PENDAHULUAN
Kumbang janur kelapa (Brontisa
longgissima Gestro) saat ini menjadi ancaman bagi perkelapaan
nasional maupun internasional. Serangan berat hama ini dapat mengakibatkan
penurunan produksi hingga 50% dan kematian tanaman muda sekitar 5% (Balitka, 2009).
Hama Brontispa
longgissima dilaporkan pertama kali dari Kep. Aru (Kep. Maluku) pada tahun
1885. Hama yang diduga berasal dari Indonesia (Kep. Aru dan Prop. Papua) dan
Papua Nugini, pada awalnya tidak menimbulkan masalah serius karena hanya
terbatas pada beberapa wilayah, namun pada beberapa tahun belakangan ini, telah
menyebar luas ke hampir seluruh propinsi di Indonesia dan beberapa Negara di
Asia Pasisik. Brontispa
Longissima menyerang semua tingkat umur tanaman, mulai tanaman yang
masih di pembibitan sampai pada tanaman kelapa tua di lapangan. Serangan berat
hama ini dapat mengakibatkan penurunan produksi kelapa bahkan kematian tanaman.
Kehilangan hasil bisa mencapai 50% di Kec. Inobonto, Kab. Bolaang Mongondow,
Sulawesi Utara pada Bulan April 2008 menunjukkan sekitar 5% tanaman muda mati
akibat serangan hama Brontispa
longissima (Balitka, 2009).
Di Provinsi Kalimantan
Barat, kumbang janur kelapa merupakan hama utama dan penting yang menyerang
perkebunan kelapa. Data tahun 2011 diketahui kumbang ini telah merusak kebun
kelapa seluas 2456 hektar di 7 kabupaten dengan kerugian hasil diestimasi
sebesar Rp 57,591.203,8 (Laporan OPT Bulan Desember 2011, BPTP Pontianak)
kumbang janur kelapa
dikenal sebagai hama yang polifag atau memakan lebih dari satu jenis
tumbuhan/tanaman. Selain
kelapa sebagai tanaman yang paling disukai, hama ini juga menyerang tanaman
palma lainnya seperti Pinang, sagu, California Fan palm, Mexican Fan Palm,
Whingtonia robusta, Chinese Fan Palm, Livistona chinesis, Fox tail palm,
Alexandar Palm, Phoenix roebelenii, Nipa Palm, Kelapa sawit, Elaeis guneesis,
Nicobar palm, Carpentaria Palm. Di Australia, hama ini dilaporkan menyerang 27
jenis tanaman palma biasa dan eksotik (Singh dan Rethinam, 2005 dalam Balitka, 2009).
Gejala serangan Brontispa longissima mudah dikenali. Imago dan larva hama ini
mulai menyerang pucuk kelapa yang belum terbuka dab menggerek lapisan epidermis
parenchyma daun, sehingga menimbulkan bercak-bercak cokelat memanjang dalam
suatu garis lurus dan garis-garis tersebut sejajar satu dengan lainnya.
Serangan terus menerus menyebabkan bercak-bercak ini kemudian menyatu sehingga
daun berwarna kecokelatan kemudian mengering, kelihatan megeriput, sehingga
setelah pelepah terbuka penuh daun kelihatan seperti terbakar.
Upaya
pengendalian kumbang janur kelapa di Kalimantan Barat masih terbatas hanya
secara mekanis dan sedikit dengan menggunakan insektisida kimiawi. Pengendalian
secara hayati belum banyak dikembangkan karena masih terbatasnya informasi
mengenai keberadaan musuh alami hama kumbang janur kelapa di Kalimantan Barat
serta teknologi aplikasinya di lapangan. Padahal pengendalian kumbang janur
kelapa secara hayati merupakan prospek besar dan potensial untuk dilakukan. Hal
ini bukan saja karena metode ini lebih ramah lingkungan akan tetapi juga karena
banyak musuh alami dari hama kumbang janur kelapa.
Keberhasilan pengendalian hayati menggunakan
musuh-musuh alami Brontispa
longissima telah dilaporkan seperti penggunaan parasitoid Asechodes hispinarum
dan Tetrastichus Brontispae,
bioinsektisida Metarhizium anisopliae var. anisopliae dan predator Celisoches morio. Kerjasama antara
Balitka dan instansi lain untuk mngendalikan Bontispa di lapangan sudah banyak
dilakukan antara lain dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tengah.
Selain agensia hayati tersebut, Balitka telah mendapatkan juga musuh alami baru
yakni bakteri Serratia spp. yang berpeluang untuk dikembangkan sebagai
bioinsektisida dalam mengendalikan hama Brontispa
longissima (Balitka, 2009).
jenis musuh alami untuk hama kumbang janur cukup beragam baik dari
golongan predator (cocopet), parasitoid (Haeckeliania brontispae, Tetratichodes
brontispae) maupun jamur
entomopatogen (Metarrhizium
anisopliae). Musuh-musuh alami ini
juga bervariasi dalam stadia hama yang diserangnya dari mulai stadium telur
hingga dewasa.
Pada kondisi-kondisi tertentu dimana populasi
musuh alami di lapangan cukup banyak dan dalam keadaan perkembangan yang baik,
maka populasi OPT juga akan berada di bawah ambang toleransi, sehingga belum perlu
dilakukan campur tangan manusia untuk melakukan pengendalian ataupun melakukan
penambahan populasi musuh alami ke lapangan. Campur tangan manusia perlu
dilakukan apabila terjadi peningkatan populasi OPT cukup tinggi, yang tidak
terkendali oleh peran populasi musuh alami yang ada di lapangan. Untuk
memperoleh hasil yang efektif, perlu dilakukan penambahan populasi musuh alami
yang dapat dilakukan dengan introduksi, konservasi dan augmentasi.
Oleh karena itu untuk
pengembangan teknologi pengendalian kumbang janur kelapa secara hayati di
Kalimantan Barat maka perlu dilakukan banyak kegiatan eksplorasi musuh alami
kumbang janur kelapa. Musuh alami hasil eksplorasi kemudian dapat
diperbanyaknya secara massal untuk dilepaskan kembali ke lapangan.
TUJUAN
Pelaksanaan kegiatan eksplorasi musuh
alami hama kumbang janur kelapa bertujuan untuk: Menginventarisir
musuh alami hama kumbang
janur kelapa dari kelompok parasitoid, yang ada di Kalimantan Barat dan memperoleh
parasitoid yang secara efektif dapat digunakan untuk
mengendalikan kumbang janur
kelapa.
WAKTU
DAN TEMPAT
A.
Waktu
Waktu Pelaksanaan mulai bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Maret 2012
B.
Tempat
Tempat pelaksanaan kegiatan adalah di Desa Sui Kakap Kecamatan Sui Kakap Kabupaten Kubu Raya untuk eksplorasi dan pengambilan stadia perkembangan
kumbang janur kelapa dan di Rumah Kasa Laboratorium Lapangan BPTP Pontianak
untuk kegiatan pengamatan parasitoid.
BAHAN DAN METODE
a. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah semua stadia perkembangan
kumbang janur kelapa yaitu telur, larva, pupa dan imago kumbang janur kelapa
sebagai bahan makanan kumbang janur; madu sebagai makanan parasitoid yang
diperoleh.
Alat yang digunakan terdiri dari kotak plastik, tabung kaca dengan panjang 14,5 cm dan
diameter 8 cm, kain puring, karet gelang, kuas halus, gunting, mikroskop, kertas
label, hand counter, guntingan kertas putih dengan panjang + 16 cm
sebagai tempat olesan madu dan alat tulis untuk mencatat data.
b. Metode Pelaksanaan Kegiatan
Eksplorasi dan Koleksi stadia kumbang janur kelapa
Untuk memperoleh
parasitoid dari kumbang janur kelapa maka perlu dilakukan eksplorasi dan
koleksi stadia kumbang janur kelapa dari lokasi kebun kelapa yang terserang
oleh kumbang janur kelapa. Eksplorasi dan koleksi dilakukan dengan memotong
janur kelapa terserang sebanyak 3 buah janur. Janur sebelum dipotong diikat
agar tidak banyak stadia kumbang janur kelapa yang terbuang di lapangan.
Kemudian dimasukkan ke dalam kantong kasa dan dibawa ke laboratorium.
Gambar Kebun Lokasi Tempat Eksplorasi (kiri) dan sampel janur hasil
eksplorasi (kanan)
Selanjutnya kumbang janur
kelapa dikoleksi dengan mengumpulkan kumbang janur kelapa dari sampel janur
yang dibawa berdasarkan stadiumnya yaitu telur, larva, pupa dan imago.
Stadia kumbang janur
kelapa yang terkumpul
dimasukkan dalam tabung plastik film (volume kurang lebih 20 ml) masing-masing tiga individu hama dengan
stadium yang sama per tabung.
Pengamatan dilakukan setiap hari selama dua
minggu, untuk mengetahui jumlah parasit yang keluar. Parasit-parasit yang telah
berkembang, selanjutnya dimasukkan dalam tabung bersih untuk dilihat secara
mikroskopis dan dicatat.
Gambar : Penyimpanan stadia kumbang janur kelapa pada tabung reaksi
berdasarkan stadiumnya
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kumbang janur kelapa
hasil eksplorasi yang diperoleh dari lapangan dikumpulkan berdasarkan stadia
perkembangannya. Selanjutnya 3 individu hama dari stadia yang sama dimasukkan
ke dalam tabung reaksi untuk diamati apakah ada parasitoid yang muncul dan dibuat
10 seri tabung reaksi untuk stadia larva dan imago kumbang janur kelapa.
Sedangkan untuk stadia pupa dan telur masing-masing 20 tabung. Proses
pengamatan ada tidaknya parasitoid pada masing-masing seri stadium hama
sebagaimana tertampilkan pada slide gambar dibawah ini. Tabung yang diberi
label no seri tabung adalah tabung yang terdapat parasitoid sedangkan tabung
tanpa label tidak terdapat parasitoid.
Hasil pengamatan pada masing-masing
stadium kumbang janur kelapa setelah 15 hari pengamatan adalah sebagai berikut:
Tabel. Data pengamatan ada tidaknya parasitoid kumbang janur kelapa setelah
15 hari pengamatan
No Tabung
|
Stadia Perkembangan
Kumbang Janur Kelapa
|
|||||
Telur
(Seri A)
|
Telur
(Seri B)
|
Larva
|
Pupa
(Seri A)
|
Pupa
(seri B)
|
Imago
|
|
1
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
2
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
ADA
|
Tidak ada
|
ADA
|
Tidak ada
|
3
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
ADA
|
ADA
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
4
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
ADA
|
ADA
|
Tidak ada
|
5
|
ADA
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
ADA
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
6
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
ADA
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
7
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
ADA
|
Tidak ada
|
8
|
ADA
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
ADA
|
ADA
|
Tidak ada
|
9
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
ADA
|
Tidak ada
|
10
|
ADA
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
ADA
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Keterangan
Seri A : Yaitu seri tabung reaksi no 1-10. Seri B : Yaitu seri tabung
reaksi no 11-20
Kata ADA yang dicetak tebal
adalah no tabung reaksi yang terdapat binatang yang diduga parasitoid
Dari hasil pengamatan
didapatkan parasitoid berupa tabuhan (Hymenoptera) dengan warna hitam pada
stadium telur seri A yaitu pada nomor 5, 8 dan 10. Sedangkan pada seri B tidak
ada parasitoid yang muncul.
Gambar : Parasitoid telur yang muncul dari telur kumbang janur kelapa.
parasitoid ditunjukkan dengan tanda panah
Gambar : Lubang pada telur tempat parasitoid keluar
Gambar : Lubang pada telur tempat parasitoid keluar
Jenis atau spesies
parasitoid yang ditemukan belum dapat dipastikan, akan tetapi setidaknya ada 3
jenis parasitoid telur yang ada di Indonesia yaitu Hispidophila brontispae, Ooencyrtus podontiae dan Trichogrammatoidea
nana (Rethinam,
And Singh,
2007).
Hispidophila (Haeckeliana)
brontispae Ferriere merupakan tabuhan dari ordo Hymenoptera, famili
Trichogrammatidae dan dilaporkan
terdapat di Jawa dan telah dideskripsikan pada tahun 1931. Satu telur brontispa
hanya diparasit oleh seekor parasitoid. Tingkat parasitasi H. brontispae sebesar
15 % di lapangan. (Rethinam, And Singh,
2007).
Ooencyrtus
podontiae Gahan termasuk dalam ordo
Hymenoptera, Famili Encyrtidae. O.
podontiae merupakan parasitoid telur yang bersifat soliter yakni dari satu
telur B. longissima hanya
menghasilkan satu ekor imago. Semua tahap perkembangannya yang mencangkup
telur, larva, nimfa dan dewasa berada pada inangnya (Setyolaksono, 2011). O. odontiae dapat memparasit sekitar
27,6 -41,3 telur (Heroetadji, 1989 dalam
Alouw dkk, 2004). Selain Brontispa
longissima, O. Odontiae dapat memparasit Plesispa reichei dan sudah dilaporkan menyerang P. reichei di Sulawesi dan Jawa (Alouw
dkk, 2004). Menurut Rethinam and Singh
(2007) tingkat parasitasi O.
Odontiae sebesar 10 % di lapangan.
Di laboratorium siklus hidup dari O. odontiae adalah sebagai berikut:
stadia telur 1-2 hari, larva 5-7 hari, prepupa 1-3 hari dan pupa 6-7 hari.
Total perkembangan parasitoid dalam telur adalah 15-16 hari dan imago
parasitoid dapat hidup sekitar 30 hari (Alouw
dkk, 2004).
T. bactrae memparasit sekitar 7-8 % dari telur Plesispa
dan Brontispa
di Jombang. Parasitoid ini mempunyai inang yang banyak dan sering menyerang
telur Lepidoptera. Umur stadia telur parasitoid sekitar 1 hari, larva 9,3 hari,
pupa 11,5 hari. Parasitoid ini menetas rata-rata sesudah 22,8 hari dan imagonya
dapat hidup 8,2 hari (Alouw dkk., 2004).
Parasitoid berupa tabuhan
(Hymenoptera) dengan warna hitam juga ditemukan pada stadium pupa seri A
sebanyak 6 tabung (3A, 4A, 5A, 6A, 8A, 10A) dan seri B sebanyak 5 tabung (2B, 4B, 7B, 8B, 9B). Jenis
parasitoid yang didapat diduga adalah Parasitoid Tetrastichus brontispae.
Parasitoid Tetrastichus Brontispae Feer.
merupakan musuh alami kumbang janur B. longissima
yang telah diketahui di Indonesia
dapat memarasit larva dan pupa. Daya parasitasinya di lapangan terhadap
larva tua sebesar
10% dan pupa 60-90% (Rethinan
dkk., 2007).
Penelitian mengenai biologi T. Brontispae sudah
dimulai sejak terjadinya ledakan hama B. longissima
di
Sulawesi Selatan tahun
1953. Parasitoid ini berwarna
hitam, bertubuh kecil,
panjang 1,5−2mm. Stadia
telur lamanya + 2 hari,
masa stadia larva
5−8 hari, pupa
7−11 hari. Parasitoid
jantan ujung abdomennya tumpul
sedang yang betina abdomennya runcing. Umur imago betina 10−11 hari jantan 3−4 hari.
Imago betina meletakkan telur pada larva instar IV dan pupa yang baru
berumur 1−2 hari. Setelah 4−6 hari pupa yang terinfeksi akan menjadi tegang
dan tidak bergerak,
kemudian pupa akan
mengalami kematian. Dalam satu
individu pupa dapat
keluar sekitar 18 −20
ekor parasitoid (Deptan, 1994).
T. Brontispae merupakan
parasitoid primer yaitu parasitoid yang memarasit inang yang bukan
parasit atau serangga herbivor,
juga merupakan parasitoid
gregarius yakni lebih dari satu individu parasitoid dari spesies
yang sama dapat berkembang dalam satu individu inang.
Berdasarkan kisaran inang dan hubungan inang dengan parasitoid T.
Brontispae merupakan parasitoid monopag yang secara
umum terbatas pada satu spesies inang
dan parasitoid ini juga merupakan endoparasitoid yang berarti parasitoid yang meletakkan
telurnya di dalam tubuh inang
(Trimuti dkk, 2006 dalam Marlon B Sihombing, 2009).
Gambar : Parasitoid T. Brontispae (perbesaran 10x)
Pada tabung reaksi yang
berisi larva ditemukan binatang dengan ciri berwarna putih transparan, dan
berjalan lambat sebanyak 2 tes tube. Status serangga tersebut belum dapat
dipastikan. Dari literatur diketahui bahwa parasitoid Tetrastichus brontispae merupakan parasitoid yang menyerang stadia
pupa dan larva tua. Asecodes hispinarum diketahui merupakan parasitoid yang hanya menyerang stadium larva. Tumewan dkk (1990) mengungkapkan A.
hispinarum ditemukan pada observasi yang dilakukan di Sulawesi Utara dan
Jawa Timur pada tahun 1987 dan 1989 tetapi pada inang Plesispa reichei.
Pada stadium imago tidak ditemukan adanya
parasitoid yang muncul. Hingga saat ini belum diketahui adanya parasitoid yang
menyerang stadium imago.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Eksplorasi parasitoid
kumbang janur kelapa sebagai
langkah awal aplikasi pengendalian hayati di lapang, ternyata memberi hasil
yang cukup memadai. Dari kegiatan ini setidaknya ditemukan 2 jenis parasitoid yaitu parasitoid
telur dan pupa. Sementara kemunculan serangga pada stadia larva belum diketahui
statusnya apakah merupakan parasitoid ataupun bukan. Pada stadium imago tidak
ditemukan parasitoid yang muncul.
Saran
- Perlu dilakukan upaya identifikasi yang lebih pasti untuk kedua jenis parasitoid yang ditemukan.
- Perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut untuk melakukan kegiatan perbanyakan massal kedua jenis parasitoid yang ditemukan di laboratorium.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan banyak terima kasih kepada Bapak M. Yusuf dari
UPPT Sei Kakap dan bapak Suadin SP (BPT BPTP Pontianak) yang telah membantu
dalam pelaksanaan kegiatan ini, serta dan Bapak H. Sulaiman yang telah
mengizinkan penulis melaksanakan kegiatan di kebun kelapanya.
DAFTAR PUSTAKA
Balitka. 2009. Hama
Daun Kelapa Mengancam Perkelapaan Nasional dan Internasional. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain
(BALITKA). Diakses tanggal 22 April 2010
jam 01:26 WIB dari http://coconutmic.com/id/berita-industri/85-coconut-hispine-beatle-a-potential-threat-to-national-and-international-coconut-industry
Direktorat Perlindungan Perkebunan. 2009. Pengendalian
hama kumbang perusak janur kelapa (Brontispa
longissima Gestro) (Leaflet). Direktorat
Perlindungan Perkebunan. Direktorat
jenderal Perkebunan. Kementerian Pertanian.
Jl. H.R. Harsono R.M. No.3 Ragunan, Jakarta Selatan. Telp/Fax: 021-7815684. Website: http://ditjenbun.deptan.go.id/perlindungan/
Rulianti, Ebi. 2007. Pedoman Pengamatan dan Pengendalian OPT
Utama Tanaman Kelapa. Direktorat
Perlindungan Perkebunan. Direktorat
jenderal Perkebunan. Kementerian Pertanian
Direktorat Bina
Perlindungan Tanaman. 1994. Pedoman
Pengembangbiakan Musuh alami Hama Tanaman Kelapa. Direktorat Bina Perlindungan
Tanaman. Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta
Setyolaksono,
M. Pamuji. 2011. Musuh Alami Brontispa
Longissima. BBP2TP Ambon. Diakses dari
http://ditjenbun.deptan.go.id/bbp2tpbon/index.php?option=com_content&view=article&id=64:musuh-alami-brontispa-longissima&catid=12:news
Jelfina C. Alouw, F. Tumewan dan M.L.A Hosang. 2004. Pengendalian
Hayati Hama Kumbang Bibit Kelapa Plesispa reichei (Chapuis) (Coleoptera:
Chrysomellidae). Makalah
Pertemuan Pengembangan Teknologi Perlindungan Perkebunan Regional Kalimantan
T.A. 2004. Proyek Proteksi Tanaman Perkebunan Kalimantan Barat, Pontianak.
2004.
IUCN SSC Invasive Species Specialist Group. 2007. Invasive Species Impacts and Management: Coconut hispid beetle
(Brontispa longissima). IUCN SSC Invasive Species Specialist Group diakses tanggal 20 oktober 2011 dari situs http://www.issg.org/database/species/reference_files/brolon/brolon_man.doc
Rethinam,
P And S.P.
Singh. 2007. Current Status Of The Coconut Beetle Outbreaks In The Asia-Pacific Region. In Developing An
Asia-Pacific Strategy For Forest Invasive Species: The Coconut Beetle Problem –
Bridging Agriculture And Forestry Report
Of The Asia-Pacific Forest Invasive Species Network Workshop 22–25 February
2005, Ho Chi Minh City, Viet Nam Edited By S. Appanah, H.C. Sim & K.V.
Sankaran. Rap Publication 2007/02. Diakses Dari Http://Www.Fao.Org/Docrep/010/Ag117e/
Tumewan, F., S.
Sabbatoellah, A.M.E. Kodong dan Soekarjoto. 1990. Tehnik
Perbanyakan Parasit Hama Plesispa reichei di Laboratorium. Buletin Balitka No 11, Mei 1990 hal. 25-28.
Marlon B Sihombing. 2009. Uji Parasitasi Tetrastichus Brontispae
(Hymenoptera:Eulophidae) Terhadap Kumbang Janur Kelapa Brontispa Longissima (Colleoptera:Chrysomelidae)
Di Laboratorium. Skripsi Oleh: Departemen Ilmu Hama Dan
Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan 2009
Sir, I wanna go home, too... but my home is here, in my heart...
BalasHapus