Kamis, 31 Maret 2016

KUNJUNGAN PERS DITJENBUN 2016 : “SINERGITAS PERKEBUNAN SAWIT DENGAN TANAMAN PANGAN”


 Selama 3 hari pada tanggal 14-16 Maret 2016, BPTP Pontianak mengikuti kegiatan Kunjungan Pers Ditjenbun di Provinsi Sumatera Barat, tepatnya di Kabupaten Pasaman Barat untuk melihat optimalisasi lahan perkebunan kelapa sawit dengan diintegrasikan dengan tanaman pangan. Sambil menyelam minum air, mungkin itulah yang terjadi saat ini di wilayah Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat. Bagaimana tidak, sambil melakukan replanting maka petani menggunakan areal disekitar tanaman kelapa sawit yang masih berupa bibit yang digunakan untuk tanaman pangan.


Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Fajaruddin pada acara Kunjungan Pers Ditjenbun di Padang, Sumbar, Kamis, 14 April 2016, membenarkan bahwa besarnya potensi tanaman tumpang sari antara tanaman kelapa sawit dengan tanaman pangan seperti padi jagung dan kedelai. Sebab hanya dengan melakukan tumpang sari maka petani tetap akan mendapatkan pendapatan, tidak harus menunggu hingga minimal 3,5 tahun. Sebab seperti diketahui tanaman pangan, seperti padi dan jagung setidaknya dalam setahun bisa panen antara 2- 3 kali. Hal ini maka petani tetap bisa tersenyum meski tanaman sawit sedang di replanting. Apalagi jika tanaman pangan yang dibudidayakannya bisa mendapatkan hasil yang maksimal. “Jadi sambil menunggu tanaman sawit berbuah, petani tetap bisa menghidupi keluarganya melalui tanaman tumpang sarinya,” kata Fajaruddin kepada Para Pejabat Kehumasan lingkup Kementerian Pertanian dan wartawan yang hadir pada acara tersebut.

Lebih lanjut Fajaruddin menjelaskan, berdasarkan catatan Dinas Perkebunan Provinsi Sumbar saat ini dari total luas areal tanaman kelapa sawit sebesar 390.380 hektar yang dimiliki oleh petani sebesar 192.153 hektar, perkebunan besar milik negara sebesar 9.261, dan dikuasai oleh perusahaan swasta sebesar 188.966 hektar. Tapi masalahnya meski perkebunan rakyat mendominasi setengah dari total luas areal yang ada, produktivitasnya jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas perkebunan milik pemerintah apalagi dengan perusahaan swasata. Hal ini karena perkebunan milik rakyat sudah banyak yang tua, dan masih banyak petani yang menggunakan benih yang tidak bersertifikat. Melihat hal ini maka mau tidak mau replanting adalah solusinya agar produktivitas perkebunan milik rakyat bisa meningkat. “Jadi coba lihat saja tanaman kelapa sawit disini usianya rata-rata 1979 - 1980 karena berawal dari program Perkebunan Inti Rakyat (PIR) bekerjasama dengan PTPN VI,” jelas Fajaruddin.

Sebab, lanjut Fajaruddin, jika tanaman tersebut akan didiamkan tentunya juga akan berpengaruh terhadap produktivitasnya. Terbukti, jika dahulu tanaman yang ditanam tahun 1979 bisa berproduktivitas mencapai 30 – 35 ton/hektar/tahun, tapi kini menurun menjadi 14 – 15 ton/hektar/tahun. Angka tersebut sangatlah kecil karena usia tanaman rata-rata sudah diatas 25 tahun. Ini juga artinya dengan menurunnya produktivitas maka menurun juga pendapatan yang dihasilkan oleh petani. “Kita berharap dengan melakukan replanting maka diharapkan produktivitas akan kembali tinggi dan petani dapat kembali tersenyum,” harap Fajaruddin.

Hal ini karena, menurut Fajaruddin, dahulu masuknya tanaman kelapa sawit di Sumbar menjadi titik tumbuh perekonomian bagi masyarat. Lalu karena perkebunan juga terjadi pemekaran. Artinya, perkebunan benar-benar memberikan arti bagi masyarakat.

Melihat kelapa sawit sangat penting bagi masyarakat maka Pemerintah sudah seharusnya membantu perkebunan rakyat yang saat ini kondisinya sudah sangat tua. Adapun bantuan penggunaan benih kelapa sawit bersertifikat terdapat di Kabupaten Solok Selatan sebesar 5.000 batang, Kabupaten Sijunjung sebesar 5.875 batang, Kabupaten Pasaman Barat sebesar 6.125 batang. Sedangkan untuk intensifikasi seperti pembesaran, pemeliharaan dan distribusi benih kelapa sawit prenursery dilakukan di Kabupaten Pesisir Selatan sebesar 4.000 batang, Kabupaten Agam sebesar 5.000 batang, dan Kabupaten Pasaman Barat sebesar 2.000 batang.

“Semua ini dilakukan guna mengembalikan produktivitas perkebunan milik rakyat,” ucap Fajaruddin. Bahkan harus diakui, menurut Fajaruddin, petani tidak hanya senang karena tanamannya kembali muda dan berproduktivitasnya tinggi karena menggunakan benih bersertifikat, tapi juga selama menungggu tanaman sawit hingga tanaman menghasilkan (TM) petani tetap mendapatkan hasil, yaitu dari tanaman pangan yang ditanam di sela-sela tanaman sawit.

“Jadi petani kelapa sawit tidak hanya akan menghasilkan produktivitas yang tinggi, tapi juga tetap mendapatkan hasil selama menunggu buah serta mendukung peningkatan produksi,” terang Fajaruddin.















Sumber Artikel :
http://ditjenbun.pertanian.go.id/berita-404-sinergitas-perkebunan-sawit-dengan-tanaman-pangan.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar