Minggu, 23 Oktober 2011

Sekenyang apakah dirimu makan, wahai satria baja hitam??

Sekenyang apakah dirimu makan, wahai satria baja hitam??



Masih mengeksplorasi bahan sekitar kumbang janur kelapa, dari beberapa musuh alami kumbang janur yang kami peroleh (lihat artikel Mengeroyok Si Perusak Janur .....), saya lebih tertarik untuk mencari lebih dalam profil si tangguh yang berbalut warna hitam mengkilat. Siapa lagi kalau bukan COCOPET.  Saya sebut si “tangguh”, karena saya terkesan dengan perawakannya yang gagah, kekar terlebih dibalut dengan kulit berwarna hitam mengkilat dan dilengkapi dengan capit diujung ekornya. Wah, benar-benar kayak satria baja hitam.... (he...he...he...).


COCOPET (earwig) ini memang pantas dikatagorikan sebagai kelompok predator, dengan tubuh yang lebih besar dari mangsanya, lebih gesit dan cepat maka ia akan mempredasi mangsa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Saya belum tahu jenis COCOPET yang saya dapat, tapi dari literatur Chelisoches morio Ferr., adalah jenis cocopet yang merupakan predator hama kumbang janur kelapa (Brontispa longissima, Plesispa reichei) (Jelfina C.A dkk., 2004; Jelfina C.A. 2009). Selain kumbang janur, cocopet juga merupakan predator dari beberapa hama lain seperti  Lalat buah pisang (Bactrocera musae, banana fruit fly), Kumbang Sagu (Rhynchophorus ferrugineus), Brontispa sp, Peregrinus maidis (corn planthopper) dan kepik penghisap buah lada (Dasynus piperis) (CABI, 2005; Anonim, 2004).

Dalam percobaan sederhana, saya ingin mengetahui potensi cocopet dalam statusnya sebagai predator kumbang janur kelapa. Berapa banyak porsi yang ia butuhkan saat makan hingga kenyang? 

Bisa dibilang ini hanya kegiatan pendahuluan, dan tidak mengikuti kaidah eksperimental secara ilmiah dikarenakan keterbatasan waktu, dan bahan. Tapi setidaknya dapat diperoleh informasi jumlah yang dimakan oleh cocopet ini.

Untuk kegiatan ini maka saya menyiapkan bahan dan alat yaitu predator cocopet dewasa, kumbang janur stadia imago dan larva sebagai mangsanya, wadah tempat uji berupa wadah plastik, air, tisu, kuas dan kain kasa sebagai penutup wadah agar tidak ada intervensi dari hewan-hewan lain.

 wadah tempat kegiatan

Dalam kegiatan ini, saya hanya menggunakan 2 cocopet dewasa dalam 2 wadah terpisah. Sebelum pelaksanaan pengujian, cocopet yang diuji dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam, kemudian masing-masing cocopet dimasukkan ke dalam wadah. Setelah itu dimasukkan mangsa berupa larva dalam 1 wadah dan mangsa berupa imago dalam wadah satunya lagi. Mangsa yang digunakan sebanyak 50 ekor. Setelah itu dilakukan pengamatan predasi selama 24 jam.

Cocopet sepertinya dalam kondisi kurang mangsa dapat bersifat kanibal. Sebelum kegiatan ini, cocopet yang saya peroleh sebanyak 5 ekor dengan perincian 3 ekor dewasa dan 2 ekor cocopet muda. Dan semuanya saya masukkan dalam 1 wadah (tanpa mangsa). Tapi keesokan harinya saya hanya menemukan 3 ekor cocopet dewasa dan 2 mayat cocopet muda yang sudah tercabik-cabik tubuhnya. Saya berpikir ini anak pasti dimakan yang tua, karena tidak tidak ada peluang buat cocopet keluar dari wadah dan binatang lain masuk ke dalam kasa (wadah ditutup oleh kasa dan ditempatkan diatas baskom plastik berisi air). Selain itu, pertimbangan saya yang lain adalah predator banyak yang bersifat kanibal pada kondisi kurang mangsa/makanan. Jadi, dengan alibi tersebut, 3 cocopet dewasa itu adalah satu-satunya tersangka !!

Dalam 30 menit pertama setelah dimasukkan ke dalam wadah, cocopet Cuma berputar-putar di dalam wadah tanpa memperdulikan mangsa (seolah-olah tidak ada). Bahkan saya perhatikan, ada mangsa yang keinjak-injak ketika ia bergerak (mungkin lagi pemanasan kali...). dan setelah 30 menit itu barulah cocopet memakan larva yang pertama. Sementara pada wadah yang berisi imago, cocopet belum juga makan (mungkin mikir-mikir kali ya, soalnya badan mangsanya cukup besar juga....keder juga rupanya).

 cocopet yang dimasukkan tidak langsung makan tetapi berputar-putar di dalam wadah, mungkin sebagai aktivitas orientasi lingkungan yang baru

Cocopet menggunakan forcepnya (cerci) untuk menangkap, menjepit hingga tidak dapat bergerak dan mematikan mangsa. Dengan tubuh yang lentur, cocopet membengkokkan badannya dan memakan tubuh. Dalam pengamatan, cocopet memakan dimulai pada bagian abdomen sedikit dibawah kepala mangsa, sehingga ketika selesai makan, maka kepala mangsa akan tersisa. 


proses predasi cocopet terhadap larva kumbang janur. Terlihat cerci cocopet menjepit mangsa hingga tidak dapat bergerak dan tubuh cocopet yang lentur sehingga bisa membengkok dan mampu memakan mangsa

bagian kepala mangsa yang tersisa setelah tubuh larva dimakan oleh cocopet


Dari literatur diketahui bahwa saat memakan tubuh mangsa, cocopet bisa juga menggunakan forcepnya untuk menangkap hama lain yang menyentuh tubuhnya (Jelfina C.A. 2009)

Setelah 24 jam, jumlah stadium larva kumbang janur yang dimakan oleh cocopet adalah sebanyak 6 ekor sedangkan pada stadium imago hanya sebanyak 2 ekor. 

Cocopet (Chelisoches morio Ferrier) memangsa hampir semua tahap perkembangan kumbang janur. C. morio dapat memangsa larva instar satu sampai lima, pupa dan imago B. longissima Kemampuan memangsa tertinggi terdapat pada larva B. longissima instar dua dan yang terendah pada imago. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata jumlah larva instar 2 yang dimakan dalam waktu 24 jam adalah 23,5 ekor (Jelfina C. Alouw, 2009).
jumlah larva yang dimangsa lebih banyak dibandingkan imago kemungkinan disebabkan oleh kecepatan mencari dan waktu penangkapan dan konsumsi yang lebih tinggi. Sedangkan Imago yang dapat dimangsa lebih sedikit. Hal disebabkan karena integumen dan elitra dari imago cukup keras sehingga menyulitkan cocopet untuk memangsanya(Jelfina C. Alouw, 2009).

Siklus hidup cocopet (C. morio) kurang lebih 35,5 hari, seekor betina dapat menghasilkan telur 200-300 butir dengan perbandingan seks rasio 1:1. Stadia nimfa mengalami 5 instar. Kebanyakan jenis cocopet aktif pada malam hari dibandingkan pada siang hari. Stadia nimfa 3, 4 dan imago sangat aktif dan rakus (Anonim, 2004).

Informasi kemampuan memangsa cocopet sebagai predator hama kelapa sangat penting diketahui. Selain untuk menunjukkan potensi dan manfaatnya sebagai pengendali hayati, juga dapat memberikan gambaran tentang cara perbanyakan dengan metode sederhana. 

Sumber Pustaka

  • Jelfina C. Alouw. 2009. Cocopet, Sahabat Petani dalam Pengendalian Hama Brontispa longissima. Info Tek Perkebunan Volume 1 Nomor 4, April 2009 Hal 15
  • Anonim. 2005. CAB International
  • Anonim. 2004. Metode pengembangbiakan Chelisoches morio untuk pengendalian hama penghisap buah lada Dasyus piperis. Laporan Kerja BCA Specialist 2002-2004. Lampiran 3. Integrated Pest Management for Smallholder Estate Crop Project (IPM-SECP). 4 hal.
  • oleh Jelfina C. Alouw, F. Tumewan dan M.L.A Hosang. 2004. Pengendalian Hayati Hama Kumbang Bibit Kelapa Plesispa reichei (Chapuis) (Coleoptera: Chrysomellidae). Makalah Pertemuan Pengembangan Teknologi Perlindungan Perkebunan Regional Kalimantan T.A. 2004. Proyek Proteksi Tanaman Perkebunan Kalimantan Barat, Pontianak. 2004.
  • Setyolaksono, M. P. 2011. Musuh Alami Brontispa longissima.  BBP2TP Ambon. http://ditjenbun.deptan.go.id/bbp2tpbon/index.php?option=com_content&view=article&id=64:musuh-alami-brontispa-longissima&catid=12:news

 By erlanardianarismansyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar