Ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) merupakan salah satu hama penting pada tanaman kelapa sawit. Terdapat banyak jenis ulat UPDKS baik dari golongan ulat api, ulat kantong ataupun ulat bulu. Salah satu jenis ulat UPKDS yang mulai banyak menyerang di Provinsi Kalimantan Barat adalah Ulat kantong Metisa plana.
Ulat Kantong (Metisa plana Wlk)
merupakan salah satu kelompok ulat pemakan daun kelapa sawit yang merugikan
pada perkebunan kelapa sawit. Secara umum ulat kantong merupakan perusak dan
diketahui sebagai serangga perusak pada berbagai tanaman. Ulat kantong
merupakan hama penting yang paling sering muncul pada perkebunan sawit
disebabkan potensinya untuk mencapai titik puncak serangan. Ambang batas untuk
ulat kantong ini adalah 5-10 ulat per pelepah.
Metisa plana merusak tanaman
kelapa sawit dengan memakan daun tanaman untuk perkembangan tubuhnya dan untuk
pembentukan kantongnya. Larva ulat kantong lebih suka memakan daun bagian atas
dan daun bagian bawah untuk menggantung dan membentuk kantong. Kerusakan pada
tanaman kelapa sawit akan terlihat secara jelas ketika sudah terjadi defoliasi
sebesar 50%. Kerusakan pada tingkat ini akan mengurangi hasil hingga 10 ton
TBS/ha.
Disebut ulat kantong karena hidup
di dalam sebuah bangunan mirip kantung yang berasal dari potongan-potongan
daun, tangkai bunga tanaman inang, disekitar daerah serangan. Larva ulat
kantung sangat aktif makan sambil membuat kantung dari potongan daun yang agak
kasar atau kasar. Selanjutnya larva bergerak dan makan dengan hanya
mengeluarkan kepala dan kaki depannya dari dalam lubang. Larva mula-mula berada
pada permukaan atas daun, tetapi setelah kantung semakin besar berpindah menggantung
dibagian permukaan bawah daun kelapa sawit.
Ciri khas yang lain yakni pada
bagian tubuh dewasa betina kebanyakan spesies ulat kantong mereduksi dan tidak
mampu untuk terbang. Jantan memiliki sayap dan akan mencari betina karena
bau'feromon yang dikeluarkan betina untuk menarik serangga jantan.
BIOLOGI
Imago jantan berupa kupu-kupu,
antenanya panjang berbulu pada ujungnya, sayapnya berwarna coklat kehitaman.
Imago betina tidak bersayap, berbentuk seperti ulat dan tetap tinggal di dalam
kantong sampai mati. Pada waktu kopulasi, ngengat jantan aktif mendatangi
kantong ngengat betina dan kopulasi berlangsung melalui lubang di ujung
kantong. Ngengat betina kemudian meletakkan telur di dalam kantong. Ngengat
betina M. plana dapat menghasilkan telur sebanyak 100-300 butir selama
hidupnya.
Telur biasanya akan menetas
secara serempak dalam waktu 18 hari dan setelah 15 hari dalam dalam kantung
larva akan keluar secara serempak atau dalam kelompok-kelompok kecil. Keluarnya
larva dari kantung tergentung pada cuaca, sinar matahari dan angin.
Ulat yang baru menetas sangat
aktif dan bergantungan dengan benang‐benang liur yang panjang, sehingga mudah
menyebar dengan bantuan angin, terbawa manusia, binatang atau kendaraan yang
lewat di areal serangan. Hal ini mengakibatkan seringkali serangan ulat kantong
dimulai pada areal kelapa sawit yang berada di pinggir jalan. Ulat sangat aktif
makan sambil membuat kantong dari potongan daun yang dipadu dengan benang liurnya.
Selanjutnya ulat bergerak dan makan dengan hanya mengeluarkan kepala dan kaki
depannya dari dalam kantong.
Ulat atau larva berukuran lebih
kecil dibandingkan dengan M. corbetti yakni pada akhir perkembangannya dapat
mencapai panjang sekitar 12 mm, berwarna coklat kemerahan dengan panjang
kantong 15-17 mm. Kantong terbuat dari potongan daun kecil kelapa sawit. Stadia
ulat terdiri atas 4-5 instar dan berlangsung selama 50 hari. Jumlah instar
dapat meningkat dalam keadaan buruk ketika larva gagal untuk mencapai ukuran
ambang batas tertentu untuk menjadi pupa.
Pada waktu berkepompong, kantong
kelihatan halus permukaan luarnya, berukuran panjang sekitar 15 mm dan
menggantung seperti kait di permukaan bawah daun. stadia kepompong berlangsung
selama 25 hari.
Dengan demikian, total daur
hidupnya sekitar 3 bulan (stadia telur 18 hari, ulat 50 hari (4 instar),
kepompong 25 hari)
KERUSAKAN DAN PENGARUHNYA SERTA
KERUGIAN YANG DITIMBULKAN
Ulat pemakan daun kelapa sawit
(UPDKS) merupakan hama utama pada perkebunan kelapa sawit, dan sering
menimbulkan kerugian. Serangan hama ini mengakibatkan kelapa sawit kehilangan
daun, dan akhirnya akan menurunkan produksi kelapa sawit. Hasil percobaan
simulasi kerusakan daun yang dilakukan pada kelapa sawit berumur 8 tahun,
diperkirakan penurunan produksi mencapai 30-40% dalam dua tahun setelah
terjadinya kehilangan daun sebesar 50%. Apabila kerusakan daun terjadi pada
kelapa sawit yang lebih muda, maka kehilangan hasil yang ditimbulkan menjadi
lebih kecil. Kehilangan daun sebesar 50% pada tanaman kelapa sawit yang berumur
2 tahun dan 1 tahun, masing-masing akan mengakibatkan penurunan produksi
sebesar 12-24% dan < 4 % pada dua tahun pasca serangan.
Ulat kantong menyerang daun dalam
bentuk lingkaran kecil yang makin lama makin lebar dan luas. Penyerangan ini
dimulai dari pinggir daun dengan bentuk tidak rata. Ulat kantong ini tidak
memakan lidi daun. Pada serangan berat tanaman tampak gundul.
Gejala Serangan Ulat UPDKS pada
tanaman kelapa sawit
Gejala serangan Ulat Kantong
adalah daun tidak utuh lagi, rusak dan berlubang-lubang. Kerusakan helaian daun
dimulai dari lapisan epidermisnya. Kerusakan lebih lanjut adalah mengeringnya
daun yang menyebabkan tajuk bagian bawah berwarna abu-abu dan hanya daun muda
yang masih berwarna hijau. Kerusakan akibat hama ini dapat menimbulkan susut
produksi sekitar 40 %.
Di lapangan serangan ulat kantong
ditandai dengan kenampakan tanaman tajuk tanaman yang kering seperti terbakar.
Basri (1993) menunjukkan bahwa kehilangan daun dapat mencapai 46,60/o. Tanaman
pada semua umur cukup rentan terhadap serangan ulat kantong, tetapi lebih
cenderung berbahaya terjadi pada tanaman dengan umur lebih dari 8 tahun.
Keadaan ini mungkin ditimbulkan dari kemudahan penyebaran ulat kantong pada
tanaman yang lebih tua karena antar pelepah daun saling bersinggungan
Penyebaran oleh ulat kantong
dapat dipercepat oleh angin, binatang dan manusia. Walaupun demikian,
penyerangannya lebih lambat daripada ulat api. Hal ini karena imago betina ulat
kantong tidak dapat berpindah seperti halnya ulat api.
MONITORING POPULASI
Dalam keadaan aman, monitoring
UPDKS dilakukan dengan mengamati 1 pohon contoh per hektar kelapa sawit setiap
satu bulan sekali. Pada setiap pohon contoh diamati 2 pelepah daun yang
terletak pada bagian tengah dan bawah tajuk kelapa sawit. Apabila terjadi serangan
UPDKS maka jumlah pohon contoh ditambah menjadi 5 pohon per hektar dan diamati
setiap 2 minggu sekali. Cukup diamati satu pelepah daun per pohon contoh yakni
pada pelepah daun yang diduga paling banyak dijumpai UPDKS. Namun demikian
apabila serangan hama sudah merata dan meliputi hamparan yang luas maka cukup
diambil 1 pohon contoh per hektar.
Selanjutnya apabila hendak
dilakukan tindakan pengendalian maka perlu dihitung populasi UPDKS pada saat
sebelum pengendalian dan seminggu setelah pengendalian. Hal ini perlu untuk
menentukan perlu tidaknya dilakukan pengendalian ulang. Adapun padat populasi
kritis untuk ulat Metisa plana adalah 5-10 ulat/kantong per pelepah daun
PENGENDALIAN
Tindakan pengendalian hama
dilaksanakan sesuai dengan hasil monitoring populasi, dan hanya dilakukan
apabila populasi hama tersebut melampaui padat populasi kritis yang ditentukan
(M. plana : 5‐10 ekor ulat/pelepah), serta mengutamakan pelestarian musuh alami
yang ada di dalam ekosistem kelapa sawit.
Penggunaan insektisida kimia
sintetik diupayakan sebagai tindakan terakhir, dan sedapat mungkin dipilih
jenis insektisida serta teknik aplikasi yang paling aman bagi lingkungan,
khususnya untuk kelangsungan hidup parasitoid dan predator dari hama sasaran.
Perlindungan musuh alami seperti
predator, parasitoid dan mikroorganisme entomopatogen yang banyak dijumpai di
areal kelapa sawit perlu dilakukan, mengingat peranannya yang besar di dalam
membantu mengendalikan populasi ulat kantong. Predator Sycanus dichotomus dan S.
leucomesus (Hemiptera: Reduviidae) serta Callimerus arcufer
(Coleoptera : Cleridae) merupakan pemangsa utama ulat kantong, khususnya M.
plana. Ketiga predator tersebut secara bersama‐sama dapat menurunkan populasi
ulat kantong M. plana sampai 50%.
Gambar : Predator Sycanus sp yang
merupakan musuh alami dari ulat M. plana
Parasitoid memiliki potensi untuk
mengendalikan hama secara biologi. Parasitoid Apanteles metisae dan Brachymeria
sp. (Hymenoptera : Braconidae) juga sering dijumpai memarasit larva dari M.
corbetti maupun M. plana. Pada keadaan yang sesuai tingkat parasitasi A.
metisae dapat mencapai 70%.
Selain itu, dijumpai adanya jamur
Beauveria bassiana yang menginfeksi dan menyebabkan kematian pada ulat kantong.
Sehubungan dengan hal itu,
disarankan pengendalian dengan insektisida agar digunakan jenis dan teknik aplikasi
insektisida yang relatif aman terhadap musuh alami tersebut. Di samping itu,
vegetasi liar yang tumbuh di sekitar areal kelapa sawit, khususnya yang
menghasilkan bunga, sebaiknya dibiarkan, karena dapat berfungsi sebagai tempat
hidup inang pengganti atau sebagai sumber pakan tambahan dari musuh alami
tersebut.
Pengendalian secara mekanis
Tindakan ini adalah berupa
pengutipan ulat kantong secara langsung pada kelapa sawit yang terserang. Hal
ini perlu dilakukan di pembibitan serta pada bibit yang akan ditanam di
lapangan, karena seringkali sumber serangan pertama kali berasal dari
pembibitan. Selain itu, upaya pengendalian tersebut juga baik dilakukan pada
awal serangan, yakni pada saat serangan ulat kantong masih terbatas pada
beberapa tanaman saja. Pada saat terjadi ledakan populasi ulat kantong di areal
tanaman muda, maka tindakan pengutipan dapat dilakukan untuk membersihkan sisa
ulat yang lolos dari pemberantasan dan sempat berkepompong. Tindakan ini besar
manfaatnya, mengingat jumlah telur yang dapat dihasilkan oleh seekor ngengat
betina relatif banyak, terutama M. corbetti, sehingga besar potensinya untuk
dapat menimbulkan ledakan populasi pada generasi berikutnya
Pengendalian secara kimiawi
Pengendalian secara kimiawi
dilakukan sebagai pilihan terakhir apabila keadaan cara lain tidak dapat
menghentikan perkembangan populasi ulat kantong di areal kelapa sawit.
Mengingat hama ini selalu terlindung di dalam kantongnya, maka pada prinsipnya
perlu digunakan insektisida yang bersifat racun perut atau sistemik. Aplikasi
insektisida dapat dilakukan dengan teknik absorpsi akar dan penyemprotan pada
tanaman muda, atau dengan injeksi batang dan pengkabutan pada areal tanaman tua
(berumur lebih dari 6 tahun). Absorsi akar dan injeksi batang dilakukan menggunakan
insektisida sistemik. Teknik ini sangat sesuai untuk mengatasi spot‐spot
serangan ulat kantong, khususnya pada areal plasma.
Untuk mengetahui jenis
insektisida sistemik yang masih diizinkan maka sebaiknya tetap merujuk kepada
buku hijau yaitu buku yang memuat daftar jenis dan merek dagang pestisida yang
boleh digunakan dan dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian. Untuk teknik injeksi
batang dan infus akar, dosis yang dianjurkan biasanya adalah 20‐30 ml
produk/pohon, dengan interval aplikasi 2‐4 minggu, tergantung kepada keadaan
populasi ulat kantong. Tapi sekali lagi perlu melihat Kembali ke label anjuran
untuk masing-masing jenis insektisida karena bisa jadi berbeda-beda.
Beberapa merek insektisida yang
direkomendasikan untuk pengendalian ulat kantong antara lain adalah SIDAZINON
600 EC, PROVIDE-X 21/45 SC, ALSYSTIN 480 SC, ASTERTRIN 250 EC, DANGKE 40 WP,
DEMOLISH 18 EC, DESTELLO 480 SC, DIAZINON 600 EC, FOLTUS 400 SL, MANTHENE
75 SP, MANUVER 400 SL, MARSHAL 200 EC, ORTHENE 75 SP, ORTRAN 75 SP, PERCIS 30
EC dan PREVATHON 50 SC.
PENUTUP
Bila terjadi serangan hama ulat
pemakan daun pada tanaman kelapa sawit (UPDKS) maka langkah-langkah yang perlu
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Mengenal (mengidentifikasi)
jenis ulat yang menyerang.
2. Menentukan tingkat serangan
ulat api (untuk jenis ulat kantong Metisa plana populasi kritis: 5-10
ulat/pelepah).
3. Bila populasi masih di bawah
populasi kritis, pengamatan global diteruskan dan peranan parasit &
predator ditingkatkan.
4. Bila populasi telah mencapai
populasi kritis dilakukan pengamatan efektif (halus). Untuk menurunkan populasi
dilakukan pengendalian hayati, kimia dan secara fisik/mekanis. Pengendalian
secara kimiawi dapat dilakukan dengan tehnik penyemprotan, pengasapan, injeksi
batang ataupun infus akar.
5. Bila populasi telah berada di
bawah populasi kritis, pengamatan global dilakukan secara teratur. Di samping
itu, upaya pengendalian menggunakan parasit & predator (konservasi musuh
alami) dikembangkan di lokasi serangan.
DAFTAR PUSTAKA
- Sipayung, A. dan Sudharto Ps. 1990. PENGELOLAAN HAMA TERPADU PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT. Pertemuan teknis Kelapa sawit di PT. Perkebunan VIII, Mei 1990
- Sudharto Ps., A. Sipayung, C. U. Ginting. 1999. PEDOMAN TEKNIS ULAT KANTONG SERTA CARA PENGENDALIANNYA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT. PPKS Medan. Pub. No: O4-1.3-Pub-99 Januari 1999
- Dr. A. Razak Purba, MS dkk. Tanpa tahun. Budidaya Kelapa sawit. Pusat Penelitian kelapa Sawit Medan. M-100-404. ISBN 979-8529-27-8
- Ruskandi dan Odih Setiawan. 2004. TEHNIK PENGENDALIAN HAMA PEMAKAN DAUN KELAPA MELALUI INFUS AKAR. Buletin Tehnik Pertanian Vol 9 Nomor 2, 2004.
- Prawirosukarto, S., Djamin, A., dan Dj. Pardede. 1997. Pengendalian Ulat Pemakan Daun Kelapa sawit Secara Terpadu. Dalam Prosiding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit: Pengendalian Hama Oryctes rhinoceros dan Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit Secara Terpadu. (eds: Arifin Djamin, Rolettha Y. Purba, Petrus Purba, M. Lukman Fadli, Eka Nuryanto), Medan 24 Juni 1997. Pusat Penelitian Kelapa sawit. Medan. hal. 1-8
- Pusat Penelitian Kelapa Sawit. tt. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Sumatera Utara
- Purba Y., Rolettha. 2004. Pengendalian Organisme pengganggu tumbuhan (OPT) Penting pada Tanaman Kelapa sawit dalam Pertemuan Pengembangan Informasi terkini, Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Kalimantan Barat, Pontianak, 11 Oktober 2004.
Disusun oleh :
Erlan Ardiana Rismansyah
Analisis Hama, Predator dan
Parasitoid Laboratorium Identifikasi OPT
30 Maret 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar