Kakao
merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting di
Indonesia. Data tahun 2007, luas komoditas kakao Indonesia luas 1.461.889
hektar, dengan jumlah pekebun kakao sebanyak 1.400.636 KK dan produksi mencapai
779.186 ton (No 2 di dunia setelah Pantai Gading) jelas memberikan kontribusi
terhadap perekonomian Indonesia baik sebagai penghasil devisa negara, sumber
pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja petani, mendorong agribisnis dan
agroindustri, penyangga kelestarian lingkungan hidup dan pengembangan wilayah
(Hendradjat, 2008).
Meski
berpotensi besar, produktivitas kakao di Indonesia masih terbentur oleh
berbagai macam kendala antara lain umur tanaman yang sudah relatif tua,
kurangnya pemeliharaan petani dan adanya gangguan dari organisme pengganggu
tumbuhan (OPT) yang menyerang tanaman kakao. Ada banyak jenis OPT yang
menyerang kakao, tetapi tiga terpenting di Indonesia adalah Hama Penggerek Buah
Kakao (PBK), Penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) dan penyakit Busuk buah.
PBK
khusus menyerang buah kakao. Hama ini dapat menyerang mulai buah muda sampai
dengan buah masak, akan tetapi lebih menyukai buah kakao yang panjangnya lebih
dari 9 cm. Serangan PBK yang terjadi pada saat buah masih muda akan
mengakibatkan kerusakan yang cukup berat karena biji saling lengket dan melekat
kuat pada kulit buah, sehingga akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas
biji kakao.
Hama penggerek
buah kakao saat ini telah menyerang hampir di seluruh provinsi penghasil kakao
utama di Indonesia, termasuk di provinsi Kalimantan Barat. Mengingat PBK adalah
hama penting pada usaha pertanaman kakao yang sulit dideteksi dan sulit
dikendalikan maka untuk menanggulanginya perlu dilakukan berbagai cara yang
merupakan satu paket penanggulangan yang penentuannya didasarkan pada tingkat
serangan dan keadaan tanaman kakao.
Untuk
menekan kehilangan hasil akibat serangan OPT tersebut, perlu tindakan dengan
komponen pengendalian terpadu yang sudah tersedia. Tindakan pengendalian yang
dilakukan akan berhasil baik dan efektif apabila didukung oleh data hasil
pemantauan perkembangan OPT tersebut di lapangan. Efektivitas dan efisiensi
suatu tehnik pengendalian ditentukan antara lain oleh ketepatan saat pengendalian.
Untuk menentukan saat yang tepat dalam pengendalian PBK, diperlukan data
pengamatan tingkat serangan OPT tersebut di lapangan.
Kegiatan
pengamatan sangat penting artinya dalam pelaksanaan PHT, karena merupakan salah
satu tahapan dalam kegiatan perlindungan tanaman perkebunan. Kegiatan ini
meliputi pengumpulan informasi tentang populasi, tingkat serangan OPT
perkebunan, keadaan pertanaman dan faktor-faktor abiotik dan biotik yang
mempengaruhi perkembangan OPT tersebut. Namun demikian, kegiatan pengamatan OPT
saat ini masih terkendala oleh banyak faktor antara lain SDM yang terbatas,
luasnya areal pengamatan, banyaknya jenis OPT dan komoditas yang diamati serta
metode pengamatan yang cukup rumit.
Salah
satu pengembangan sistem pengamatan ditingkat wilayah adalah surveilen.
Surveilen yaitu proses untuk mengumpulkan dan mencatat data tentang terjadinya
atau keberadaan suatu OPT melalui survei, monitoring atau bentuk
lain. Kelebihan metode ini adalah mengetahui secara cepat keberadaan
serangan OPT dan persentase jumlah/areal terserang. Oleh karena itu metode ini
sangat perlu dikembangkan di Provinsi Kalimantan Barat terutama untuk OPT-OPT
penting perkebunan.
Kegiatan Pengembangan Tehnik Pengamatan Hama Penggerek Buah Kakao di 11 kecamatan di 7 kabupaten dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 1: Data Persentase Serangan 3 OPT Kakao
Hasil Pengamatan
Lokasi dan Waktu Pengamatan
|
Luas Kakao Kecamatan (Ha)
|
% Serangan PBK (%)
|
||
Kecamatan
|
Kabupaten
|
Bulan
|
||
1. Toho
|
Pontianak
|
Maret
|
323
|
61,3
|
2. Sungai Kunyit
|
Pontianak
|
Juni
|
135
|
19
|
3. Sui Raya Kepulauan
|
Bengkayang
|
Maret
|
182
|
0
|
4. Sekayam
|
Sanggau
|
Maret
|
1686
|
88
|
5. Beduai
|
Sanggau
|
oktober
|
630
|
20,6
|
6. Paloh
|
Sambas
|
Mei
|
0
|
0
|
7. Pemangkat
|
Sambas
|
Mei
|
0
|
0
|
8. Sei Kakap
|
Kubu Raya
|
Mei
|
116
|
2,9
|
9. Rasau Jaya
|
Kubu Raya
|
Des
|
17
|
74,9
|
10. Singkawang Selatan
|
Singkawang
|
Des
|
66
|
12,7
|
11. Sengah Temila
|
Landak
|
April
|
155
|
35
|
Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) merupakan hama utama dan sudah lama diketahui menyerang tanaman kakao di Kalimantan Barat. Hasil pengamatan terhadap 100 buah panen di beberapa lokasi menunjukkan bahwa hampir semua lokasi pengamatan terserang oleh hama PBK ini dengan nilai persentase serangan bervariasi dari 2,9 % sampai dengan 88 %. Tingginya serangan PBK didukung oleh kurangnya pemeliharaan dan upaya pengendalian yang dilakukan oleh petani. Kebanyakan kebun kakao hanya dibiarkan begitu saja tanpa ada upaya pengendalian yang rutin.
Di Kecamatan Sui Raya Kepulauan tidak terdapat hama PBK dikarenakan kondisi kebun kakao masih muda atau belum menghasilkan buah (umur tanaman 4 tahun), sementara di kecamatan Paloh, lokasi kebun berada di tempat yang terisolasi dan jauh dari lokasi kebun kakao yang lain. Di daerah Pemangkat, hama PBK tidak ditemukan diduga karena daerah tersebut bukan merupakan sentra pengembangan kakao.
Perbandingan Data Hasil Pengamatan UPPT dan
Kegiatan Uji terhadap 3 OPT Utama Kakao pada bulan yang sama
Perbandingan data hasil pengamatan UPPT dan Kegiatan Uji tersaji pada tabel 2.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil pengamatan dengan metode surveilans pada hampir semua OPT yang diamati lebih tinggi dibandingkan hasil pengamatan reguler oleh petugas UPPT pada bulan yang sama. Hal ini dikarenakan metode pengamatan UPPT dilakukan secara menyeluruh di semua lokasi pengamatan dimana ada komoditas yang bersangkutan tanpa mempertimbangkan ada tidaknya OPT sementara metode surveilan dilakukan secara selektif dengan mempertimbangkan pada lokasi-lokasi yg terserang oleh OPT.
Data Pengamatan surveilan PBK di lokasi Sui Raya Kepulauan lebih kecil dibandingkan data UPPT dikarenakan pengamatan dilakukan pada kebun kakao yang belum menghasilkan buah.
Perbedaan hasil ini tidak mengurangi nilai dari kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh petugas UPPT selama ini karena masing-masing metode pengamatan mempunyai kelebihan tersendiri.
Metode surveilens lebih tepat digunakan untuk tujuan tertentu seperti mengetahui keberadaan OPT tertentu di wilayah tertentu. Dengan teknik surveilens, keberadaan OPT bisa diketahui secara cepat, tepat dan efisien. Pengamatan dengan metode surveilens lebih mudah dilakukan karena jumlah sampel yang dibutuhkan lebih sedikit dan metode pengamatannya yang lebih mudah
Tabel 2: Data Perbandingan Persentase
Serangan 3 OPT Kakao Hasil Pengamatan UPPT dan Kegiatan Uji pada bulan yang
sama
Lokasi dan Waktu pengamatan
|
Luas Kakao (Ha)
|
Persentase Serangan (%)
|
|||
PBK
|
|||||
Kecamatan
|
Kabupaten
|
Bulan
|
UPPT
|
Uji
|
|
1. Toho
|
Pontianak
|
Maret
|
323
|
58,2
|
61,3
|
2. Sungai Kunyit
|
Pontianak
|
Juni
|
135
|
6,7
|
19,0
|
3. Sui Raya Kepulauan
|
Bengkayang
|
Maret
|
182
|
6,6
|
-
|
4. Sekayam
|
Sanggau
|
Maret
|
1686
|
1,7
|
88,0
|
5. Beduai
|
Sanggau
|
oktober
|
630
|
7,8
|
20,6
|
6. Sei Kakap
|
Kubu Raya
|
Mei
|
116
|
1,7
|
2,9
|
7. Rasau Jaya
|
Kubu Raya
|
Des
|
17
|
0
|
74,9
|
8. Singkawang Selatan
|
Singkawang
|
Des
|
66
|
22,7
|
12,7
|
Rata-Rata
|
13,17
|
34,92
|
Catatan :
Rata-rata persentase diambil dari 8 lokasi pengamatan yang merupakan daerah
pengamatan UPPT pada komoditas kakao (tanpa kecamatan Paloh, Pemangkat dan
Sengah Temila)
Sedangkan untuk mengetahui perkembangan OPT secara rutin di tiap kecamatan dan daerah, lebih disarankan untuk melakukan pengamatan secara rutin/pengamatan biasa. Karena pengamatan OPT dilakukan secara rutin dan lebih teliti setiap bulan sehingga perkembangan OPT yang ada di tiap daerah bisa diketahui. Perkembangan OPT tersebut kemudian dapat dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan pengendalian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar