Senin, 26 Maret 2012

Eksplorasi Musuh Alami Parasitoid Kumbang Janur Kelapa di Desa Sungai Kakap Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya.


PENDAHULUAN
Kumbang janur kelapa (Brontisa longgissima Gestro) saat ini menjadi ancaman bagi perkelapaan nasional maupun internasional. Serangan berat hama ini dapat mengakibatkan penurunan produksi hingga 50% dan kematian tanaman muda sekitar 5% (Balitka, 2009). 
Hama Brontispa longgissima dilaporkan pertama kali dari Kep. Aru (Kep. Maluku) pada tahun 1885. Hama yang diduga berasal dari Indonesia (Kep. Aru dan Prop. Papua) dan Papua Nugini, pada awalnya tidak menimbulkan masalah serius karena hanya terbatas pada beberapa wilayah, namun pada beberapa tahun belakangan ini, telah menyebar luas ke hampir seluruh propinsi di Indonesia dan beberapa Negara di Asia Pasisik. Brontispa Longissima  menyerang semua tingkat umur tanaman, mulai tanaman yang masih di pembibitan sampai pada tanaman kelapa tua di lapangan. Serangan berat hama ini dapat mengakibatkan penurunan produksi kelapa bahkan kematian tanaman. Kehilangan hasil bisa mencapai 50% di Kec. Inobonto, Kab. Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara pada Bulan April 2008 menunjukkan sekitar 5% tanaman muda mati akibat serangan hama Brontispa longissima (Balitka, 2009).  
Di Provinsi Kalimantan Barat, kumbang janur kelapa merupakan hama utama dan penting yang menyerang perkebunan kelapa. Data tahun 2011 diketahui kumbang ini telah merusak kebun kelapa seluas 2456 hektar di 7 kabupaten dengan kerugian hasil diestimasi sebesar Rp 57,591.203,8 (Laporan OPT Bulan Desember 2011, BPTP Pontianak)
kumbang janur kelapa dikenal sebagai hama yang polifag atau memakan lebih dari satu jenis tumbuhan/tanaman. Selain kelapa sebagai tanaman yang paling disukai, hama ini juga menyerang tanaman palma lainnya seperti Pinang, sagu, California Fan palm, Mexican Fan Palm, Whingtonia robusta, Chinese Fan Palm, Livistona chinesis, Fox tail palm, Alexandar Palm, Phoenix roebelenii, Nipa Palm, Kelapa sawit, Elaeis guneesis, Nicobar palm, Carpentaria Palm. Di Australia, hama ini dilaporkan menyerang 27 jenis tanaman palma biasa dan eksotik (Singh dan Rethinam, 2005 dalam Balitka, 2009).
Gejala serangan Brontispa longissima mudah dikenali. Imago dan larva hama ini mulai menyerang pucuk kelapa yang belum terbuka dab menggerek lapisan epidermis parenchyma daun, sehingga menimbulkan bercak-bercak cokelat memanjang dalam suatu garis lurus dan garis-garis tersebut sejajar satu dengan lainnya. Serangan terus menerus menyebabkan bercak-bercak ini kemudian menyatu sehingga daun berwarna kecokelatan kemudian mengering, kelihatan megeriput, sehingga setelah pelepah terbuka penuh daun kelihatan seperti terbakar.
Upaya pengendalian kumbang janur kelapa di Kalimantan Barat masih terbatas hanya secara mekanis dan sedikit dengan menggunakan insektisida kimiawi. Pengendalian secara hayati belum banyak dikembangkan karena masih terbatasnya informasi mengenai keberadaan musuh alami hama kumbang janur kelapa di Kalimantan Barat serta teknologi aplikasinya di lapangan. Padahal pengendalian kumbang janur kelapa secara hayati merupakan prospek besar dan potensial untuk dilakukan. Hal ini bukan saja karena metode ini lebih ramah lingkungan akan tetapi juga karena banyak musuh alami dari hama kumbang janur kelapa.
Keberhasilan pengendalian hayati menggunakan musuh-musuh alami Brontispa longissima telah dilaporkan seperti penggunaan parasitoid Asechodes hispinarum dan Tetrastichus Brontispae, bioinsektisida Metarhizium anisopliae var. anisopliae dan predator Celisoches morio. Kerjasama antara Balitka dan instansi lain untuk mngendalikan Bontispa di lapangan sudah banyak dilakukan antara lain dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tengah. Selain agensia hayati tersebut, Balitka telah mendapatkan juga musuh alami baru yakni bakteri Serratia spp. yang berpeluang untuk dikembangkan sebagai bioinsektisida dalam mengendalikan hama Brontispa longissima (Balitka, 2009).
jenis musuh alami untuk hama kumbang janur cukup beragam baik dari golongan predator (cocopet), parasitoid (Haeckeliania brontispae, Tetratichodes brontispae) maupun jamur entomopatogen (Metarrhizium anisopliae). Musuh-musuh alami ini juga bervariasi dalam stadia hama yang diserangnya dari mulai stadium telur hingga dewasa.
Pada kondisi-kondisi tertentu dimana populasi musuh alami di lapangan cukup banyak dan dalam keadaan perkembangan yang baik, maka populasi OPT juga akan berada di bawah ambang toleransi, sehingga belum perlu dilakukan campur tangan manusia untuk melakukan pengendalian ataupun melakukan penambahan populasi musuh alami ke lapangan. Campur tangan manusia perlu dilakukan apabila terjadi peningkatan populasi OPT cukup tinggi, yang tidak terkendali oleh peran populasi musuh alami yang ada di lapangan. Untuk memperoleh hasil yang efektif, perlu dilakukan penambahan populasi musuh alami yang dapat dilakukan dengan introduksi, konservasi dan augmentasi.
Oleh karena itu untuk pengembangan teknologi pengendalian kumbang janur kelapa secara hayati di Kalimantan Barat maka perlu dilakukan banyak kegiatan eksplorasi musuh alami kumbang janur kelapa. Musuh alami hasil eksplorasi kemudian dapat diperbanyaknya secara massal untuk dilepaskan kembali ke lapangan.

TUJUAN
Pelaksanaan kegiatan eksplorasi musuh alami hama kumbang janur kelapa bertujuan untuk: Menginventarisir musuh alami hama kumbang janur kelapa dari kelompok parasitoid, yang ada di Kalimantan Barat dan memperoleh parasitoid yang secara efektif dapat digunakan untuk mengendalikan kumbang janur kelapa.
WAKTU DAN TEMPAT
A. Waktu
Waktu Pelaksanaan mulai bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Maret 2012
B. Tempat
Tempat pelaksanaan kegiatan adalah di Desa Sui Kakap Kecamatan Sui Kakap Kabupaten Kubu Raya untuk eksplorasi dan pengambilan stadia perkembangan kumbang janur kelapa dan di Rumah Kasa Laboratorium Lapangan BPTP Pontianak untuk kegiatan pengamatan parasitoid.
BAHAN DAN METODE
a. Bahan dan Alat
Bahan  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  semua stadia perkembangan kumbang janur kelapa yaitu telur, larva, pupa dan imago kumbang janur kelapa sebagai bahan makanan kumbang janur; madu sebagai makanan parasitoid yang diperoleh.
Alat yang digunakan terdiri dari kotak plastik, tabung kaca dengan panjang 14,5 cm dan diameter 8 cm, kain puring, karet gelang, kuas halus, gunting, mikroskop, kertas label, hand counter, guntingan kertas putih dengan panjang + 16 cm sebagai tempat olesan madu dan alat tulis untuk mencatat data.
b. Metode Pelaksanaan Kegiatan
Eksplorasi dan Koleksi stadia kumbang janur kelapa
Untuk memperoleh parasitoid dari kumbang janur kelapa maka perlu dilakukan eksplorasi dan koleksi stadia kumbang janur kelapa dari lokasi kebun kelapa yang terserang oleh kumbang janur kelapa. Eksplorasi dan koleksi dilakukan dengan memotong janur kelapa terserang sebanyak 3 buah janur. Janur sebelum dipotong diikat agar tidak banyak stadia kumbang janur kelapa yang terbuang di lapangan. Kemudian dimasukkan ke dalam kantong kasa dan dibawa ke laboratorium.

Gambar Kebun Lokasi Tempat Eksplorasi (kiri) dan sampel janur hasil eksplorasi (kanan)
Selanjutnya kumbang janur kelapa dikoleksi dengan mengumpulkan kumbang janur kelapa dari sampel janur yang dibawa berdasarkan stadiumnya yaitu telur, larva, pupa dan imago.
Stadia kumbang janur kelapa yang terkumpul dimasukkan dalam tabung plastik film (volume kurang lebih 20 ml) masing-masing tiga individu hama dengan stadium yang sama per tabung. Pengamatan dilakukan setiap hari selama dua minggu, untuk mengetahui jumlah parasit yang keluar. Parasit-parasit yang telah berkembang, selanjutnya dimasukkan dalam tabung bersih untuk dilihat secara mikroskopis dan dicatat.

Gambar : Penyimpanan stadia kumbang janur kelapa pada tabung reaksi berdasarkan stadiumnya
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kumbang janur kelapa hasil eksplorasi yang diperoleh dari lapangan dikumpulkan berdasarkan stadia perkembangannya. Selanjutnya 3 individu hama dari stadia yang sama dimasukkan ke dalam tabung reaksi untuk diamati apakah ada parasitoid yang muncul dan dibuat 10 seri tabung reaksi untuk stadia larva dan imago kumbang janur kelapa. Sedangkan untuk stadia pupa dan telur masing-masing 20 tabung. Proses pengamatan ada tidaknya parasitoid pada masing-masing seri stadium hama sebagaimana tertampilkan pada slide gambar dibawah ini. Tabung yang diberi label no seri tabung adalah tabung yang terdapat parasitoid sedangkan tabung tanpa label tidak terdapat parasitoid.
 
Hasil pengamatan pada masing-masing stadium kumbang janur kelapa setelah 15 hari pengamatan adalah sebagai berikut:
Tabel. Data pengamatan ada tidaknya parasitoid kumbang janur kelapa setelah 15 hari pengamatan

No Tabung
Stadia Perkembangan Kumbang Janur Kelapa
Telur
(Seri A)
Telur
(Seri B)
Larva
Pupa
(Seri A)
Pupa
(seri B)
Imago
1
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
2
Tidak ada
Tidak ada
ADA
Tidak ada
ADA
Tidak ada
3
Tidak ada
Tidak ada
ADA
ADA
Tidak ada
Tidak ada
4
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
ADA
ADA
Tidak ada
5
ADA
Tidak ada
Tidak ada
ADA
Tidak ada
Tidak ada
6
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
ADA
Tidak ada
Tidak ada
7
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
ADA
Tidak ada
8
ADA
Tidak ada
Tidak ada
ADA
ADA
Tidak ada
9
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
ADA
Tidak ada
10
ADA
Tidak ada
Tidak ada
ADA
Tidak ada
Tidak ada
Keterangan
Seri A : Yaitu seri tabung reaksi no 1-10. Seri B : Yaitu seri tabung reaksi no 11-20
Kata ADA yang dicetak tebal adalah no tabung reaksi yang terdapat binatang yang diduga parasitoid

Dari hasil pengamatan didapatkan parasitoid berupa tabuhan (Hymenoptera) dengan warna hitam pada stadium telur seri A yaitu pada nomor 5, 8 dan 10. Sedangkan pada seri B tidak ada parasitoid yang muncul.

Gambar : Parasitoid telur yang muncul dari telur kumbang janur kelapa. parasitoid ditunjukkan dengan tanda panah


Gambar : Lubang  pada telur tempat parasitoid keluar

Jenis atau spesies parasitoid yang ditemukan belum dapat dipastikan, akan tetapi setidaknya ada 3 jenis parasitoid telur yang ada di Indonesia yaitu Hispidophila brontispae, Ooencyrtus podontiae dan Trichogrammatoidea nana (Rethinam, And Singh, 2007).
Hispidophila (Haeckeliana) brontispae Ferriere merupakan tabuhan dari ordo Hymenoptera, famili Trichogrammatidae  dan dilaporkan terdapat di Jawa dan telah dideskripsikan pada tahun 1931. Satu telur brontispa hanya diparasit oleh seekor parasitoid. Tingkat parasitasi H. brontispae sebesar 15 % di lapangan. (Rethinam, And Singh, 2007).
Ooencyrtus podontiae Gahan termasuk dalam ordo Hymenoptera, Famili Encyrtidae. O. podontiae merupakan parasitoid telur yang bersifat soliter yakni dari satu telur B. longissima hanya menghasilkan satu ekor imago. Semua tahap perkembangannya yang mencangkup telur, larva, nimfa dan dewasa berada pada inangnya (Setyolaksono, 2011). O. odontiae dapat memparasit sekitar 27,6 -41,3 telur (Heroetadji, 1989 dalam Alouw dkk, 2004). Selain Brontispa longissima, O. Odontiae dapat memparasit Plesispa reichei dan sudah dilaporkan menyerang P. reichei di Sulawesi dan Jawa (Alouw dkk, 2004). Menurut Rethinam and Singh (2007) tingkat parasitasi O. Odontiae sebesar 10 % di lapangan.
Di laboratorium siklus hidup dari O. odontiae adalah sebagai berikut: stadia telur 1-2 hari, larva 5-7 hari, prepupa 1-3 hari dan pupa 6-7 hari. Total perkembangan parasitoid dalam telur adalah 15-16 hari dan imago parasitoid dapat hidup sekitar 30 hari (Alouw dkk, 2004).
T. bactrae memparasit sekitar 7-8 % dari telur Plesispa dan Brontispa di Jombang. Parasitoid ini mempunyai inang yang banyak dan sering menyerang telur Lepidoptera. Umur stadia telur parasitoid sekitar 1 hari, larva 9,3 hari, pupa 11,5 hari. Parasitoid ini menetas rata-rata sesudah 22,8 hari dan imagonya dapat hidup 8,2 hari (Alouw dkk., 2004).
Parasitoid berupa tabuhan (Hymenoptera) dengan warna hitam juga ditemukan pada stadium pupa seri A sebanyak 6 tabung (3A, 4A, 5A, 6A, 8A, 10A) dan seri B  sebanyak 5 tabung (2B, 4B, 7B, 8B, 9B). Jenis parasitoid yang didapat diduga adalah Parasitoid Tetrastichus brontispae.
Parasitoid Tetrastichus Brontispae Feer. merupakan musuh alami kumbang janur B. longissima yang telah diketahui di Indonesia dapat memarasit larva dan pupa. Daya parasitasinya di lapangan  terhadap  larva  tua  sebesar  10% dan pupa 60-90%  (Rethinan dkk., 2007).  

Penelitian mengenai biologi T. Brontispae sudah dimulai sejak terjadinya ledakan hama Blongissima   di  Sulawesi  Selatan  tahun  1953.  Parasitoid  ini berwarna   hitam,   bertubuh   kecil,   panjang   1,5−2mm.   Stadia   telur   lamanya + 2  hari,  masa  stadia  larva  5−8  hari,  pupa  7−11  hari.  Parasitoid  jantan  ujung abdomennya tumpul sedang yang betina abdomennya runcing. Umur imago betina 10−11  hari jantan 3−4  hari.  Imago betina meletakkan telur pada larva instar IV dan pupa yang baru berumur 1−2 hari. Setelah 4−6 hari pupa yang terinfeksi akan menjadi  tegang  dan  tidak  bergerak,  kemudian  pupa  akan  mengalami  kematian. Dalam   satu   individu   pupa   dapat   keluar   sekitar   18 −20   ekor   parasitoid  (Deptan, 1994). 

T.  Brontispae merupakan  parasitoid   primer  yaitu parasitoid yang memarasit inang yang bukan parasit atau  serangga   herbivor,  juga  merupakan parasitoid gregarius yakni lebih dari satu individu parasitoid  dari spesies  yang  sama  dapat berkembang dalam satu individu inang. Berdasarkan kisaran inang dan hubungan inang dengan parasitoid TBrontispae  merupakan parasitoid monopag yang secara umum  terbatas pada satu spesies inang dan parasitoid ini juga merupakan endoparasitoid yang berarti parasitoid yang  meletakkan  telurnya di dalam tubuh inang  (Trimuti dkk, 2006 dalam Marlon B Sihombing, 2009).



Gambar : Lubang pada pupa terinfeksi tempat parasitoid keluar



Gambar : Parasitoid T. Brontispae (perbesaran 10x)
Pada tabung reaksi yang berisi larva ditemukan binatang dengan ciri berwarna putih transparan, dan berjalan lambat sebanyak 2 tes tube. Status serangga tersebut belum dapat dipastikan. Dari literatur diketahui bahwa parasitoid Tetrastichus brontispae merupakan parasitoid yang menyerang stadia pupa dan larva tua. Asecodes hispinarum diketahui merupakan parasitoid yang hanya menyerang stadium larva. Tumewan dkk (1990) mengungkapkan A. hispinarum ditemukan pada observasi yang dilakukan di Sulawesi Utara dan Jawa Timur pada tahun 1987 dan 1989 tetapi pada inang Plesispa reichei.
Pada stadium imago tidak ditemukan adanya parasitoid yang muncul. Hingga saat ini belum diketahui adanya parasitoid yang menyerang stadium imago.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Eksplorasi parasitoid kumbang janur kelapa sebagai langkah awal aplikasi pengendalian hayati di lapang, ternyata memberi hasil yang cukup memadai. Dari kegiatan ini setidaknya ditemukan 2 jenis parasitoid yaitu parasitoid telur dan pupa. Sementara kemunculan serangga pada stadia larva belum diketahui statusnya apakah merupakan parasitoid ataupun bukan. Pada stadium imago tidak ditemukan parasitoid yang muncul.
Saran
  • Perlu dilakukan upaya identifikasi yang lebih pasti untuk kedua jenis parasitoid yang ditemukan.
  • Perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut untuk melakukan kegiatan perbanyakan massal kedua jenis parasitoid yang ditemukan di laboratorium.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan banyak terima kasih kepada Bapak M. Yusuf dari UPPT Sei Kakap dan bapak Suadin SP (BPT BPTP Pontianak) yang telah membantu dalam pelaksanaan kegiatan ini, serta dan Bapak H. Sulaiman yang telah mengizinkan penulis melaksanakan kegiatan di kebun kelapanya.

DAFTAR PUSTAKA
Balitka. 2009. Hama Daun Kelapa Mengancam Perkelapaan Nasional dan Internasional. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain (BALITKA). Diakses tanggal 22 April 2010 jam 01:26 WIB dari http://coconutmic.com/id/berita-industri/85-coconut-hispine-beatle-a-potential-threat-to-national-and-international-coconut-industry
Direktorat Perlindungan Perkebunan. 2009. Pengendalian hama kumbang perusak janur kelapa (Brontispa longissima Gestro) (Leaflet). Direktorat Perlindungan Perkebunan. Direktorat jenderal Perkebunan. Kementerian Pertanian. Jl. H.R. Harsono R.M. No.3 Ragunan, Jakarta Selatan. Telp/Fax: 021-7815684. Website: http://ditjenbun.deptan.go.id/perlindungan/
Rulianti, Ebi. 2007. Pedoman Pengamatan dan Pengendalian OPT Utama Tanaman Kelapa. Direktorat Perlindungan Perkebunan. Direktorat jenderal Perkebunan. Kementerian Pertanian
Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. 1994. Pedoman Pengembangbiakan Musuh alami Hama Tanaman Kelapa. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta
Setyolaksono, M. Pamuji. 2011. Musuh Alami Brontispa Longissima. BBP2TP Ambon. Diakses dari http://ditjenbun.deptan.go.id/bbp2tpbon/index.php?option=com_content&view=article&id=64:musuh-alami-brontispa-longissima&catid=12:news
Jelfina C. Alouw, F. Tumewan dan M.L.A Hosang. 2004. Pengendalian Hayati Hama Kumbang Bibit Kelapa Plesispa reichei (Chapuis) (Coleoptera: Chrysomellidae). Makalah Pertemuan Pengembangan Teknologi Perlindungan Perkebunan Regional Kalimantan T.A. 2004. Proyek Proteksi Tanaman Perkebunan Kalimantan Barat, Pontianak. 2004.
IUCN SSC Invasive Species Specialist Group. 2007. Invasive Species Impacts and Management: Coconut hispid beetle (Brontispa longissima). IUCN SSC Invasive Species Specialist Group diakses tanggal 20 oktober 2011 dari situs  http://www.issg.org/database/species/reference_files/brolon/brolon_man.doc
Rethinam, P And S.P. Singh. 2007. Current Status Of The Coconut Beetle Outbreaks In The Asia-Pacific Region. In  Developing An Asia-Pacific Strategy For Forest Invasive Species: The Coconut Beetle Problem – Bridging Agriculture And Forestry  Report Of The Asia-Pacific Forest Invasive Species Network Workshop 22–25 February 2005, Ho Chi Minh City, Viet Nam Edited By S. Appanah, H.C. Sim & K.V. Sankaran. Rap Publication 2007/02. Diakses Dari Http://Www.Fao.Org/Docrep/010/Ag117e/
Tumewan, F., S. Sabbatoellah, A.M.E. Kodong dan Soekarjoto. 1990. Tehnik Perbanyakan Parasit Hama Plesispa reichei di Laboratorium. Buletin Balitka No 11, Mei 1990 hal. 25-28.
Marlon B Sihombing. 2009. Uji Parasitasi Tetrastichus Brontispae (Hymenoptera:Eulophidae) Terhadap Kumbang Janur Kelapa Brontispa Longissima (Colleoptera:Chrysomelidae) Di  Laboratorium. Skripsi Oleh: Departemen Ilmu Hama Dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan 2009










1 komentar:

  1. Sir, I wanna go home, too... but my home is here, in my heart...

    BalasHapus