Kegiatan saya kali ini dilakukan
pada tanggal 21-23 Agustus 2014 dan merupakan bagian dari kegiatan Demonstrasi
Plot (Demplot) Pengendalian OPT Penting Tanaman Perkebunan Spesifik Kalimantan
Barat 5 Lokasi yang dilaksanakan di wilayah binaan UPPT Paloh, Kabupaten
Sambas. Demplot yang dilaksanakan adalah pengendalian hama Kumbang kelapa
(Oryctes rhinoceros) menggunakan feromon dan insektisida biologis Metarhizium
anisopliae.
Materi kegiatan berisi pengamatan
dan penghitungan jumlah feromon yang dipasang di kebun kelapa terserang serta
penjelasan tentang insektisida biologis dan demonstrasi aplikasi jamur
entomopatogen Metarhizium anisopliae di sarang-sarang kumbang kelapa.
Pertemuan dengan Kelompok Tani Dusun
Peria Desa Tanah Hitam Kecamatan paloh Kabupaten Sambas, yang disampaikan
petugas dari BPTP Pontianak 2 orang, serta didampingi 3 petugas UPPT, serta
diikuti 20 orang petani.
Materi yang disampaikan mencakup:
- Penyegaran aplikasi dan penggunaan Feromon Kumbang Kelapa.
- Penghitungan jumlah serangga yang tertangkap di feromon yang dipasang serta mengidentifikasi jenis kumbang yang terperangkap
- Memasukkan data jumlah kumbang yang diperoleh ke dalam tabel pengamatan
- Sosialisasi penggunaan, cara kerja insektisida biologis Metarhizium anisopliae dan cara aplikasinya pada sarang-sarang kelapa
- Pengenalan ciri-ciri sarang alami Oryctes rhinoceros
- Demonstrasi cara penaburan/aplikasi insektisida biologis Metarhizium anisoliae di kebun kelapa
TEHNIK PENGGUNAAN FEROMON SEKS KUMBANG KELAPA DAN HASIL TANGKAPAN
Pengendalian untuk mengendalikan
kumbang kelapa dilaksanakan menggunakan feromon dengan bahan feromon terdaftar FEROMONAS (bahan
aktif ethyl-4-Methyl- Octanoate). Selain untuk kelapa, produk ini juga
digunakan pada pertanaman kelapa sawit. Produk ini disediakan dalam kemasan
plastik berpori yang berisi 1 ml per sachet yang dapat bertahan selama 2-3
bulan di lapangan. Feromonas dirancang untuk mudah diaplikasikan di lapangan
serta efektif menarik kumbang jantan maupun betina. Dalam aplikasinya, agar lebih
efektif penggunaan Feromonas dapat dikombinasikan dengan jamur Metarrhizium
anisopliae, insektisida karbosulfan, dan pengutipan secara manual.
Aplikasi feromon untuk
mengendalikan hama O. rhinoceros dapat dilakukan dengan menggunakan perangkap pipa
paralon ataupun ember. Pada kegiatan ini digunakan wadah perangkap
berupa ember yang dipasang dengan cara digantung pada tiang dengan setinggi
kurang lebih 4 meter. Feromon sintetik digantung dengan
menggunakan kawat benrat
tepat di atas
lubang masuk tersebut.
Pengamatan tingkat kerusakan
tanaman perlu dilakukan sebelum dan sesudah aplikasi feromon.
Dipilih 25 pohon
kelapa secara sistematis
dalam setiap hektar
kebun sampel dan dinomori
untuk pengamatan selanjutnya
setelah aplikasi. Diamati
5 pelepah daun termuda
dan dihitung jumlah
guntingan akibat serangan O. rhinoceros. Pengamatan terhadap jumlah O. rhinoceros yang
tertangkap dilakukan setiap minggu. Hasil pengamatan tingkat kerusakan tanaman
pada kebun sampel terlampir, demikian pula dengan data tangkapan pada 10 perangkap yang
dipasang.
Hasil pengamatan pemasangan
feromon menunjukkan semua perangkap yang dipasang terdapat kumbang oryctes yang
terperangkap dengan jumlah yang beragam. Selain itu diperoleh jenis kumbang
lain seperti kumbang Xylotropus dan Rhynchoporus sp.
Pada kegiatan selanjutnya
pemasangan dilanjutkan untuk dilakukan terhadap 10 petani lain yang belum
melaksanakan pemasangan feromon di kebunnya masing-masing. Petani tersebut
diwajibkan untuk melakukan pengamatan selama 1 minggu sekali dan dikumpulkan
pada pertemuan terakhir.
DEMONSTRASI PLOT PENABURAN Metarhizium anisopliae
Di Indoneisa M. anisopliae sudah
dikembangkan untuk mengendalikan hama kelapa yaitu Oryctes rhinoceros L. Pada
kumbang kelapa, jamur tersebut menyerang larva dan kumbang (Gabriel, 1989;
Mangoendihardjo & Mahrub, 1983). Dalam keadaan yang sesuai jamur ini dapat
mengakibatkan infeksi dengan persentase yang cukup tinggi (Anonim, 1977) Secara
alami jamur ini dapat menimbulkan kematian larva di atas 25 persen dalam tahun
basah, sedangkan pada tahun kering
kematian larva antara 1 sampai 5 persen (Marshall, 1978). Menurut Tjoa
Tjien Mo (1953), jamur M. anisopliae daya infeksinya lebih tinggi pada larva
yang setengah dan hampir stadia akhir, tetapi dapat juga memparasit pupa dan
imago. Jamur ini tersebar di seluruh dunia, walaupun lebih lazim tersebar di
daerah tropis yang bertemperatur tinggi, karena temperatur tinggi diperlukan
untuk perrtumbuhannya (Gabriel, 1989).
Cara aplikasi pengendalian di
lapang sebagai berikut : gunakan satu ekor ‘larva mati jamur’ per meter persegi
sarang, 1 – 2 kali setahun atau larva mati jamur disebar di lapang dengan dosis
4 larva mati jamur dicampur dengan 1 kg serbuk gergaji kemudian disebar di
lapang pada sarang-sarang larva 1 – 2 kali setahun. Bila jamur M. anisopliae
dalam media jagung, disebar pada sarang-sarang larva dengan dosis 20 g per m
persegi sarang. Epizootik akan segera terjadi di dalam sarang, selama sarang
tetap aktif (selalu ada larva) jamur dapat tumbuh berkesinambungan, tetapi
apabila sarang tidak aktif lagi jamur ikut mati. Penyebaran cukup 1 kali
setahun atau kalau perlu diulang 6 bulan kemudian. Penyebaran dilakukan dengan
membenamkan jamur sedalam 5 cm dari permukaan sarang. Pada tempat penggergajian
kayu sebaiknya sedalam 20 – 30 cm. Lakukan penyebaran pada musim penghujan atau
hari-hari berawan (Anonim, 1993).
Penelitian Setyono dkk (1985)
menunjukkan bahwa semakin tinggi pemberian dosis jamur M. anisopliae akan
menyebabkan semakin cepat dan meningkat kematian larva hama O. rhinoceros.
Dosis 20 g jamur per meter persegi sarang sudah cukup untuk mengendalikan hama O.
rhinoceros.
Dalam kegiatan ini dilakukan
penjelasan mengenai penggunaan insektisida biologis Metarhizium anisopliae dan
metode aplikasi serta cara kerjanya. Setiap petani mendapatkan 10 bungkus Metarhizium
formulasi yang masing-masing berisi 25 gram. 1 buah sarang Oryctes membutuhkan
1-2 bungkus sehingga dalam satu hektar diperlukan 5-10 bungkus. Tahap
berikutnya dilakukan demonstrasi pencarian sarang Oryctes dan cara penaburan
insektisida biologis tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN :
Dari kegiatan ini telah dilakukan
pengamatan terhadap jumlah serangga kumbang kelapa yang terperangkap dalam
feromon yang dipasang. Hasil tangkapan terlihat pada tabel.
Dilakukan sosialisasi penggunaan
jamur entomopatogen Metarhizium anisopliae yang merupakan metode pengendalian
hayati sebagai komplemen dari pengendalian kumbang kelapa secara terpadu.
Sosialisasi meliputi penjelasan mengenai Metarhizium anisopliae, cara
aplikasinya dan demonstrasi cara aplikasi M. anisopliae. Diharapkan petani
dapat mengenali sarang-sarang oryctes dan dapat mengaplikasikan jamur ini
secara tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar