
belum dapat diaplikasikan dengan baik di lapangan. Hal ini dikarenakan belum
diketahui data mengenai keefektifan predator cecopet untuk mengendalikan hama
kumbang janur kelapa di provinsi Kalimantan Barat baik skala laboratorium
maupun lapangan, serta metode perbanyakan massal predator cecopet di
laboratorium. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan
predator cecopet dalam memangsa kumbang janur kelapa dan evaluasi
pengendaliannya di lapangan.
Tujuan kegiatan Monitoring
Pengendalian kumbang janur kelapa Dengan Predator Dermaptera adalah
memonitor kegiatan pengendalian kumbang janur kelapa menggunakan musuh alami
(predator cecopet, earwig, Ordo Dermaptera) yang diperbanyak secara
massal di laboratorium dan dilepas kembali ke lapangan.
Kegiatan monitoring
pengendalian kumbang janur kelapa dengan menggunakan predator
Dermaptera dilaksanakan melalui beberapa sub kegiatan yaitu penentuan lokasi
kegiatan, eksplorasi dan pengumpulan predator, perbanyakan predator cecopet di
laboratorium, pengujian kemampuan predasi di laboratorium, pelepasan predator
di lapangan serta evaluasi pelepasan predator.
Eksplorasi Dan Pengumpulan Predator Cecopet Di Kebun Kelapa Serta
Perbanyakan Massal Di Laboratorium
Penentuan lokasi kegiatan
dilakukan dengan melakukan CPCL ke beberapa lokasi perkebunan kelapa rakyat
yaitu di Sungai Bulan Singkawang (Kota Singkawang), Rasau Jaya, Punggur dan
sungai kakap (Kabupaten Kubu Raya), Air Hitam, Siantan, Segedong, Sungai Kunyit
(Kabupaten Pontianak). Hasil kunjungan lokasi kemudian ditentukan kelayakannya
untuk digunakan sebagai lokasi kegiatan dengan kriteria antara lain tanaman
masih belum menghasilkan, kebun terserang oleh kumbang janur kelapa dan lokasi
berada di hamparan dengan luasan minimal 1 hektar. Lokasi yang terpilih
sebanyak 5 lokasi yaitu di Desa Sungai Kakap, Desa Air Hitam, Segedong, Sungai
Burung dan di Sungai Kunyit.
Perbanyakan massal di
laboratorium perlu dilakukan untuk mencukupi kebutuhan jumlah predator yang
hendak dilepas di lapangan. Perbanyakan dilakukan dengan menyiapkan wadah
perbanyakan yang berisi tanah kompos, potongan janur, serta pakan pedigree dan
air sebagai makanan. Kemudian dalam setiap wadah perbanyakan dimasukkan 10
pasang cecopet dan dipelihara setiap hari. Penggantian pakan dan air dilakukan
setiap 3 hari sekali.
Kebutuhan predator untuk
dilepaskan di lapangan adalah sebanyak 100 ekor cecopet dewasa dan jumlah ini
terpenuhi dalam jangka waktu 4 bulan.
Sebelum pelepasan di lapangan
dilakukan pengujian terhadap potensi predasi predator cecopet di laboratorium
terhadap kumbang janur kelapa. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan
predator Chelisoches morio mampu memangsa larva Brontispa longissima instar 1
dan 2 sebanyak 72,6 ekor dalam sehari.
Pelepasan Predator Di Lapangan Dan Evaluasinya
Pengujian di lapangan dilakukan
setelah jumlah predator hasil perbanyakan di laboratorium telah mencukupi yaitu
sebanyak 100 ekor predator. Pengujian dilakukan di 5 lokasi kebun dengan
perlakuan tanpa pelepasan predator dan pelepasan predator. Pengamatan kemudian
dilakukan 2 bulan setelah pelepasan dengan menghitung tingkat kerusakan janur
pada daun 1 yang baru membuka dan jumlah predator yang ada di setiap pohon
pengamatan.
Hasil pengujian lapangan
sebagaimana terlihat pada grafik. Hasil pengujian lapangan menunjukkan
pengendalian kumbang kelapa menggunakan predator cecopet belum konsisten dan
daya pengendalian yang diperoleh masih fluktuatif. Sedikitnya jumlah predator
yang dilepas diduga menjadi penyebab rendahnya efisiensi pengendalian.
Dari hasil pengamatan ditunjukkan
pelepasan predator mempengaruhi tingkat intensitas serangan kumbang janur
kelapa di masing-masing kebun kelapa. Meski demikian pelepasan predator tidak
selalu menyebabkan intensitas serangan menjadi lebih rendah seperti yang
diperlihatkan dari data pada lokasi sungai kunyit dan segedong. Jumlah populasi
predator diduga belum mencukupi untuk menurunkan intensitas serangan kumbang
janur kelapa secara singkat, dan perubahan disebabkan oleh faktor pengendalian
lain seperti keberadaan parasitoid dan entomopatogen. Hal yang menguatkan
asumsi ini adalah pada perlakuan tanpa perlakuan predator juga terjadi
penurunan intensitas serangan.
Perbandingan total seluruh lokasi
antara pelepasan predator dan tanpa pelepasan sebagaimana terlihat di grafik 4,
memperlihatkan bahwa pelepasan predator cenderung menurunkan intensitas
serangan kumbang janur kelapa.
Selama evaluasi lapangan
dilakukan, predator cecopet hanya ditemukan di lokasi air hitam, sementara di
lokasi lainnya tidak ditemukan adanya cecopet. Jumlah pelepasan predator per
tanaman diduga masih terlalu sedikit untuk menstabilkan populasi cecopet di
kebun kelapa uji, sehingga disarankan perlu dicari jumlah cecopet yang ideal
dalam setiap pelepasan predator di lapangan. Karakteristik predator cecopet
yang memangsa banyak jenis mangsa serta memakan juga bahan organik sehingga ia
akan mencari jenis makanan yang lebih menarik di tempat lain diduga juga
menjadi menjadi sebab cecopet tidak berada di pohon kelapa uji.
Penutup
Predator cecopet merupakan agen
pengendali kumbang janur kelapa yang potensial. Predator cecopet dapat
diperbanyak di laboratorium dengan menggunakan pakan alternatif untuk
makanannya hingga dilepaskan di lapangan.
Perlu dilakukan pengujian lebih
lanjut untuk mengetahui jumlah sesuai untuk pengendalian kumbang janur
kelapa di lapangan
Diringkas dari
Erlan Ardiana Rismansyah. 2013.
Laporan Pelaksanaan Monitoring Pengendalian Kumbang Janur Kelapa Dengan
Predator Dermaptera. Pembiayaan DIPA BPTP Pontianak TA 2013. Balai Proteksi
Tanaman Perkebunan Pontianak. 25 halaman. Tidak dipublikasikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar