Kamis, 22 Desember 2011

Evaluasi Lapangan Keberadaan Agens hayati Tetrastichus brontispae di Kabupaten Pontianak dan Kubu Raya

Tetrastichus brontispae merupakan agens hayati yang termasuk golongan parasitoid, yang menyerang stadium larva tua dan pupa muda dari hama kumbang janur kelapa (Brontispa longissima) dan kumbang bibit kelapa (Plesispa reichei). Parasitoid ini merupakan musuh alami yang efektif  kedua hama tersebut karena daya parasitasinya yang tinggi. Pada kondisi laboratorium, parasitoid ini diketahui mampu memparasit pupa Plesispa sebesar 75% (Tumewan, F., dkk., 1990) dan 10% larva instar akhir dan 60-90% pupa Brontispa longissima (http://balitka.litbang.deptan.go.id/; Alouw). Di Taiwan, dilaporkan keberhasilan penggunaan parasitoid ini untuk mengendalikan hama Brontispa longissima dimana hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa kepadatan populasi kumbang berkurang dari 91-224/tanaman  menjadi  5-10/tanaman.  Hal  ini  membuktikan  bahwa  musuh  alami  ini  dapat dimanfaatkan untuk menekan populasi hama B. longissima (Hosang et al., 2005 dalam Alouw, 2007).


Hasil pengkajian dari BPTP Pontianak dalam beberapa bulan terakhir, parasitoid Tetrastichus brontispae ini telah diketahui keberadaannya di beberapa tempat di provinsi Kalimantan Barat antara lain di Kabupaten Pontianak dan di Kabupaten Kubu Raya. Data ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pengendalian hayati secara lebih lanjut baik dalam upaya implementasi program PHT dengan mengkombinasikan berbagai tehnik pengendalian secara terpadu ataupun untuk kepentingan pemeliharaan efektivitas musuh alami itu sendiri (dalam bentuk augmentasi maupun konservasi) sehingga pengendalian hama kumbang Brontispa/Plesispa dalam berjalan baik dan aman.

Untuk lebih memantapkan status parasitoid Tetrastichus di lapangan maka dilakukan beberapa pencatatan tingkat parasitasi alamiah. Kegiatan ini juga berguna sebagai bahan pertimbangan saat melakukan penambahan atau augmentasi parasitoid di suatu lokasi tertentu.

Menurut Mangoendihardjo dkk (1996) Tingkat Parasitasi dinilai dengan pengumpulan hama dari fase tumbuh yang sesuai dengan parasitoid yang digunakan. Misalnya jika parasitoid itu memparasit telur, maka fase tumbuh hama yang dikumpulkan adalah telur atau kelompok telur demikian pula jika fase tumbuh telur-larva, larva, larva-kepompong atau kepompong maka fase tumbuh tersebut yang dikumpulkan dengan tehnik pengambilan contoh yang memenuhi syarat statistik. Kemudian dihitung tingkat parasitasinya dari jumlah telur dalam kelompok atau individual dibanding jumlah kelompok atau telur individual yang dapat dikumpulkan seluruhnya, dan dinyatakan dalam persen. Demikian pula untuk larva dan kepompong, masing-masing fase tumbuh harus dipelihara secara individual selama 10-15 hari dalam kondisi seperti di alam.

Merujuk kepada metode tersebut diatas maka pencatatan tingkat parasitasi alamiah dilakukan dengan mengumpulkan sampel pelepah janur kelapa yang terserang oleh kumbang kelapa dari lapangan kemudian diambil semua stadia kumbang janur yang ditemukan dan dipisahkan pupa kumbang janur yang terinfeksi dan yang sehat. Persentase tingkat parasitasi alamiah  diketahui dengan cara jumlah pupa terinfeksi oleh parasitoid dibagi total pupa yang ditemukan di lapangan (pupa sehat ditambah pupa terinfeksi). Pupa yang terinfeksi kemudian dipelihara hingga keluar parasitoid.

Pupa terinfeksi dibedakan dari pupa sehat dengan tanda-tanda sebagai berikut: pupa yang terinfeksi akan menjadi  tegang  (lurus) dan  tidak  bergerak, warna pupa kecoklatan (coklat tua), dan ukuran pupa membengkak (lebih besar dari ukuran pupa yang sehat). 

 
Gambar pupa yang sudah dipisahkan antara pupa sehat dan pupa terparasit. 



Gambar pupa terinfeksi alamiah di lapangan


Gambar pupa terparasit (atas) dan pupa sehat (bawah)


Gambar pupa yang terparasit alamiah kemudian dipelihara di dalam test tube

Kebun kelapa tempat pengambilan sampel adalah di Desa Wajok Hilir (Kec Siantan, Kab Pontianak), Desa Malakian (Kec Mempawah Hilir, Kab. Pontianak), Desa Semudun (Kec Sei Kunyit, Kab Pontianak), Parit Keladi (Sei Kakap, Kab Kubu Raya).


Gambar Kebun Sampel di Desa Semudun


Gambar Kebun Sampel di Desa Malakian


Gambar Kegiatan pengambilan sampel pupa di Desa Wajok Hilir

Dari hasil pencatatan, diketahui parasitoid Tetrastichus brontispae telah ada di semua lokasi kebun tempat pengambilan sampel dengan tingkat parasitasi yang bervariasi dengan persentase parasitasi tertinggi ada pada kebun di desa Wajok Hilir sebesar 59,23% dan terendah di Parit Keladi sebesar 10 %

Tabel Persentase Parasitasi T. brontispae terhadap pupa Kumbang Janur Kelapa di beberapa lokasi 

NO
Desa
Kec
Kabupaten
Pupa Sehat
Pupa terparasit
Persentase Parasitasi
1
Wajok Hilir
Siantan
Pontianak
53
77
59,23%
2
Malakian
Mempawah Hilir
Pontianak
29
15
34,09%
3
Malakian (kebun II)
Mempawah Hilir
Pontianak
71
19
21,11%
4
Parit Keladi
Sei Kakap
Kubu Raya
54
6
10 %
5
Semudun
Sui Kunyit
Pontianak
420
86
20,47 %

Data sederhana ini setidaknya akan memberikan beberapa nilai lebih antara lain telah diketahui keberadaan parasitoid T. brontispae di lapangan. Tingkat parasitasi diatas bukan merupakan angka yang baku dan akan selalu berubah dinamis seiring dengan mudahnya perubahan komponen penyusun ekosistem. Untuk itu evaluasi musuh alami harus selalu dilakukan secara rutin.

Keuntungan yang diperoleh dari diketahuinya tingkat parasitasi musuh alami tersebut adalah

  • Dapat digunakan untuk kegiatan augmentasi (penambahan populasi musuh alami) pada lokasi-lokasi yang memiliki tingkat parasitasi yang rendah. Untuk kegiatan ini biasanya diperlukan perbanyakan massal sebelum dilakukan pelepasan
  • Dapat dilakukan kegiatan konservasi musuh alami pada lokasi-lokasi dengan tingkat parasitasi tinggi. Konservasi juga dapat dilakukan baik dengan menjaga kondisi lingkungan atau habitat hama dan agen hayatinya serta mengurangi atau meniadakan sama sekali penggunaan pestisida kimia. Kondisi lingkungan dapat dipertahankan dan dijaga kelestariannya dengan menerapkan pertanian kotor. Membiarkan gulma berbunga atau sengaja menanam tanaman atau tumbuhan yang banyak menghasilkan nektar dan serbuk sari, bahan tersebut dapat menjadi pakan tambahan (Masauna, dalam Mangoendihardjo dkk., 1996)
  • Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan ketika teknologi pengendalian secara kimiawi akan digunakan (bila memang sangat perlu menggunakan pengendalian kimawi)

Kesimpulan

Provinsi Kalimantan Barat kaya akan keanekaragaman hayati termasuk agensia hayati hama Kumbang Janur salah satunya adalah parasitoid Tetrastichus brontispae.  Agensia-agensia hayati tersebut sudah tersedia di alam tinggal bagaimana manusia mengelola dan mengembangkannya agar memberi manfaat bagi usaha pengendalian hama.

Ucapan Terima Kasih 

Terima Kasih terucap kepada Tim Perbanyakan Massal Parasitoid Tetrastichus brontispae BPTP Pontianak, Staf UPPT Batu Layang, Sei Kakap, Sei Kunyit dan rekan-rekan lain yang telah membantu penulis untuk melakukan kegiatan fungsional POPT ini.

Pustaka:

Tumewan, F., S. Sabbatoellah, A.M.E. Kodong dan Soekarjoto. 1990. Tehnik Perbanyakan Parasit Hama Plesispa reichei di Laboratorium. Buletin Balitka No 11, Mei 1990 hal. 25-28.

Anonim. Pengendalian Terpadu Hama Brontispa longissma. Diakses dari http://balitka.litbang.deptan.go.id/

Alouw, J. C. 2007.  Eksplorasi Agensia Hayati  Hama Kelapa Brontispa Longissima Dan Peluang Pengembangannya Di Tingkat Petani Melalui Prima Tani.  Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain dalam Prosiding Seminar Nasional  Pengembangan Inovasi Pertanian Lahan Marginal tanggal 24 - 25 Juli 2007 di Palu.

Mangoendihardjo, S., Eddy Mahrub dan FX Wagiman. 1996. Metode Evaluasi Pelaksanaan Pengendalian Hama Terpadu Menggunakan Parasitoid dan Pemangsa. Makalah Metode Evaluasi Efektivitas Agensia Hayati. Pertemuan Teknis dalam Rangka Pembahasan Hasil Uji Lapang Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan dan Pemantapan Metode Evaluasi Efektivitas Agensia Hayati di Cipayung Bogor, 4-7 November 1996. Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Perkebunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar