Tetrastichus brontispae merupakan agens hayati yang termasuk golongan
parasitoid, yang menyerang stadium larva tua dan pupa muda dari hama kumbang
janur kelapa (Brontispa longissima)
dan kumbang bibit kelapa (Plesispa
reichei). Parasitoid ini merupakan musuh alami yang efektif kedua hama tersebut karena daya parasitasinya
yang tinggi. Pada kondisi laboratorium, parasitoid ini diketahui mampu
memparasit pupa Plesispa sebesar 75% (Tumewan, F., dkk., 1990) dan 10%
larva instar akhir dan 60-90% pupa Brontispa
longissima (http://balitka.litbang.deptan.go.id/; Alouw). Di Taiwan, dilaporkan keberhasilan
penggunaan parasitoid ini untuk mengendalikan hama Brontispa longissima dimana hasil
penelitian lapangan menunjukkan bahwa kepadatan populasi kumbang berkurang dari
91-224/tanaman menjadi 5-10/tanaman. Hal ini
membuktikan bahwa musuh alami ini dapat
dimanfaatkan untuk menekan populasi hama B.
longissima (Hosang et al., 2005 dalam Alouw, 2007).
Hasil pengkajian dari BPTP Pontianak dalam beberapa bulan terakhir, parasitoid
Tetrastichus brontispae ini telah
diketahui keberadaannya di beberapa tempat di provinsi Kalimantan Barat antara
lain di Kabupaten Pontianak dan di Kabupaten Kubu Raya. Data ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan pengendalian hayati secara lebih lanjut baik dalam upaya
implementasi program PHT dengan mengkombinasikan berbagai tehnik pengendalian
secara terpadu ataupun untuk kepentingan pemeliharaan efektivitas musuh alami
itu sendiri (dalam bentuk augmentasi maupun konservasi) sehingga pengendalian
hama kumbang Brontispa/Plesispa dalam
berjalan baik dan aman.
Untuk lebih memantapkan status parasitoid Tetrastichus di lapangan
maka dilakukan beberapa pencatatan tingkat parasitasi alamiah. Kegiatan ini
juga berguna sebagai bahan pertimbangan saat melakukan penambahan atau
augmentasi parasitoid di suatu lokasi tertentu.
Menurut Mangoendihardjo dkk (1996)
Tingkat Parasitasi dinilai dengan pengumpulan hama dari
fase tumbuh yang sesuai dengan parasitoid yang digunakan. Misalnya jika
parasitoid itu memparasit telur, maka fase tumbuh hama yang dikumpulkan adalah telur
atau kelompok telur demikian pula jika fase tumbuh telur-larva, larva,
larva-kepompong atau kepompong maka fase tumbuh tersebut yang dikumpulkan
dengan tehnik pengambilan contoh yang memenuhi syarat statistik. Kemudian
dihitung tingkat parasitasinya dari jumlah telur dalam kelompok atau individual
dibanding jumlah kelompok atau telur individual yang dapat dikumpulkan
seluruhnya, dan dinyatakan dalam persen. Demikian pula untuk larva dan
kepompong, masing-masing fase tumbuh harus dipelihara secara individual selama
10-15 hari dalam kondisi seperti di alam.
Merujuk
kepada metode tersebut diatas maka pencatatan tingkat parasitasi alamiah
dilakukan dengan mengumpulkan sampel pelepah janur kelapa yang terserang oleh
kumbang kelapa dari lapangan kemudian diambil semua stadia kumbang janur yang
ditemukan dan dipisahkan pupa kumbang janur yang terinfeksi dan yang sehat.
Persentase tingkat parasitasi alamiah
diketahui dengan cara jumlah pupa terinfeksi oleh parasitoid dibagi
total pupa yang ditemukan di lapangan (pupa sehat ditambah pupa terinfeksi).
Pupa yang terinfeksi kemudian dipelihara hingga keluar parasitoid.
Pupa
terinfeksi dibedakan dari pupa sehat dengan tanda-tanda sebagai berikut: pupa yang terinfeksi akan menjadi tegang
(lurus) dan tidak bergerak, warna pupa kecoklatan (coklat tua),
dan ukuran pupa membengkak (lebih besar dari ukuran pupa yang sehat).
Gambar pupa yang sudah dipisahkan antara pupa sehat
dan pupa terparasit.
Gambar pupa terinfeksi alamiah di lapangan
Gambar pupa terparasit (atas) dan
pupa sehat (bawah)
Gambar pupa yang terparasit alamiah kemudian
dipelihara di dalam test tube
Kebun kelapa tempat pengambilan sampel adalah di Desa Wajok Hilir (Kec
Siantan, Kab Pontianak), Desa Malakian (Kec Mempawah Hilir, Kab. Pontianak), Desa
Semudun (Kec Sei Kunyit, Kab Pontianak), Parit Keladi (Sei Kakap, Kab Kubu Raya).
Gambar Kebun Sampel di Desa Semudun
Gambar Kebun Sampel di Desa Malakian
Gambar Kegiatan pengambilan sampel pupa di Desa
Wajok Hilir
Dari hasil pencatatan, diketahui parasitoid Tetrastichus brontispae telah ada di semua lokasi kebun tempat
pengambilan sampel dengan tingkat parasitasi yang bervariasi dengan persentase
parasitasi tertinggi ada pada kebun di desa Wajok Hilir sebesar 59,23% dan
terendah di Parit Keladi sebesar 10 %
Tabel Persentase
Parasitasi T. brontispae terhadap pupa Kumbang Janur Kelapa di beberapa lokasi
NO
|
Desa
|
Kec
|
Kabupaten
|
Pupa Sehat
|
Pupa terparasit
|
Persentase Parasitasi
|
1
|
Wajok Hilir
|
Siantan
|
Pontianak
|
53
|
77
|
59,23%
|
2
|
Malakian
|
Mempawah Hilir
|
Pontianak
|
29
|
15
|
34,09%
|
3
|
Malakian (kebun II)
|
Mempawah Hilir
|
Pontianak
|
71
|
19
|
21,11%
|
4
|
Parit Keladi
|
Sei Kakap
|
Kubu Raya
|
54
|
6
|
10 %
|
5
|
Semudun
|
Sui Kunyit
|
Pontianak
|
420
|
86
|
20,47
%
|
Data sederhana ini setidaknya akan memberikan beberapa nilai lebih antara
lain telah diketahui keberadaan parasitoid T.
brontispae di lapangan. Tingkat parasitasi diatas bukan merupakan angka
yang baku dan akan selalu berubah dinamis seiring dengan mudahnya perubahan komponen
penyusun ekosistem. Untuk itu evaluasi musuh alami harus selalu dilakukan secara
rutin.
Keuntungan yang diperoleh dari diketahuinya tingkat parasitasi musuh alami tersebut
adalah
- Dapat digunakan untuk kegiatan augmentasi (penambahan populasi musuh alami) pada lokasi-lokasi yang memiliki tingkat parasitasi yang rendah. Untuk kegiatan ini biasanya diperlukan perbanyakan massal sebelum dilakukan pelepasan
- Dapat dilakukan kegiatan konservasi musuh alami pada lokasi-lokasi dengan tingkat parasitasi tinggi. Konservasi juga dapat dilakukan baik dengan menjaga kondisi lingkungan atau habitat hama dan agen hayatinya serta mengurangi atau meniadakan sama sekali penggunaan pestisida kimia. Kondisi lingkungan dapat dipertahankan dan dijaga kelestariannya dengan menerapkan pertanian kotor. Membiarkan gulma berbunga atau sengaja menanam tanaman atau tumbuhan yang banyak menghasilkan nektar dan serbuk sari, bahan tersebut dapat menjadi pakan tambahan (Masauna, dalam Mangoendihardjo dkk., 1996)
- Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan ketika teknologi pengendalian secara kimiawi akan digunakan (bila memang sangat perlu menggunakan pengendalian kimawi)
Kesimpulan
Provinsi Kalimantan Barat kaya akan keanekaragaman
hayati termasuk agensia hayati hama Kumbang
Janur salah satunya adalah parasitoid Tetrastichus
brontispae. Agensia-agensia hayati tersebut
sudah tersedia di alam tinggal bagaimana manusia mengelola dan mengembangkannya
agar memberi manfaat bagi usaha pengendalian hama.
Ucapan
Terima Kasih
Terima Kasih
terucap kepada Tim Perbanyakan Massal
Parasitoid Tetrastichus brontispae
BPTP Pontianak, Staf UPPT Batu Layang, Sei Kakap, Sei Kunyit dan rekan-rekan lain yang telah membantu penulis untuk melakukan kegiatan fungsional POPT ini.
Pustaka:
Tumewan, F., S. Sabbatoellah, A.M.E. Kodong dan
Soekarjoto. 1990. Tehnik Perbanyakan Parasit Hama Plesispa reichei di
Laboratorium. Buletin Balitka No 11, Mei 1990 hal. 25-28.
Anonim. Pengendalian Terpadu Hama Brontispa
longissma. Diakses dari http://balitka.litbang.deptan.go.id/
Alouw, J. C. 2007. Eksplorasi Agensia Hayati Hama Kelapa
Brontispa Longissima Dan Peluang Pengembangannya Di Tingkat Petani Melalui
Prima Tani. Balai Penelitian
Tanaman Kelapa dan Palma Lain dalam Prosiding Seminar Nasional
Pengembangan Inovasi Pertanian Lahan Marginal tanggal
24 - 25 Juli 2007 di Palu.
Mangoendihardjo,
S., Eddy Mahrub dan FX Wagiman. 1996. Metode
Evaluasi Pelaksanaan Pengendalian Hama Terpadu Menggunakan Parasitoid dan
Pemangsa. Makalah Metode Evaluasi Efektivitas Agensia Hayati. Pertemuan
Teknis dalam Rangka Pembahasan Hasil Uji Lapang Pengendalian OPT Tanaman
Perkebunan dan Pemantapan Metode Evaluasi Efektivitas Agensia Hayati di
Cipayung Bogor, 4-7 November 1996. Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal
Perkebunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar