Salah satu kegiatan DIPA Tahun Anggaran 2023 Unit Laboratorium Lapangan BPTP Pontianak adalah Kegiatan Perbanyakan dan Penyebaran Musuh Alami Predator. Untuk jenis Musuh alami yang direncanakan adalah Predator Cecopet. Untuk persiapan pelaksanaan kegiatan tersebut maka Laboratorium Lapangan BPTP Pontianak mengundang Koordinator BPT BPTP Pontianak untuk melaksanakan diskusi dan tukar informasi mengenai teknis perbanyakan dan penyebaran predator cecopet. Pada tahun 2014 Koordinator merupakan pelaksana kegiatan Perbanyakan dan penyebaran Predator Cecopet sehingga diharapkan dapat memberikan informasi tambahan kepada personil laboratorium dalam melaksanakan kegiatan perbanyakan dan penyebaran predator tersebut pada tahun 2023 ini.
Bimbingan/konsultasi teknis di Ruang Kerja Laboratorium Lapangan BPTP Pontianak dilaksanakan selama 4 jam pada hari Selasa, 31 Januari 2023 dalam bentuk pemaparan informasi dan pengalaman penulis pada saat melaksanakan kegiatan perbanyakan dan pelepasan predator cecopet meliputi :
1.
Pengenalan Predator Cecopet
2.
Metode Perbanyakan Predator Cecopet
3.
Metode Pelepasan Predator di lapangan
Setelah
pemaparan informasi tersebut maka dilaksanakan kegiatan tanya jawab dan diskusi
dengan personil Laboratorium Lapangan.
Materi Konsultasi
Cocopet
merupakan predator umum yang dilaporkan bisa memangsa hama perusak tanaman.
Pemberian nama “earwig” atau cocopet terhadap serangga yang bersifat nokturnal
dan berasal dari ordo Dermaptera ini diangkat dari cerita kuno yang
mengutarakan bahwa cocopet sering memasuki telinga anak-anak pada waktu malam
ketika mereka sedang tidur. Dasar pemberian nama tersebut tidaklah benar,
karena dialam serangga ini ternyata berperan sebagai musuh alami penting yang
turut menjaga keseimbangan populasi hama perusak tanaman termasuk hama perusak
pucuk kelapa Brontispa longissima.
Beberapa
jenis cocopet yang berperan dalam pengendalian hayati antara lain Celisoches
morio yang dilaporkan bisa memangsa B. longissima; Euborellia annulipes
bisa memangsa hama Tirathaba fructivora, hama tanaman jagung, Ostrinia
furnacalis (Guenee) (Pyralidae; Lepidoptera), Spodoptera sp dan Spodoptera
litura (Fabr).
Berdasarkan
suatu studi tentang penggunaan predator, 75 % dari hasil-hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa predator umum (General predator) dapat menurunkan
populasi hama secara nyata. Penelitian tentang potensi cocopet dalam memangsa
hama perusak pucuk kelapa, B. longissima telah dilakukan. B.
longissima pada belakangan ini telah menarik perhatian dunia akibat
penyebarannya yang begitu cepat ke beberapa negara di Asia, Australia dan
kepulauan pasifik serta beberapa provinsi di Indonesia. Serangan berat dapat
mengakibatkan penurunan produksi kelapa bahkan kematian tanaman. Serangan berat
yang terjadi di Vietnam menyebabkan kehilangan hasil sampai 50 % dan sekitar 5
% tanaman kelapa mati akibat serangan B. longissima.
Hasil pengujian kemampuan memangsa cocopet C. morio terhadap berbagai tahap perkembangan hama B. longissima menunjukkan bahwa semua tahap perkembangan yang diuji yakni larva instar satu sampai lima, pupa dan imago dapat dimangsa. Cocopet menggunakan forcepnya (cerci) untuk menangkap mangsa. Dengan tubuh yang lentur, cocopet membengkokkan badannya dan memakan tubuh B. longissima. Jika B. longissima sudah tidak bergerak maka akan dilepaskannya dari jepitan forcep dan melanjutkan memakan tubuh B. longissima. Sementara memakan tubuh B. longissima, cocopet bisa juga menggunakan forcepnya untuk menangkap hama lain yang menyentuh tubuhnya. Kebiasaan yang sama ditemukan juga pada cocopet Euborellia annulipes pada saat memangsa hama kelapaTirathaba fructivora.
Kemampuan
tertinggi C. morio dalam memangsa B. longissima ditemuka pada
saat memangsa larva istar fua dan jumlah terendah pada imago. Rata-rata jumlah
larva instar dua yang dimangsa dalam waktu 24 jam adalah 23,5 ekor. Hasil
penelitian ini menunjukkan potensi dari C. morio untuk digunakan dalam
pengendalian hama B. longissima di lapang. Tingginya jumlah larva instar
dua yang dimangsa dibandingkan instar lain kemungkinan disebabkan oleh
kecepatan mencari dan waktu penangkapan dan konsumsi yang lebih tinggi. Larva
instar satu tubuhnya paling kecil diantara tahap perkembangan hama yang diuji,
sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencari larva yang kecil lebih banyak.
Sedangkan untuk larva instar lanjut (3,4 dan 5) ukuran tubuhnya sudah semakin
besar, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menangkap dan mengkonsumsi lebih
lama. Imago yang dapat dimangsa jumlahnya paling sedikit. Hal disebabkan karena
integumen dan elitra dari imago cukup keras sehingga menyulitkan cocopet untuk
memangsanya.
Cocopet
bisa diperbanyak dengan menggunakan media buatan. Perbanyakan cocopet C.
morio dapat dilakukan dengan menggunakan metode perbanyakan Euborellia
annulipes yang dikembangkan oleh Morello-Rejesus dan Punzalan (2002).
Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah campuran pakan ternak anjing buatan dalam
bentuk bubuk atau butiran dan tongkol jagung dengan perbandingan 1:1, pasir dan
tanah dengan perbandingan 3:1. Pada awalnya paka diberikan sebanyak 400 gram
(200 gram pakan ternak anjing dan 200 gram tongkol jagung halus). Pakan
ditambahkan sebanyak 200 gram setiap 10 hari. 1 kg pakan (0,5 kg pakan ternak
anjing dan 0,5 kg tongkol jagung halus) dibutuhkan setiap bulan. Wadah
pemeliharaan berukuran diameter 14,5 cm dan tinggi 8,5 cm (dapat digunakan
berbagai ukuran tergantung kebutuhan) diisi 1/3 volumenya dengan bahan-bahan
tersebut. Sebanyak 200 ekor cocopet yang terdiri dari jantan dan betina dengan
perbandingan 1:3 dapat diisi dalam satu wadah.
Tahapan pelepasan di lapangan adalah sebagai berikut (Anonim, 1994) :
a. Dipilih cecopet yang sudah instar 4 dan imago.
b. Masukkan cecopet yang hendak dilepas sesuai perlakuan ke dalam mangkok kecil (cap es krim) yang tutupnya diberi kawat kasa
c. Sebelum dilepas, cecopet dipuasakan selama 1 hari
d. Pada waktu mau dilepas, cecopet diberi air secukupnya terlebih dahulu (dengan memerciki ke dalam wadah berisi cecopet)
e. Pelepasan dilakukan pada pagi atau sore hari.
Pengamatan lapangan
Pengamatan dilakukan 2 bulan setelah pelapasan predator.
Pengamatan dilakukan dengan menghitung tingkat kerusakan tanaman dan jumlah
predator pada setiap pohon sampel. Waktu pengamatan dilakukan pada sore hari
antara pukul 15.00-17.00 WIB sesuai dengan aktivitas hama dan predator. Data
yang diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis.
MATERI PRESENTASI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar