Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera
Barat (Sumbar), Fajaruddin pada acara Kunjungan Pers Ditjenbun di Padang,
Sumbar, Kamis, 14 April 2016, membenarkan bahwa besarnya potensi tanaman
tumpang sari antara tanaman kelapa sawit dengan tanaman pangan seperti padi
jagung dan kedelai. Sebab hanya dengan melakukan tumpang sari maka petani tetap
akan mendapatkan pendapatan, tidak harus menunggu hingga minimal 3,5 tahun.
Sebab seperti diketahui tanaman pangan, seperti padi dan jagung setidaknya
dalam setahun bisa panen antara 2- 3 kali. Hal ini maka petani tetap bisa
tersenyum meski tanaman sawit sedang di replanting. Apalagi jika tanaman pangan
yang dibudidayakannya bisa mendapatkan hasil yang maksimal. “Jadi sambil
menunggu tanaman sawit berbuah, petani tetap bisa menghidupi keluarganya
melalui tanaman tumpang sarinya,” kata Fajaruddin kepada Para Pejabat Kehumasan
lingkup Kementerian Pertanian dan wartawan yang hadir pada acara tersebut.
Lebih lanjut Fajaruddin menjelaskan,
berdasarkan catatan Dinas Perkebunan Provinsi Sumbar saat ini dari total luas
areal tanaman kelapa sawit sebesar 390.380 hektar yang dimiliki oleh petani
sebesar 192.153 hektar, perkebunan besar milik negara sebesar 9.261, dan
dikuasai oleh perusahaan swasta sebesar 188.966 hektar. Tapi masalahnya meski
perkebunan rakyat mendominasi setengah dari total luas areal yang ada,
produktivitasnya jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas
perkebunan milik pemerintah apalagi dengan perusahaan swasata. Hal ini karena
perkebunan milik rakyat sudah banyak yang tua, dan masih banyak petani yang
menggunakan benih yang tidak bersertifikat. Melihat hal ini maka mau tidak mau
replanting adalah solusinya agar produktivitas perkebunan milik rakyat bisa
meningkat. “Jadi coba lihat saja tanaman kelapa sawit disini usianya rata-rata
1979 - 1980 karena berawal dari program Perkebunan Inti Rakyat (PIR)
bekerjasama dengan PTPN VI,” jelas Fajaruddin.
Sebab, lanjut Fajaruddin, jika tanaman
tersebut akan didiamkan tentunya juga akan berpengaruh terhadap
produktivitasnya. Terbukti, jika dahulu tanaman yang ditanam tahun 1979 bisa
berproduktivitas mencapai 30 – 35 ton/hektar/tahun, tapi kini menurun menjadi
14 – 15 ton/hektar/tahun. Angka tersebut sangatlah kecil karena usia tanaman
rata-rata sudah diatas 25 tahun. Ini juga artinya dengan menurunnya
produktivitas maka menurun juga pendapatan yang dihasilkan oleh petani. “Kita
berharap dengan melakukan replanting maka diharapkan produktivitas akan kembali
tinggi dan petani dapat kembali tersenyum,” harap Fajaruddin.
Hal ini karena, menurut Fajaruddin, dahulu
masuknya tanaman kelapa sawit di Sumbar menjadi titik tumbuh perekonomian bagi
masyarat. Lalu karena perkebunan juga terjadi pemekaran. Artinya, perkebunan
benar-benar memberikan arti bagi masyarakat.
Melihat kelapa sawit sangat penting bagi
masyarakat maka Pemerintah sudah seharusnya membantu perkebunan rakyat yang
saat ini kondisinya sudah sangat tua. Adapun bantuan penggunaan benih kelapa
sawit bersertifikat terdapat di Kabupaten Solok Selatan sebesar 5.000 batang,
Kabupaten Sijunjung sebesar 5.875 batang, Kabupaten Pasaman Barat sebesar 6.125
batang. Sedangkan untuk intensifikasi seperti pembesaran, pemeliharaan dan
distribusi benih kelapa sawit prenursery dilakukan di Kabupaten Pesisir Selatan
sebesar 4.000 batang, Kabupaten Agam sebesar 5.000 batang, dan Kabupaten
Pasaman Barat sebesar 2.000 batang.
“Semua ini dilakukan guna mengembalikan
produktivitas perkebunan milik rakyat,” ucap Fajaruddin. Bahkan harus diakui,
menurut Fajaruddin, petani tidak hanya senang karena tanamannya kembali muda
dan berproduktivitasnya tinggi karena menggunakan benih bersertifikat, tapi juga
selama menungggu tanaman sawit hingga tanaman menghasilkan (TM) petani tetap
mendapatkan hasil, yaitu dari tanaman pangan yang ditanam di sela-sela tanaman
sawit.
“Jadi petani kelapa sawit tidak hanya akan
menghasilkan produktivitas yang tinggi, tapi juga tetap mendapatkan hasil
selama menunggu buah serta mendukung peningkatan produksi,” terang Fajaruddin.
Sumber Artikel :
http://ditjenbun.pertanian.go.id/berita-404-sinergitas-perkebunan-sawit-dengan-tanaman-pangan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar