Kamis, 31 Maret 2016

REKOMENDASI PENGENDALIAN ULAT KANTUNG METISA PLANA PADA TANAMAN KELAPA SAWIT


Ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) merupakan salah satu hama penting pada tanaman kelapa sawit. Terdapat banyak jenis ulat UPDKS baik dari golongan ulat api, ulat kantong ataupun ulat bulu. Salah satu jenis ulat UPKDS yang mulai banyak menyerang di Provinsi Kalimantan Barat adalah Ulat kantong Metisa plana.

Ulat Kantong (Metisa plana Wlk) merupakan salah satu kelompok ulat pemakan daun kelapa sawit yang merugikan pada perkebunan kelapa sawit. Secara umum ulat kantong merupakan perusak dan diketahui sebagai serangga perusak pada berbagai tanaman. Ulat kantong merupakan hama penting yang paling sering muncul pada perkebunan sawit disebabkan potensinya untuk mencapai titik puncak serangan. Ambang batas untuk ulat kantong ini adalah 5-10 ulat per pelepah.

Metisa plana merusak tanaman kelapa sawit dengan memakan daun tanaman untuk perkembangan tubuhnya dan untuk pembentukan kantongnya. Larva ulat kantong lebih suka memakan daun bagian atas dan daun bagian bawah untuk menggantung dan membentuk kantong. Kerusakan pada tanaman kelapa sawit akan terlihat secara jelas ketika sudah terjadi defoliasi sebesar 50%. Kerusakan pada tingkat ini akan mengurangi hasil hingga 10 ton TBS/ha.

Disebut ulat kantong karena hidup di dalam sebuah bangunan mirip kantung yang berasal dari potongan-potongan daun, tangkai bunga tanaman inang, disekitar daerah serangan. Larva ulat kantung sangat aktif makan sambil membuat kantung dari potongan daun yang agak kasar atau kasar. Selanjutnya larva bergerak dan makan dengan hanya mengeluarkan kepala dan kaki depannya dari dalam lubang. Larva mula-mula berada pada permukaan atas daun, tetapi setelah kantung semakin besar berpindah menggantung dibagian permukaan bawah daun kelapa sawit.




Ciri khas yang lain yakni pada bagian tubuh dewasa betina kebanyakan spesies ulat kantong mereduksi dan tidak mampu untuk terbang. Jantan memiliki sayap dan akan mencari betina karena bau'feromon yang dikeluarkan betina untuk menarik serangga jantan.

BIOLOGI

Imago jantan berupa kupu-kupu, antenanya panjang berbulu pada ujungnya, sayapnya berwarna coklat kehitaman. Imago betina tidak bersayap, berbentuk seperti ulat dan tetap tinggal di dalam kantong sampai mati. Pada waktu kopulasi, ngengat jantan aktif mendatangi kantong ngengat betina dan kopulasi berlangsung melalui lubang di ujung kantong. Ngengat betina kemudian meletakkan telur di dalam kantong. Ngengat betina M. plana dapat menghasilkan telur sebanyak 100-300 butir selama hidupnya.

Telur biasanya akan menetas secara serempak dalam waktu 18 hari dan setelah 15 hari dalam dalam kantung larva akan keluar secara serempak atau dalam kelompok-kelompok kecil. Keluarnya larva dari kantung tergentung pada cuaca, sinar matahari dan angin.

Ulat yang baru menetas sangat aktif dan bergantungan dengan benang‐benang liur yang panjang, sehingga mudah menyebar dengan bantuan angin, terbawa manusia, binatang atau kendaraan yang lewat di areal serangan. Hal ini mengakibatkan seringkali serangan ulat kantong dimulai pada areal kelapa sawit yang berada di pinggir jalan. Ulat sangat aktif makan sambil membuat kantong dari potongan daun yang dipadu dengan benang liurnya. Selanjutnya ulat bergerak dan makan dengan hanya mengeluarkan kepala dan kaki depannya dari dalam kantong.

Ulat atau larva berukuran lebih kecil dibandingkan dengan M. corbetti yakni pada akhir perkembangannya dapat mencapai panjang sekitar 12 mm, berwarna coklat kemerahan dengan panjang kantong 15-17 mm. Kantong terbuat dari potongan daun kecil kelapa sawit. Stadia ulat terdiri atas 4-5 instar dan berlangsung selama 50 hari. Jumlah instar dapat meningkat dalam keadaan buruk ketika larva gagal untuk mencapai ukuran ambang batas tertentu untuk menjadi pupa.

Pada waktu berkepompong, kantong kelihatan halus permukaan luarnya, berukuran panjang sekitar 15 mm dan menggantung seperti kait di permukaan bawah daun. stadia kepompong berlangsung selama 25 hari.

Dengan demikian, total daur hidupnya sekitar 3 bulan (stadia telur 18 hari, ulat 50 hari (4 instar), kepompong 25 hari)

KERUSAKAN DAN PENGARUHNYA SERTA KERUGIAN YANG DITIMBULKAN

Ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) merupakan hama utama pada perkebunan kelapa sawit, dan sering menimbulkan kerugian. Serangan hama ini mengakibatkan kelapa sawit kehilangan daun, dan akhirnya akan menurunkan produksi kelapa sawit. Hasil percobaan simulasi kerusakan daun yang dilakukan pada kelapa sawit berumur 8 tahun, diperkirakan penurunan produksi mencapai 30-40% dalam dua tahun setelah terjadinya kehilangan daun sebesar 50%. Apabila kerusakan daun terjadi pada kelapa sawit yang lebih muda, maka kehilangan hasil yang ditimbulkan menjadi lebih kecil. Kehilangan daun sebesar 50% pada tanaman kelapa sawit yang berumur 2 tahun dan 1 tahun, masing-masing akan mengakibatkan penurunan produksi sebesar 12-24% dan < 4 % pada dua tahun pasca serangan.

Ulat kantong menyerang daun dalam bentuk lingkaran kecil yang makin lama makin lebar dan luas. Penyerangan ini dimulai dari pinggir daun dengan bentuk tidak rata. Ulat kantong ini tidak memakan lidi daun. Pada serangan berat tanaman tampak gundul.


Gejala Serangan Ulat UPDKS pada tanaman kelapa sawit

Gejala serangan Ulat Kantong adalah daun tidak utuh lagi, rusak dan berlubang-lubang. Kerusakan helaian daun dimulai dari lapisan epidermisnya. Kerusakan lebih lanjut adalah mengeringnya daun yang menyebabkan tajuk bagian bawah berwarna abu-abu dan hanya daun muda yang masih berwarna hijau. Kerusakan akibat hama ini dapat menimbulkan susut produksi sekitar 40 %.

Di lapangan serangan ulat kantong ditandai dengan kenampakan tanaman tajuk tanaman yang kering seperti terbakar. Basri (1993) menunjukkan bahwa kehilangan daun dapat mencapai 46,60/o. Tanaman pada semua umur cukup rentan terhadap serangan ulat kantong, tetapi lebih cenderung berbahaya terjadi pada tanaman dengan umur lebih dari 8 tahun. Keadaan ini mungkin ditimbulkan dari kemudahan penyebaran ulat kantong pada tanaman yang lebih tua karena antar pelepah daun saling bersinggungan

Penyebaran oleh ulat kantong dapat dipercepat oleh angin, binatang dan manusia. Walaupun demikian, penyerangannya lebih lambat daripada ulat api. Hal ini karena imago betina ulat kantong tidak dapat berpindah seperti halnya ulat api.

MONITORING POPULASI

Dalam keadaan aman, monitoring UPDKS dilakukan dengan mengamati 1 pohon contoh per hektar kelapa sawit setiap satu bulan sekali. Pada setiap pohon contoh diamati 2 pelepah daun yang terletak pada bagian tengah dan bawah tajuk kelapa sawit. Apabila terjadi serangan UPDKS maka jumlah pohon contoh ditambah menjadi 5 pohon per hektar dan diamati setiap 2 minggu sekali. Cukup diamati satu pelepah daun per pohon contoh yakni pada pelepah daun yang diduga paling banyak dijumpai UPDKS. Namun demikian apabila serangan hama sudah merata dan meliputi hamparan yang luas maka cukup diambil 1 pohon contoh per hektar.

Selanjutnya apabila hendak dilakukan tindakan pengendalian maka perlu dihitung populasi UPDKS pada saat sebelum pengendalian dan seminggu setelah pengendalian. Hal ini perlu untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pengendalian ulang. Adapun padat populasi kritis untuk ulat Metisa plana adalah 5-10 ulat/kantong per pelepah daun

PENGENDALIAN

Tindakan pengendalian hama dilaksanakan sesuai dengan hasil monitoring populasi, dan hanya dilakukan apabila populasi hama tersebut melampaui padat populasi kritis yang ditentukan (M. plana : 5‐10 ekor ulat/pelepah), serta mengutamakan pelestarian musuh alami yang ada di dalam ekosistem kelapa sawit.

Penggunaan insektisida kimia sintetik diupayakan sebagai tindakan terakhir, dan sedapat mungkin dipilih jenis insektisida serta teknik aplikasi yang paling aman bagi lingkungan, khususnya untuk kelangsungan hidup parasitoid dan predator dari hama sasaran.

Perlindungan musuh alami seperti predator, parasitoid dan mikroorganisme entomopatogen yang banyak dijumpai di areal kelapa sawit perlu dilakukan, mengingat peranannya yang besar di dalam membantu mengendalikan populasi ulat kantong. Predator Sycanus dichotomus dan S. leucomesus (Hemiptera: Reduviidae) serta Callimerus arcufer (Coleoptera : Cleridae) merupakan pemangsa utama ulat kantong, khususnya M. plana. Ketiga predator tersebut secara bersama‐sama dapat menurunkan populasi ulat kantong M. plana sampai 50%.



Gambar : Predator Sycanus sp yang merupakan musuh alami dari ulat M. plana

Parasitoid memiliki potensi untuk mengendalikan hama secara biologi. Parasitoid Apanteles metisae dan Brachymeria sp. (Hymenoptera : Braconidae) juga sering dijumpai memarasit larva dari M. corbetti maupun M. plana. Pada keadaan yang sesuai tingkat parasitasi A. metisae dapat mencapai 70%.

Selain itu, dijumpai adanya jamur Beauveria bassiana yang menginfeksi dan menyebabkan kematian pada ulat kantong.

Sehubungan dengan hal itu, disarankan pengendalian dengan insektisida agar digunakan jenis dan teknik aplikasi insektisida yang relatif aman terhadap musuh alami tersebut. Di samping itu, vegetasi liar yang tumbuh di sekitar areal kelapa sawit, khususnya yang menghasilkan bunga, sebaiknya dibiarkan, karena dapat berfungsi sebagai tempat hidup inang pengganti atau sebagai sumber pakan tambahan dari musuh alami tersebut.

Pengendalian secara mekanis

Tindakan ini adalah berupa pengutipan ulat kantong secara langsung pada kelapa sawit yang terserang. Hal ini perlu dilakukan di pembibitan serta pada bibit yang akan ditanam di lapangan, karena seringkali sumber serangan pertama kali berasal dari pembibitan. Selain itu, upaya pengendalian tersebut juga baik dilakukan pada awal serangan, yakni pada saat serangan ulat kantong masih terbatas pada beberapa tanaman saja. Pada saat terjadi ledakan populasi ulat kantong di areal tanaman muda, maka tindakan pengutipan dapat dilakukan untuk membersihkan sisa ulat yang lolos dari pemberantasan dan sempat berkepompong. Tindakan ini besar manfaatnya, mengingat jumlah telur yang dapat dihasilkan oleh seekor ngengat betina relatif banyak, terutama M. corbetti, sehingga besar potensinya untuk dapat menimbulkan ledakan populasi pada generasi berikutnya

Pengendalian secara kimiawi

Pengendalian secara kimiawi dilakukan sebagai pilihan terakhir apabila keadaan cara lain tidak dapat menghentikan perkembangan populasi ulat kantong di areal kelapa sawit. Mengingat hama ini selalu terlindung di dalam kantongnya, maka pada prinsipnya perlu digunakan insektisida yang bersifat racun perut atau sistemik. Aplikasi insektisida dapat dilakukan dengan teknik absorpsi akar dan penyemprotan pada tanaman muda, atau dengan injeksi batang dan pengkabutan pada areal tanaman tua (berumur lebih dari 6 tahun). Absorsi akar dan injeksi batang dilakukan menggunakan insektisida sistemik. Teknik ini sangat sesuai untuk mengatasi spot‐spot serangan ulat kantong, khususnya pada areal plasma.




Untuk mengetahui jenis insektisida sistemik yang masih diizinkan maka sebaiknya tetap merujuk kepada buku hijau yaitu buku yang memuat daftar jenis dan merek dagang pestisida yang boleh digunakan dan dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian. Untuk teknik injeksi batang dan infus akar, dosis yang dianjurkan biasanya adalah 20‐30 ml produk/pohon, dengan interval aplikasi 2‐4 minggu, tergantung kepada keadaan populasi ulat kantong. Tapi sekali lagi perlu melihat Kembali ke label anjuran untuk masing-masing jenis insektisida karena bisa jadi berbeda-beda.

Beberapa merek insektisida yang direkomendasikan untuk pengendalian ulat kantong antara lain adalah SIDAZINON 600 EC, PROVIDE-X 21/45 SC, ALSYSTIN 480 SC, ASTERTRIN 250 EC, DANGKE 40 WP, DEMOLISH 18 EC,  DESTELLO 480 SC, DIAZINON 600 EC, FOLTUS 400 SL, MANTHENE 75 SP, MANUVER 400 SL, MARSHAL 200 EC, ORTHENE 75 SP, ORTRAN 75 SP, PERCIS 30 EC dan PREVATHON 50 SC.

PENUTUP

Bila terjadi serangan hama ulat pemakan daun pada tanaman kelapa sawit (UPDKS) maka langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Mengenal (mengidentifikasi) jenis ulat yang menyerang.

2. Menentukan tingkat serangan ulat api (untuk jenis ulat kantong Metisa plana populasi kritis: 5-10 ulat/pelepah).

3. Bila populasi masih di bawah populasi kritis, pengamatan global diteruskan dan peranan parasit & predator ditingkatkan.

4. Bila populasi telah mencapai populasi kritis dilakukan pengamatan efektif (halus). Untuk menurunkan populasi dilakukan pengendalian hayati, kimia dan secara fisik/mekanis. Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan tehnik penyemprotan, pengasapan, injeksi batang ataupun infus akar.

5. Bila populasi telah berada di bawah populasi kritis, pengamatan global dilakukan secara teratur. Di samping itu, upaya pengendalian menggunakan parasit & predator (konservasi musuh alami) dikembangkan di lokasi serangan.

DAFTAR PUSTAKA

  • Sipayung, A. dan Sudharto Ps. 1990. PENGELOLAAN HAMA TERPADU PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT. Pertemuan teknis Kelapa sawit di PT. Perkebunan VIII, Mei 1990
  • Sudharto  Ps., A. Sipayung, C. U. Ginting. 1999. PEDOMAN TEKNIS ULAT KANTONG SERTA CARA PENGENDALIANNYA DI PERKEBUNAN KELAPA  SAWIT. PPKS Medan. Pub. No: O4-1.3-Pub-99 Januari  1999
  • Dr. A. Razak Purba, MS dkk. Tanpa tahun. Budidaya Kelapa sawit. Pusat Penelitian kelapa Sawit  Medan. M-100-404. ISBN 979-8529-27-8
  • Ruskandi dan Odih Setiawan. 2004. TEHNIK PENGENDALIAN HAMA PEMAKAN DAUN KELAPA MELALUI INFUS AKAR. Buletin Tehnik Pertanian Vol 9 Nomor 2, 2004.
  • Prawirosukarto, S., Djamin, A., dan Dj. Pardede. 1997. Pengendalian Ulat Pemakan Daun Kelapa sawit Secara Terpadu. Dalam Prosiding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit: Pengendalian Hama Oryctes rhinoceros dan Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit  Secara Terpadu. (eds: Arifin Djamin, Rolettha Y. Purba, Petrus Purba, M. Lukman Fadli, Eka Nuryanto), Medan 24 Juni 1997. Pusat Penelitian Kelapa sawit. Medan. hal. 1-8
  • Pusat Penelitian Kelapa Sawit. tt. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Sumatera Utara
  • Purba Y., Rolettha. 2004. Pengendalian Organisme pengganggu tumbuhan (OPT) Penting pada Tanaman Kelapa sawit dalam Pertemuan Pengembangan Informasi terkini, Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Kalimantan Barat, Pontianak, 11 Oktober 2004.



Disusun oleh :
Erlan Ardiana Rismansyah
Analisis Hama, Predator dan Parasitoid Laboratorium Identifikasi OPT
30 Maret 2016



Tidak ada komentar:

Posting Komentar