
Pinang merupakan tanaman perkebunan yang termasuk sebagai mata dagang
ekspor non migas yang sangat potensial di pasar internasional, yang telah
menyumbang devisa yang tidak kecil bagi perekonomian negara dan masyarakat
Indonesia. Perbanyakan pinang sirih dilakukan dengan biji dari buah yang
benar-benar sudah tua. Biji yang akan dijadikan benih harus diambil dari pohon
induk yang berumur kira-kira 15 tahun, akan tetapi lebih baik lagi kalau
produksi buah dari pohon induk tersebut dari setiap tahunnya mampu menghasilkan
sekitar 350 butir atau lebih per pohon (Dirjenbun, 2014).
Di Indonesia Tanaman pinang tumbuh secara liar atau ditanam sebagai
tanaman pekarangan kecuali di beberapa daerah di Sumatera sebagian petani sudah
mulai membudidayakan walaupun tidak dalam areal yang luas (Novarianto dan
Mahmud, 1988 dalam Miftahorrachman dkk., 2015). Pinang sudah umum dimanfaatkan
di India, Sri Lanka, Maldives, Bangladesh, Myanmar, dan sebagian besar
masyarakat di Kepulauan Asia Pasifik. Juga populer di Indonesia Thailand, Kamboja,
Malaysia, Vietnam, Filipina, Laos, dan Cina (Gupta et al., 2002 dalam Miftahorrachman
dkk., 2015).
Hampir semua bagian tanaman pinang dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan manusia mulai dari alat rumah tangga hingga mengatasi berbagai
gangguan penyakit. Menurut Natalini dan Syahid (2007), tanaman pinang terutama
bagian bijinya telah lama dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai penyakit
seperti haid dengan darah berlebihan, mimisan, panu, kudis, cacingan, disentri
dan gigi goyang.
Peluang pengembangan tanaman di beberapa daerah seperti Aceh, Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Riau, Jambi, Nusa Tenggara Timur, dan Papua
cukup besar, tapi masih belum diprioritaskan. Perluasan areal dan rehabilitasi
tanaman adalah program yang harus mendapat prioritas pada beberapa daerah
sentra produksi (Pandin dan Rompas, 1994)
Berbagai kendala ditemui oleh petani dalam mengusahakan komoditas ini
terutama mengenai budidaya, dan ketersediaan benih varietas unggul untuk
pengembangan tanaman. Selama ini dalam pengembangan tanaman pinang, petani hanya
memanfaatkan benih asalan serta penerapan teknik budidaya yang kurang optimal.
Sebagai tanaman yang diambil hasilnya, pinang juga tidak terlepas dari
adanya gangguan hama dan penyakit. Upaya pengendalian yang dilakukan masih
belum dilakukan secara baik, selain dikarenakan komoditas pinang ini masih
merupakan komoditas sampingan, juga karena minimnya informasi mengenai
jenis-jenis organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang menyerang tanaman pinang
sehingga terkadang bila dilakukan pengendalianpun bisa tidak tepat sasaran.
Sehubungan dengan masalah tersebut maka mengetahui jenis-jenis
organisme yang mengganggu tanaman pinang sangat diperlukan. Salah satu usaha
untuk memperoleh informasi tersebut adalah dengan melakukan kegiatan
inventarisasi dan identifikasi. Inventarisasi hama penyakit merupakan salah
satu faktor penting dalam membangun informasi hama penyakit termasuk sistem
peringatan dan peramalan keadaaan hama penyakit. Hal ini sangat penting bagi
para petani, penyuluh maupun para pengambil kebijakan dalam menentukan
kebijakan yang tepat waktu, tempat dan
sasaran (Marhaeni, 2008)
Unduh (klik gambar)
Catatan :
Dokumen Draf 1 (unplublishing document, hanya untuk kalangan sendiri).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar