Selasa, 19 April 2016

KAJIAN PENAMBAHAN PEREKAT ALAMI UNTUK PESTISIDA NABATI TAHUN ANGGARAN 2015


Kumbang janur kelapa (Brontispa longgissima Gestro) saat ini menjadi ancaman bagi perkelapaan nasional maupun internasional. Serangan berat hama ini dapat mengakibatkan penurunan produksi hingga 50% dan kematian tanaman muda sekitar 5% (Balitka, 2009). 
Hama Brontispa longgissima dilaporkan pertama kali dari Kep. Aru (Kep. Maluku) pada tahun 1885. Hama yang diduga berasal dari Indonesia (Kep. Aru dan Prop. Papua) dan Papua Nugini, pada awalnya tidak menimbulkan masalah serius karena hanya terbatas pada beberapa wilayah, namun pada beberapa tahun belakangan ini, telah menyebar luas ke hampir seluruh propinsi di Indonesia dan beberapa Negara di Asia Pasisik. Brontispa Longgissima  menyerang semua tingkat umur tanaman, mulai tanaman yang masih di pembibitan sampai pada tanaman kelapa tua di lapangan. Serangan berat hama ini dapat mengakibatkan penurunan produksi kelapa bahkan kematian tanaman. Kehilangan hasil bisa mencapai 50% di Kec. Inobonto, Kab. Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara pada Bulan April 2008 menunjukkan sekitar 5% tanaman muda mati akibat serangan hama Brontispa longgissima (Balitka, 2009).  

Di Provinsi Kalimantan Barat, kumbang janur kelapa merupakan hama utama dan penting yang menyerang perkebunan kelapa. Data tahun 2011 diketahui kumbang ini telah merusak kebun kelapa seluas 2456 hektar di 7 kabupaten dengan kerugian hasil diestimasi sebesar Rp 57,591.203,8 (Laporan OPT Bulan Desember 2011, BPTP Pontianak)
Kumbang janur kelapa dikenal sebagai hama yang polifag atau memakan lebih dari satu jenis tumbuhan/tanaman. Selain kelapa sebagai tanaman yang paling disukai, hama ini juga menyerang tanaman palma lainnya seperti Pinang, sagu, California Fan palm, Mexican Fan Palm, Whingtonia robusta, Chinese Fan Palm, Livistona chinesis, Fox tail palm, Alexandar Palm, Phoenix roebelenii, Nipa Palm, Kelapa sawit, Elaeis guneesis, Nicobar palm, Carpentaria Palm. Di Australia, hama ini dilaporkan menyerang 27 jenis tanaman palma biasa dan eksotik (Singh dan Rethinam, 2005 dalam Balitka, 2009).
Gejala serangan Brontispa longgissima mudah dikenali. Imago dan larva hama ini mulai menyerang pucuk kelapa yang belum terbuka dan menggerek lapisan epidermis parenchyma daun, sehingga menimbulkan bercak-bercak cokelat memanjang dalam suatu garis lurus dan garis-garis tersebut sejajar satu dengan lainnya. Serangan terus menerus menyebabkan bercak-bercak ini kemudian menyatu sehingga daun berwarna kecokelatan kemudian mengering, kelihatan mengeriput, sehingga setelah pelepah terbuka penuh daun kelihatan seperti terbakar.
Usaha pengendalian hama tersebut telah banyak dilakukan dari mulai penggunaan insektisida kimia sintetik, mekanis maupun secara biologi dengan penggunaan musuh alami. Penggunaan insektisida sintetik yang mengandung zat-zat kimia beresiko terhadap pencemaran lingkungan karena senyawa kimia yang terkandung di dalamnya sulit terdegredasi. Untuk mengurangi penggerek insektisida sintetik ini, perlu dilakukan terobosan-terobosan untuk memperoleh metode pengendalian baru yang relatif lebih aman terhadap lingkungan. Salah satu bahan yang dapat dikaji adalah penggunaan pestisida nabati.
Salah satu alternatif pengendalian Brontispa longissima adalah pestisida nabati, tetapi keefektifannya banyak ditentukan oleh kondisi lingkungan seperti curah hujan dan sinar matahari khususnya sinar ultraviolet yang dapat merusak senyawa insektisidal yang terkandung di dalamnya. Dalam aplikasinya pestisida nabati perlu dilindungi antara lain menggunakan bahan perekat maupun bahan pembawa sehingga pengaruh buruk tersebut dapat dieliminir.
Oleh karena itu pada tahun 2015 Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak mengalokasikan anggaran untuk kegiatan kajian penambahan perekat alami untuk pestisida nabati dalam rangka meningkatkan keefektifan pestisida nabati untuk mengendalikan hama Brontispa longissima pada tanaman kelapa.
Kegiatan dilaksanakan dengan metode eksperimental dengan Rancangan Acak lengkap (RAL). Perlakuan yang digunakan sebanyak 8 perlakukan dan diulang sebanyak 4 ulangan. Perlakuan tersebut adalah Larutan ekstrak kasar daun mimba 10 % ditambah dengan minyak kelapa sawit, minyak Jagung, telur bebek, telur ayam, perekat sintetik, tanpa perekat, Pestisida kimia anjuran (tanpa perekat) (0,25 ml/l) dan kontrol. Satu satuan perlakuan terdiri dari 10 serangga uji. Total serangga uji yang dibutuhkan adalah sebanyak 320 ekor serangga uji.
Hasil pengujian menunjukkan penggunaan perekat alami secara umum mampu meningkatkan mortalitas larva brontispa yang terpapar oleh ekstrak daun mimba 10 % kecuali pada perlakuan perekat menggunakan telur bebek. Perlakuan perekat yang menyebabkan mortalitas tertinggi adalah menggunakan telur ayam dimana mortalitas pada 24 jam dan 48 jam setelah perlakuan adalah sebesar 47,5% dan 75 %.





Laboratorium Lapangan
46 Halaman
2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar