Minggu, 31 Agustus 2014

DEMPLOT PENGENDALIAN KUMBANG KELAPA DI DESA TANAH HITAM, PALOH, KAB. SAMBAS TAHUN 2014

Kegiatan saya kali ini dilakukan pada tanggal 21-23 Agustus 2014 dan merupakan bagian dari kegiatan Demonstrasi Plot (Demplot) Pengendalian OPT Penting Tanaman Perkebunan Spesifik Kalimantan Barat 5 Lokasi yang dilaksanakan di wilayah binaan UPPT Paloh, Kabupaten Sambas. Demplot yang dilaksanakan adalah pengendalian hama Kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros) menggunakan feromon dan insektisida biologis Metarhizium anisopliae.

Materi kegiatan berisi pengamatan dan penghitungan jumlah feromon yang dipasang di kebun kelapa terserang serta penjelasan tentang insektisida biologis dan demonstrasi aplikasi jamur entomopatogen Metarhizium anisopliae di sarang-sarang kumbang kelapa.

Pertemuan dengan Kelompok Tani Dusun Peria Desa Tanah Hitam Kecamatan paloh Kabupaten Sambas, yang disampaikan petugas dari BPTP Pontianak 2 orang, serta didampingi 3 petugas UPPT, serta diikuti 20 orang petani.

Materi yang disampaikan mencakup:
  • Penyegaran aplikasi dan penggunaan Feromon Kumbang Kelapa.
  • Penghitungan jumlah serangga yang tertangkap di feromon yang dipasang serta mengidentifikasi jenis kumbang yang terperangkap
  • Memasukkan data jumlah kumbang yang diperoleh ke dalam tabel pengamatan
  • Sosialisasi penggunaan, cara kerja insektisida biologis Metarhizium anisopliae dan cara aplikasinya pada sarang-sarang kelapa
  • Pengenalan ciri-ciri sarang alami Oryctes rhinoceros
  • Demonstrasi cara penaburan/aplikasi insektisida biologis Metarhizium anisoliae di kebun kelapa


TEHNIK PENGGUNAAN FEROMON SEKS KUMBANG KELAPA DAN HASIL TANGKAPAN

Pengendalian untuk mengendalikan kumbang kelapa dilaksanakan menggunakan feromon dengan  bahan feromon terdaftar FEROMONAS (bahan aktif ethyl-4-Methyl- Octanoate). Selain untuk kelapa, produk ini juga digunakan pada pertanaman kelapa sawit. Produk ini disediakan dalam kemasan plastik berpori yang berisi 1 ml per sachet yang dapat bertahan selama 2-3 bulan di lapangan. Feromonas dirancang untuk mudah diaplikasikan di lapangan serta efektif menarik kumbang jantan maupun betina. Dalam aplikasinya, agar lebih efektif penggunaan Feromonas dapat dikombinasikan dengan jamur Metarrhizium anisopliae, insektisida karbosulfan, dan pengutipan secara manual.

Aplikasi feromon untuk mengendalikan hama O. rhinoceros dapat dilakukan dengan menggunakan perangkap  pipa  paralon  ataupun ember.  Pada kegiatan ini digunakan wadah perangkap berupa ember yang dipasang dengan cara digantung pada tiang dengan setinggi kurang lebih 4 meter. Feromon sintetik digantung  dengan  menggunakan  kawat  benrat  tepat  di  atas  lubang  masuk tersebut.



Pengamatan tingkat kerusakan tanaman perlu dilakukan sebelum dan sesudah aplikasi  feromon.  Dipilih  25  pohon  kelapa  secara  sistematis  dalam  setiap  hektar  kebun sampel dan dinomori  untuk  pengamatan  selanjutnya  setelah  aplikasi.  Diamati  5  pelepah  daun termuda  dan  dihitung  jumlah  guntingan  akibat  serangan O. rhinoceros.  Pengamatan terhadap jumlah O. rhinoceros yang tertangkap dilakukan setiap minggu. Hasil pengamatan tingkat kerusakan tanaman pada kebun sampel terlampir, demikian pula dengan  data tangkapan pada 10 perangkap yang dipasang.

Hasil pengamatan pemasangan feromon menunjukkan semua perangkap yang dipasang terdapat kumbang oryctes yang terperangkap dengan jumlah yang beragam. Selain itu diperoleh jenis kumbang lain seperti kumbang Xylotropus dan Rhynchoporus sp.

Pada kegiatan selanjutnya pemasangan dilanjutkan untuk dilakukan terhadap 10 petani lain yang belum melaksanakan pemasangan feromon di kebunnya masing-masing. Petani tersebut diwajibkan untuk melakukan pengamatan selama 1 minggu sekali dan dikumpulkan pada pertemuan terakhir.



DEMONSTRASI PLOT PENABURAN Metarhizium anisopliae

Di Indoneisa M. anisopliae sudah dikembangkan untuk mengendalikan hama kelapa yaitu Oryctes rhinoceros L. Pada kumbang kelapa, jamur tersebut menyerang larva dan kumbang (Gabriel, 1989; Mangoendihardjo & Mahrub, 1983). Dalam keadaan yang sesuai jamur ini dapat mengakibatkan infeksi dengan persentase yang cukup tinggi (Anonim, 1977) Secara alami jamur ini dapat menimbulkan kematian larva di atas 25 persen dalam tahun basah, sedangkan pada tahun kering  kematian larva antara 1 sampai 5 persen (Marshall, 1978). Menurut Tjoa Tjien Mo (1953), jamur M. anisopliae daya infeksinya lebih tinggi pada larva yang setengah dan hampir stadia akhir, tetapi dapat juga memparasit pupa dan imago. Jamur ini tersebar di seluruh dunia, walaupun lebih lazim tersebar di daerah tropis yang bertemperatur tinggi, karena temperatur tinggi diperlukan untuk perrtumbuhannya (Gabriel, 1989).

Cara aplikasi pengendalian di lapang sebagai berikut : gunakan satu ekor ‘larva mati jamur’ per meter persegi sarang, 1 – 2 kali setahun atau larva mati jamur disebar di lapang dengan dosis 4 larva mati jamur dicampur dengan 1 kg serbuk gergaji kemudian disebar di lapang pada sarang-sarang larva 1 – 2 kali setahun. Bila jamur M. anisopliae dalam media jagung, disebar pada sarang-sarang larva dengan dosis 20 g per m persegi sarang. Epizootik akan segera terjadi di dalam sarang, selama sarang tetap aktif (selalu ada larva) jamur dapat tumbuh berkesinambungan, tetapi apabila sarang tidak aktif lagi jamur ikut mati. Penyebaran cukup 1 kali setahun atau kalau perlu diulang 6 bulan kemudian. Penyebaran dilakukan dengan membenamkan jamur sedalam 5 cm dari permukaan sarang. Pada tempat penggergajian kayu sebaiknya sedalam 20 – 30 cm. Lakukan penyebaran pada musim penghujan atau hari-hari berawan (Anonim, 1993).

Penelitian Setyono dkk (1985) menunjukkan bahwa semakin tinggi pemberian dosis jamur M. anisopliae akan menyebabkan semakin cepat dan meningkat kematian larva hama O. rhinoceros. Dosis 20 g jamur per meter persegi sarang sudah cukup untuk mengendalikan hama O. rhinoceros.

Dalam kegiatan ini dilakukan penjelasan mengenai penggunaan insektisida biologis Metarhizium anisopliae dan metode aplikasi serta cara kerjanya. Setiap petani mendapatkan 10 bungkus Metarhizium formulasi yang masing-masing berisi 25 gram. 1 buah sarang Oryctes membutuhkan 1-2 bungkus sehingga dalam satu hektar diperlukan 5-10 bungkus. Tahap berikutnya dilakukan demonstrasi pencarian sarang Oryctes dan cara penaburan insektisida biologis tersebut.





KESIMPULAN DAN SARAN :

Dari kegiatan ini telah dilakukan pengamatan terhadap jumlah serangga kumbang kelapa yang terperangkap dalam feromon yang dipasang. Hasil tangkapan terlihat pada tabel.

Dilakukan sosialisasi penggunaan jamur entomopatogen Metarhizium anisopliae yang merupakan metode pengendalian hayati sebagai komplemen dari pengendalian kumbang kelapa secara terpadu. Sosialisasi meliputi penjelasan mengenai Metarhizium anisopliae, cara aplikasinya dan demonstrasi cara aplikasi M. anisopliae. Diharapkan petani dapat mengenali sarang-sarang oryctes dan dapat mengaplikasikan jamur ini secara tepat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar