Pendahuluan
Usaha tani lada dalam perkembangannya mengalami pasang surut sejalan
dengan perkembangan pasar internasional dan nasional. Mulai tahun 90-an,
kemampuan Indonesia memasok kebutuhan lada dunia terus menurun dan sejak tahun
2000 posisi Indonesia telah digantikan oleh Vietnam sebagai pemasok lada hitam.
Pada tahun 2001, Indonesia hanya mampu memenuhi 27% kebutuhan dunia. Isu
nasional akibat penurunan ini antara lain karena tingkat produktivitas tanaman
dan produksinya yang rendah, tingginya tingkat kehilangan hasil lada akibat
serangan hama dan penyakit, usaha tani yang belum efisien dan masih rendahnya
proses alih teknologi ke tingkat petani (Media Perkebunan Edisi Juni-Juli 2005)
Perkebunan lada di Indonesia umumnya (98%) merupakan perkebunan
rakyat. Masalah yang dihadapi oleh perkebunan rakyat antara lain pemilikan
lahan yang sempit, pemeliharaan seadanya, terbatasnya sarana/prasarana,
kurangnya pengetahuan serta ketrampilan untuk mengembangkan usaha atau dengan
kata lain yang mereka lakukan adalah berkebun, belum mengusahakan perkebunan.
Akibatnya produktivitas tanaman dan pendapatannya tetap rendah bahkan cenderung
menurun di beberapa tahun terakhir. Menurut data statistik perkebunan tahun
2007, rata-rata produksi lada di Lampung adalah 485 kg/ha, di Kalimantan Barat
1.063 kg/ha, dan di Bangka 783 kg/ha (Dyah Manohara dan Dono Wahyuno, 2009).
Tanaman lada merupakan salah satu komoditas ekspor tradisional
andalan yang diperoleh dari buah lada “black pepper”. Meskipun tanaman ini
bukan berasal dari Indonesia, namun keberadaannya sangat penting dalam
menunjang perdagangan luar negeri. Tentu kita masih ingat apa motivasi para
penjajah dari negara Eropa yang malakukan perjalanan jauh guna mencari bahan
rempah-rempah tersebut. Hal itu telah membuktikan betapa pentingnya peran lada
dalam perekonomian. Lada sangat dibutuhkan terutama sebagai produk rempah-rempah,
maupun bahan baku industri produk lain.
Namun demikian, upaya pengembangan produksi lada dalam negeri selalu mengalami kendala. Sebagian besar kendala dikarenakan karena kurangnya pemeliharaan tanaman serta adanya gangguan berbagai macam organisme pengganggu tumbuhan pada tanaman lada baik hama, penyakit maupun gulma. Upaya pengendalian OPT lada tidak terlepas dengan kegiatan monitoring opt dan pembinaan petani yang dilakukan secara rutin dan konsisten. Data hasil pengamatan dapat digunakan sebagai data untuk mengup to date kondisi perlindungan tanaman khususnya dalam rangka sistem peringatan dini (EWS) bagi petani dan pelaksana perlindungan perkebunan.
Namun demikian, upaya pengembangan produksi lada dalam negeri selalu mengalami kendala. Sebagian besar kendala dikarenakan karena kurangnya pemeliharaan tanaman serta adanya gangguan berbagai macam organisme pengganggu tumbuhan pada tanaman lada baik hama, penyakit maupun gulma. Upaya pengendalian OPT lada tidak terlepas dengan kegiatan monitoring opt dan pembinaan petani yang dilakukan secara rutin dan konsisten. Data hasil pengamatan dapat digunakan sebagai data untuk mengup to date kondisi perlindungan tanaman khususnya dalam rangka sistem peringatan dini (EWS) bagi petani dan pelaksana perlindungan perkebunan.
Tujuan Kegiatan
Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui jenis organisme pengganggu
tumbuhan penting pada kebun lada rakyat di Kecamatan Sungai Raya Kabupaten
Bengkayang serta upaya pengendaliannya.
Waktu dan Tempat
Kegiatan pengamatan OPT penting tanaman lada ini
dilaksanakan di lokasi Desa Sungai Jaga A, Sungai Jaga
B, Sungai Duri Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Bengkayang bersama-sama dengan petugas UPPT pada tanggal 1-5
Mei 2012. Data hasil pengamatan lapangan kemudian diolah dan dianalisis di
Laboratorium Lapangan BPTP Pontianak pada bulan Juli 2012.
Metode Kegiatan
Kegiatan monitoring opt penting lada ini dilakukan dengan metode
survei dan wawancara dengan petani lada serta analisis data hasil pengamatan
HASIL KEGIATAN
Gambaran Umum Pertanaman
Lada di Kecamatan Sungai Raya
Di Kecamatan Sungai Raya, tanaman lada umumnya diusahakan secara intensif
baik oleh petani. Di lokasi kegiatan, lada diusahakan pada tanah podsolik merah
kuning bekas lahan karet yang miskin hara, di lereng-lereng bukit dengan
kemiringan 20%. Curah hujan 3.000 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan 180.
Fluktuasi suhu rata-rata 22-32C.
Luas kebun lada yang dimiliki oleh petani di lokasi pengamatan
(direpresentasikan dengan jumlah tanaman) berkisar antara 200-1000 batang,
dengan varietas yang ditanam bervariasi antara lada daun sempit dan lada daun
lebar, selain itu bahkan ada yang bercampur antar varietas.
Tajar yang digunakan oleh petani antara lain berupa tajar hidup
yaitu batang karet, gamal, dadap serta tajar mati berupa batang karet.
Pemangkasan tajar biasanya dilakukan 3 bulan sekali.
Untuk bibit yang digunakan berasal dari pembibitan stek dari tanaman
yang ditanam oleh petani sendiri. Umumnya tanaman yang hendak dijadikan untuk
bibit berumur sekitar 2 tahun. stek diambil 4-5 buku/ruas yang baik dan telah
berakar dan 2 buku setek ditanam di dalam tanah.
Pupuk organik hanya digunakan pada awal pertanaman ketika hendak
melakukan penanaman. Adapun pupuk anorganik diberikan tidak secara teratur dan
biasanya pada saat tanaman berbunga atau setelah panen. Jenis pupuk yang
digunakan antara lain: KCl, NPK, dan pupuk organik berupa abu kotoran sapi.
Tindakan pemeliharaan dilakukan dengan penyiangan gulma, pemangkasan
dan pembuatan drainase. Saluran drainase dibuat agar tidak terjadi genangan
air. Sedangkan pemangkasan dilakukan untuk menghilangkan sulur yang tidak
bercabang.
Tehnik budidaya yang dapat merugikan tanaman diantaranya pelukaan
akar yang terjadi akibat penyiangan bersih maupun pelukaan selama pembuatan
parit untuk pemupukan. Sistem penyiangan bersih juga membantu penyebaran
propagul inokulum dan memperbesar proses infeksi daun yang dekat permukaan
tanah yaitu melalui percikan air hujan. Kebun lada terletak di lokasi tanah
miring yang tidak dilengkapi dengan parit melintang, maka air hujan akan
mengalir dengan leluasa pada permukaan tanah yang licin dan bila diatas lereng
terdapat tanaman yang sakit, maka besar kemungkinannya spora (zoospora) yang
dihasilkan akan menyebar dan menginfeksi tanaman lada lainnya yang berada di
lereng bagian bawah.
Lemahnya kondisi tanaman akibat pelukaan akar yang intensif dan
jaringan tanaman yang sukulen akibat pemupukan N (urea) yang berlebihan
merupakan faktor yang menyebabkan timbulnya infeksi Phytophthora pada tanaman
lada.
PENGAMATAN
OPT PENTING TANAMAN LADA
Hasil pengamatan OPT penting tanaman lada yang
terdapat di Kecamatan Sungai Raya meliputi hama Penggerek cabang lada,
penghisap bunga, penghisap buah, kutu, rayap, penyakit busuk pangkal batang,
penyakit kuning, penyakit kerdil dan keriting, penyakit ganggang pirang,
penyakit ekor kuda (Marasmius sp),
penyakit jaring laba-laba (Marasmius sp).
Penyakit Busuk Pangkal Batang (Phytophthora capsici)
Penyakit busuk
pangkal batang masih merupakan penyakit utama yang menyerang tanaman lada di
kecamatan Sungai Raya dan sangat dikeluhkan oleh petani lada di daerah
tersebut. Penyakit biasanya menyerang tanaman bagian pangkal batang dan akar.
Namun dalam keadaan tertentu dapat juga menyerang bagian daun, cabang dan buah.
Infeksi pada bagian pangkal batang biasanya terjadi kurang lebih setinggi 30 –
35 cm dari permukaan tanah. Serangan terbesar biasanya terjadi pada saat musim
hujan. Karena pada saat itu, cuaca yang ada sangat mendukung bagi pertumbuhan
dan perkembangan patogen pada tanaman. Penampakannya bisa kita lihat apabila
pangkal batang diiris secara membujur terlihat garis-garis yang berwarna coklat
kehitam-hitaman dan kemudian membusuk. Gejala serangan dini pada bagian batang
maupun akar sulit diketahui. Gejala yang khas dari penyakit ini adalah kelayuan
tanaman. Infeksi pada pangkal batang menyebabkan terjadinya perubahan wana
kulit menjadi hitam. Pada keadaan lembab, gejala hitam tersebut nampak seperti
berlendir berwarna agak biru. Kulit pangkal batang tersebut kadang-kadang
terlepas dan tinggal jaringan pembuluh yang berwarna coklat. Daun-daun yang
layu seringkali tetap tergantung dan berubah warna coklat sampai hitam.
Pada tingkat
serangan yang berat, seluruh bagian dari batang dan akar yang terserang akan
mengalami pembusukan. Patogen ini akan merusak jaringan Xylem dan Phloem
sehingga translokasi hara dan air ke daun dan translokasi hasil metabolis dari
daun ke seluruh bagian tanaman menjadi terhambat. Akibatnya daun menjadi layu,
kemudian daunnya gugur dan berakhir dengan kematian. Berdasarkan proses
kelayuannya, serangan BPBL membuat daun menjadi menguning dan diikuti dengan
gugurnya daun-daun. Gugurnya daun berangsur-angsur dari bagian tengah berwarna
abu-abu. Daun yang terserang kemudian menjadi keriput dan akhirnya gugur.
Data hasil pengamatan pada bulan Mei 2012 serangan
penyakit busuk pangkal batang di UPPT Sungai Raya diperkirakan mencapai luas 8
hektar. Upaya pengendalian yang dilakukan tidak banyak dilakukan kecuali dalam
bentuk eradikasi tanaman mati dan terkadang penggunaan fungisida. Beberapa
jenis fungisida yang tercatat digunakan oleh petani untuk mengendalikan
penyakit ini antara lain Ridomil,
Furadan dan Dithane.
Penyakit Kuning
Gejala awal
kuning lada ditandai oleh pertumbuhan tanaman yang terhambat diikuti oleh
perubahan daun. Daun sakit yang berwarna hijau berubah menjadi kuning pucat
(tingkat serangan ringan), kemudian pada tingkat serangan sedang daun-daun
menjadi kuning yang berawal dari daun yang terdapat di bagian bawah lalu
meluas ke bagian atas tanaman. Selanjutnya seluruh daun berwarna kuning, rapuh
menekuk ke arah batang dan secara berangsur-angsur daun gugur sehingga tanaman
menjadi gundul pada tingkat serangan yang berat.
Gejala pada
perakaran ditandai dengan berkurangnya akar-akar rambut sehingga tampak
perakarannya menjadi jelek. Pada akar yang tertinggal terdapat nekrosis dan
puru akar sebagai ciri keberadaan nematoda parasit.
Penyakit kuning
pada lada disebabkan oleh gabungan tiga faktor penyebab yaitu nematoda parasit
(Radopholus similis dan Meloidogyne incognita), cendawan (Fusarium spp) dan
kekurangan unsur hara dalam tanah yang terakhir ini ditandai oleh tingkat
kesuburan yang rendah dan kekurangan bahan organik serta kandungan pasir dalam
tanah tinggi.
Serangan penyakit kuning (intensitas serangan ringan hingga berat) pada
bulan Mei 2012 di UPPT Sungai Raya diperkirakan seluas 34 hektar. Upaya
pengendalian yang dilakukan adalah dengan menaburkan fungisida berbentuk
granule pada sekeliling pangkal tanaman
lada. Fungisida yang digunakan adalah Furadan 3 G.
Penyakit
Keriting dan Penyakit Kerdil
Pada beberapa kebun seringkali ditemukan tanaman yang mempunyai kelainan bentuk pada daun pucuk dan tunas-tunas muda. tanaman yang
sudah terserang lama daun-daun pucuk yang keluar dari tunas menunjukkan gejala mosaik,
kelainan bentuk kecil-kecil, sempit, ada yang berbentuk bulat sabit asimetris,
berkerut hingga keriting dan umumnya rapuh. Pada daun yang tumbuh normal tampak bercak-bercak
kuning bersudut tidak teratur. Tunas-tunas yang tumbuh beruas pendek. Tandan
bunga (buah) juga pendek, kerdil dan buahnya kecil serta jarang. Pada serangan
yang berat pertumbuhan tanaman tampak kecil dan cabang-cabang tumbuh berlebihan
dengan kelainan daun yang kecil-kecil dan kaku, kadang-kadang menggulung ke
bawah (seperti kerupuk) dan kadang-kadang juga tanpa daun sama sekali.
Gejala-gejala tersebut merupakan
gejala penyakit Keriting dan kerdil yang menyerang tanaman lada dan dilaporkan
merupakan penyakit terpenting di Indonesia ketiga setelah busuk pangkal batang
dan penyakit kuning. Diduga penyakit penyakit ini adalah virus.
Meskipun penyakit ini dijumpai di lapangan, akan
tetapi belum ada data secara resmi berapa luas serangan penyakit ini di
kecamatan Sungai Raya. Sementara ini upaya pengendalian belum banyak dilakukan.
Petani biasanya hanya melakukan pencabutan tanaman terserang atau eradikasi
Penyakit Septobasidium sp
Dari hasil pengamatan di lapangan gejala penyakit Septobasidium sp
mudah terlihat baik pada bagian daun, batang primer, batang sekunder, ranting
bahkan pada buah. Penyakit ini tersebar di semua lokasi kebun lada yang diamati
dengan intensitas serangan yang bervariasi dari ringan hingga berat.
Gejala-gejala yang ditimbulkan antara lain adalah tumbuhnya jamur
yang berwarna coklat pada bagin tanaman. Seringkali jamur hingga menyelimuti
bagian keseluruhan bagian-bagian tanaman tersebut. Pertumbuhan bagian tanaman
dari ranting yang terserang menjadi terhenti dan bagian ranting tanaman yang
terserang akan perlahan-lahan menjadi mati.
Gejala serangan terdokumentasi
sebagai dibawah ini:
Penyakit ganggang pirang ini sangat merugikan petani karena dapat
menyebabkan kematian cabang-cabang produksi. Akibatnya pertumbuhan terhambat
dan bisa menurunkan hasil sekitar 20%. Adakalanya serangan terjadi pada sulur
panjat yang ditandai dengan terdapatnya lapisan jamur berwarna pirang.
Dari hasil pengamatan di lapangan maka di
perkirakan luas serangan penyakit Septobasidium pada
tanaman lada di kecamatan Sungai Raya adalah 76,36 % x 140 hektar =
106,9 hektar. Data ini hampir 2 kali
lipat dari hasil pengamatan petugas lapangan UPPT yang hanya sebesar 59 hektar.
Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan metode penilaian intensitas
serangan ketika melakukan pengamatan.
Saat ini upaya pengendalian penyakit ini ialah melakukan
pemangkasan ranting terserang dan pengolesan dengan fungisida.
Penyakit
Jaring Laba-Laba dan Rambut Ekor Kuda
Saat ini banyak petani melaporkan gejala penyakit berupa adanya rizomorf
jamur berwarna hitam seperti rambut yang menempel pada ranting, cabang, tangkai
daun dan daun, dan menyebabkan bagian tanaman yang tertempeli tersebut menjadi
mati berlahan-lahan. Dari hasil
wawancara dengan petani, penyakit ini dirasakan cukup meresahkan karena dapat
menimbulkan kematian pada tanaman lada, bahkan dinilai lebih membahayakan
dibandingkan penyakit ganggang pirang. Penyakit jaring laba-laba dan Rambut
Ekor Kuda pada tanaman lada tampaknya tidak berbeda dengan penyakit yang sama
yang menyerang tanaman kakao. Menurut Kueh et
al (1993) penyakit ini disebabkan oleh jamur dari genus Marasmius. Data luas serangan hingga
saat ini belum diketahui. Demikian pula upaya pengendalian yang dilakukan hanya
dalam bentuk pemangkasan ranting saja.
Hama Penggerek Batang Lada
Hama penggerek
batang (Lophobaris piperis) tersebar
hampir di seluruh daerah pertanaman lada di lokasi penanaman lada di Sungai Raya. Penggerek
batang merupakan hama yang paling merugikan saat ini dengan luas serangan mencapai 28 hektar, terluas dibandingkan
jenis hama yang lain. Larvanya menggerek batang dan
cabang, dan pada serangan berat dapat menyebabkan kematian tanaman. Serangga
dewasa menyerang pucuk, bunga, dan buah sehingga dapat menurunkan produksi dan
kualitas buah.
Upaya Pengendalian dilakukan dengan melakukan pemangkasan ranting/cabang
terserang dan penyemprotan insektisida.
Hama Penghisap Bunga
Hama pengisap
bunga (Diconocoris hewetti) dikenal dengan sebutan nyamuk lada, enduk-enduk,
kapal terbang atau fui-khicong di Bangka. Hama pada stadia nimfa maupun dewasa
dapat merusak bunga dan tandan bunga. Serangan ringan menyebabkan tandan rusak,
salah bentuk, dan buah sedikit. Bila tanaman terserang berat, seluruh bunga
akan rusak, tangkai bunga menjadi hitam dan akhirnya bunga gugur sebelum
waktunya. Hama ini juga memakan buah muda. Luas serangan hama ini mencapai 21 hektar. Upaya pengendalian banyak
dilakukan dengan melakukan penyemprotan insektisida.
Hama pengisap buah
Hama pengisap
buah (Dasynus piperis) dikenal dengan berbagai nama, seperti kepik, kepinding,
walang sangit, dan di Bangka disebut semunyung atau bilahu. Hama pada stadium
nimfa maupun dewasa mengisap cairan buah. Serangan pada buah muda menyebabkan
tandan buah banyak yang kosong, sedangkan pada buah tua mengakibatkan buah
hampa, kering, dan gugur. Luas
serangan hama ini pada bulan Mei 2012 mencapai 23 hektar. Upaya pengendalian
banyak dilakukan dengan melakukan penyemprotan insektisida.
PENGENDALIAN
OPT LADA DI KECAMATAN SUNGAI RAYA
Fluktuasi harga
lada yang cukup tajam menyebabkan petani lada tidak dapat membeli sarana
produksi. Meksi demikian, pengendalian menggunakan pestisida kimiawi tetap upaya dominan yang dilakukan oleh petani
terutama jika populasi hama atau intensitas serangan
penyakit tinggi, diikuti pengendalian secara hayati menggunakan musuh alaminya.
Pengendalian terpadu yang dianjurkan meliputi teknik budi daya serta pengendalian
secara hayati dan kimiawi.
Penggunaan Pestisida SIntetik
Penggunaan pestisida khususnya insektisida dilakukan berdasarkan sistem
monitoring. Petani setidaknya seminggu sekali melakukan pengamatan ke kebun
untuk melihat apakah populasi hama dirasakan sudah cukup banyak atau tidak. Dan
hasil pengamatan ini menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan
pengendalian menggunakan pestisida kimiawi.
Beberapa jenis pestisida yang tercatat digunakan oleh petani antara lain
adalah sebagaimana tercantum dalam tabel dibawah ini
Merk Pestisida
|
Golongan
|
OPT
|
Mipcin
|
insektisida
|
Serangga
|
Sumiate
|
fungisida
|
BPB,
Ganggang Pirang
|
Ridomil
Gold
|
fungisida
|
BPB,
Ganggang Pirang, Penyakit Kuning
|
Darmasan
|
insektisida
|
Serangga
|
Decis
|
insektisida
|
Serangga
a
|
Agrifos
|
fungisida
|
Ganggang
Pirang
|
Furadan
|
nematisida
|
Penyakit
kuning
|
Matador
|
insektisida
|
Serangga
|
Dithane
|
fungisida
|
BPB
|
Matador
|
insektisida
|
Serangga
|
Akodan
|
insektisida
|
Serangga
|
Sidador
|
insektisida
|
Serangga
|
Gramoxone
|
herbisida
|
Rumput
dan teki
|
Alika
|
insektisida
|
Serangga
|
Chix
|
insektisida
|
Serangga
|
Pemanfaatan Musuh alami
Secara umum keseimbangan agroekosistem pada pertanaman lada di lokasi
pengamatan cukup baik. Hal ini ditandai dengan mudahnya organisme yang berperan
sebagai musuh-musuh alami ditemukan di lapangan. Beberapa jenis musuh alami
yang ditemukan selama kegiatan antara lain adalah parasitoid telur Dasynus piperis dengan ditemukan telur
yang terinfeksi oleh parasitoid, predator laba-laba, serangga hymenoptera yang
diduga sebagai parasitoid.
Teknik Budi Daya
Petani lada di Sungai Raya mengetahui bahwa bahan
tanaman yang tidak sehat dapat menjadi sumber inokulum di daerah yang baru.
Oleh karena itu, mereka biasanya
memilih bahan tanaman sehat. Bila di pembibitan
dijumpai bibit dengan gejala kerdil maka bibit dimusnahkan.
Pemeliharaan
tanaman lada meliputi pemangkasan atau pembuangan sulur cacing dan
sulur gantung. Pembuangan sulur cacing dapat mengurangi infeksi P . capsici
dari tanah.
Penyiangan
terbatas “bobokor” dilakukan tidak
dilakukan secara rutin di sekitar tanaman sebatas
kanopi tanaman bahkan sebagian petani
malah melakukan penyiangan menyeluruh pada kebunnya sehingga pada lokasi yang
endemik penyakit BPB penyebaran penyakit menjadi sangat cepat. Parit keliling dan saluran drainase di kebun dapat mencegah penyebaran patogen dari
lahan yang tercemar dan juga untuk mencegah genangan air di dalam kebun.
KESIMPULAN
Beberapa penyakit penting tanaman lada yang
ditemukan di Kecamatan Sungai Raya meliputi penyakit busuk pangkal batang,
penyakit kuning, penyakit kerdil dan keriting, penyakit ganggang pirang,
penyakit sarang laba-laba dan rambut ekor kuda. Adapun hama yang menyerang
meliputi penggerek batang, penghisap bunga, dan penghisap buah.
Upaya pengendalian yang dilakukan umumnya berupa
pemangkasan dan penggunaan pestisida. Pengendalian hayati belum dilakukan
secara optimal karena masih berjalan secara alamiah. Meskipun demikian banyak
musuh alami ditemukan di lokasi pengamatan selama kegiatan.
Perbaikan tehnik budidaya perlu dilakukan agar
produktivitas tanaman lada dapat lebih dioptimalkan lagi dan kegiatan
pengendalian juga dapat ditingkatkan dengan melalui tehnik budidaya yang tepat.
[by EAR: tanpa dicantumkan daftar pustaka]
sumber :
Rismansyah, E. A. 2012. Laporan Fungsional POPT Bulan Juli 2012. BPTP Pontianak. Tidak dipublikasikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar