Asap-cair merupakan bahan cair yang dihasilkan dari pembakaran terkontrol kayu-kayuan atau bagian tanaman lainnya bersifat antimikrobial. Asap-cair yang berasal dari tempurung kelapa telah digunakan untuk bahan pengawet ikan, tahu dan bahan makanan lainnya, serta digunakan sebagai pengganti asam semut untuk koagulan latek karet. Sebelumnya, banyak digunakan formalin untuk bahan pengawet makanan, terutama ikan dan tahu. Dengan adanya asap-cair, maka formalin yang membahayakan kesehatan manusia dapat diganti dengan asap-cair itu.
Saat ini, asap-cair dari tempurung kelapa telah banyak beredar di pasar yang prioritas utamanya adalah untuk bahan pengawet makanan dan koagulan latek. Bahan ini tidak membahayakan manusia, karena kandungan bahan yang berbahaya seperti senyawa Benzo(a)-piren atau yang biasa disebut tar sudah dihilangkan dalam proses awal pembuatannya. Penggunaannya sebagai pestisida nabati pun telah mulai banyak dilakukan pengkajian.
Adapun untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman perkebunan, asap-cair belum dimanfaatkan. Padahal bahan nabati lainnya, seperti biji sirsak, biji mahoni, biji srikaya dan daun mindi telah banyak digunakan untuk mengendalikan hama tanaman itu.
Melihat kandungan asap-cair tempurung kelapa seperti fenol dan formaldehid yang berfungsi sebagai antibakteri dan anticendawan, harganya yang relatif murah (sekitar Rp. 10.000-20.000/liter), dan aman terhadap lingkungan, maka asap-cair perlu dilirik untuk digunakan sebagai pestisida nabati pada tanaman, termasuk untuk tanaman perkebunan.
Beberapa penelitian baik skala laboratorium hingga lapangan telah dilakukan untuk menguji potensi asap cair dalam mengendalikan OPT tanaman perkebunan.
Sebagai Fungisida Nabati
Hasil penelitian Thamrin (2007) menunjukkan adanya daya hambat asap cair berbahan cangkang kelapa sawit terhadap pertumbuhan jamur Ganoderma yaitu salah satu jamur terpenting yang menyebabkan penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit. Suhu optimum yang sangat baik menghambat pertumbuhan jamur Ganoderma sp. adalah pada suhu asap cair 400°C.
Asap cair dengan bahan tandan kosong kelapa sawit dilaporkan oleh Oramahi pada konsentrasi asap cair 1% mampu menghambat pertumbuhan Schizophyllum commune pada pengujian skala in vitro di laboratorium. Jamur ini merupakan jamur yang berperan penting terhadap lapuknya kayu.
Sementara itu menurut Pangestu dkk (2014) asap cair dari tempurung kelapa konsentrasi 0,11% dapat menghambat pertumbuhan jamur Phytophthora palmivora penyebab penyakit buah kakao sebesar 50% (EC50 sebesar 0,11%). Penggunaan asap cair tempurung kelapa dengan konsentrasi lebih dari 0,11% dapat menghambat pertumbuhan miselium jamur Phytophthora sp. dan pembentukan struktur generatif. Adapun pengujian yang dilakukan oleh Erlan (2015) asap cair tempurung kelapa pada konsentrasi 4 % dapat menghambat pertumbuhan jamur Phytophthora capsici, penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman lada sebesar 69,99 %. Kedua pengujian tersebut dilakukan di laboratorium.
Manurung dkk (2015) menjelaskan penggunaan fungisida nabati berbahan aktif asap cair juga efektif dalam menekan intensitas seragan R. microporus pada areal TOT. intensitas serangan R. microporus pada perlakuan E (asap cair) mulai dari pre aplikasi dan 1 bsa sebesar 0%, pengamatan 2 bsa dan 3 bsa sebesar 3,33%. Intensitas serangan pathogen pada penggunaan pestisida nabati tergolong rendah. Hal ini membuktikan bahwa pestisida nabati mengandung senyawa-senyawa yang bersifat antijamur dan antibakteri yang dapat melindungi tanaman dari serangan organisme lain.
Erlan (2016) juga telah melakukan pengujian potensi asap cair tempurung kelapa terhadap penyakit bercak daun pada bibit kelapa sawit di laboratorium dan di lapangan. Hasil pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa penggunaan asap cair pada konsentrasi 1 % atau lebih mampu mematikan pertumbuhan jamur Curvularia sp. Sementara hasil pengujian lapangan menunjukkan konsentrasi asap cair 3 % mampu menurunkan intensitas serangan penyakit bercak daun sebesar 16,3%.
Gambar Penampakan koloni Curvularia sp pada cawan petri yang diberi perlakuan asap cair sesuai konsentrasi setelah 8 hari inokulasi
Sebagai Insektisida dan Termitisida Nabati
Hasil penelitian Annahyan dkk menunjukkan asap cair dari tandan kosong kelapa sawit (Elaeis guineensis) memiliki bioaktivitas dan dapat digunakan sebagai bahan pengawet kayu pulai (Alstonia scholaris) terhadap serangan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren. Menurut Indrayani dkk (2012) asap cair dari bahan tandan kosong kelapa sawit dapat berperan sebagai biotermitisida yang mampu memerangi rayap tanah (Coptotermes sp), sebuah genus penting dari keluarga rayap yang menyerang bangunan dan tanaman perkebunan. Oramahi (2014) telah mencoba menggunakan Asap cair hasil pirolisis kayu laban terhadap aktivitas rayap dan hasilnya menunjukkan asap cair memiliki bahan antirayap terhadap C. curvignathus secara in vitro. Konsentrasi asap cair berpengaruh nyata terhadap mortalitas rayap dan kehilangan bobot kertas saring (p<0,05). Makin tinggi konsentrasi asap cair makin tinggi mortalitas rayap C. curvignathus dan makin rendah persentase penurunan bobot kertas saring
Hasil pengujian yang dilakukan oleh Erlan (2014) pada skala laboratorium menunjukkan bahwa larutan asap cair dapat menyebabkan mortalitas larva kumbang janur kelapa, Brontispa longissima dengan mulai dari 24 jam setelah perlakuan. Pada 72 jam setelah pengamatan mortalitas tertinggi dicapai pada konsentrasi 50 % dengan nilai sebesar 97,50 %
Tidak ada komentar:
Posting Komentar