Sabtu, 05 April 2014

KAJIAN PELEPASAN PREDATOR CECOPET UNTUK PENGENDALIAN KUMBANG JANUR KELAPA DI LAPANGAN

Kumbang Janur kelapa (Brontispa longissima) dan kumbang bibit kelapa (Plesispa reichei) merupakan hama utama pada tanaman kelapa di provinsi Kalimantan Barat, selain hama kumbang kelapa Oryctes rhinoceros. Lokasi yang diketahui merupakan daerah endemis serangan hama janur kelapa, antara lain di kabupaten Pontianak dan Kubu Raya. Tingkat kerusakan akibat serangan hama ini bervariasi dari ringan hingga berat. Serangan berat pada bibit kelapa dapat menyebabkan kematian tanaman sedangkan serangan pada tanaman kelapa belum menghasilkan dapat menyebabkan berkurangnya potensi hasil kelapa yang dihasilkan. Kerugian akibat serangan kedua kumbang ini di Kalimantan Barat diestimasi pada tahun 2011 ini sebesar 57.591.203,8 rupiah.

Program pengembangan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) lebih mengutamakan pada sistem pengendalian non-kimiawi termasuk pemanfaatan agensia pengendalian hayati. Pada komoditas kelapa salah satu musuh alami yang bisa dimanfaatkan adalah Cecopet yang merupakan predator hama kumbang janur (Brontispa longissima) dan hama kumbang bibit kelapa (Plesispa reichei).

Upaya pengendalian yang dinilai efektif dan efisien adalah dengan menggunakan musuh alami. Cecopet diketahui merupakan predator yang potensial untuk mengendalikan hama Kumbang Janur dan Kumbang Bibit pada tanaman kelapa. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) lebih mengutamakan pemanfaatan agensia hayati. Untuk menjaga keefektifan predator cecopet, maka keberadaannya di lapangan perlu dipelihara dengan melakukan dengan melakukan penambahan populasi (augmentasi) pada saat populasi hama meningkatkan atau ketika populasi  predator sedikit.

Optimasi populasi serangga predator hama dilakukan melalui tindakan augmentasi dan konservasi. Augmentasi dilakukan dengan menambahkan jumlah predator ke lapangan agar populasi predator dapat mengendalikan hama. Tindakan konservasi adalah memberikan lingkungan yang mendukung serangga predator untuk dapat berperan sebagai agensia pengendali secara hayati sehingga usaha penyemprotan insektisida dapat diminimalkan. Tehnik konservasi yang dilakukan adalah dengan memodifikasi lingkungan hidup predator yang sesuai dengan perkembangan predator seperti membuat sarang buatan, penyediaan tanaman lain sebagai makanan  alternatif predator atau tindakan budidaya yang dapat menjamin keberadaan populasi predator dalam jumlah yang banyak.

Meskipun  mempunyai banyak kelebihan, akan tetapi pengendalian hayati termasuk penggunaan predator masih belum dapat diaplikasikan dengan baik di lapangan. Hal ini dikarenakan belum diketahui data mengenai keefektifan predator cecopet untuk mengendalikan hama kumbang janur kelapa di provinsi Kalimantan Barat baik skala laboratorium maupun lapangan, serta metode perbanyakan massal predator cecopet di laboratorium. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan predator cecopet dalam memangsa kumbang janur kelapa dan evaluasi pengendaliannya di lapangan.

Tujuan kegiatan Monitoring Pengendalian kumbang janur kelapa Dengan Predator Dermaptera adalah memonitor kegiatan pengendalian kumbang janur kelapa menggunakan musuh alami (predator cecopet, earwig, Ordo Dermaptera) yang diperbanyak secara massal di laboratorium dan dilepas kembali ke lapangan.

Kegiatan monitoring pengendalian kumbang janur kelapa dengan menggunakan predator Dermaptera dilaksanakan melalui beberapa sub kegiatan yaitu penentuan lokasi kegiatan, eksplorasi dan pengumpulan predator, perbanyakan predator cecopet di laboratorium, pengujian kemampuan predasi di laboratorium, pelepasan predator di lapangan serta evaluasi pelepasan predator.

Eksplorasi Dan Pengumpulan Predator Cecopet Di Kebun Kelapa Serta Perbanyakan Massal Di Laboratorium

Penentuan lokasi kegiatan dilakukan dengan melakukan CPCL ke beberapa lokasi perkebunan kelapa rakyat yaitu di Sungai Bulan Singkawang (Kota Singkawang), Rasau Jaya, Punggur dan sungai kakap (Kabupaten Kubu Raya), Air Hitam, Siantan, Segedong, Sungai Kunyit (Kabupaten Pontianak). Hasil kunjungan lokasi kemudian ditentukan kelayakannya untuk digunakan sebagai lokasi kegiatan dengan kriteria antara lain tanaman masih belum menghasilkan, kebun terserang oleh kumbang janur kelapa dan lokasi berada di hamparan dengan luasan minimal 1 hektar. Lokasi yang terpilih sebanyak 5 lokasi yaitu di Desa Sungai Kakap, Desa Air Hitam, Segedong, Sungai Burung dan di Sungai Kunyit.

Eksplorasi dan pengumpulan predator dilakukan di daerah Rasau Jaya dan Segedong dengan melakukan kunjungan ke kebun kelapa dan mengamati setiap tanaman kelapa. Pengamatan  dilakukan pada bagian seludang dan pelepah dan janur kelapa (gambar 1). Cecopet yang ditemukan kemudian dimasukkan ke dalam botol dan dibawa ke laboratorium untuk diperbanyak secara massal.



Perbanyakan massal di laboratorium perlu dilakukan untuk mencukupi kebutuhan jumlah predator yang hendak dilepas di lapangan. Perbanyakan dilakukan dengan menyiapkan wadah perbanyakan yang berisi tanah kompos, potongan janur, serta pakan pedigree dan air sebagai makanan. Kemudian dalam setiap wadah perbanyakan dimasukkan 10 pasang cecopet dan dipelihara setiap hari. Penggantian pakan dan air dilakukan setiap 3 hari sekali.


Kebutuhan predator untuk dilepaskan di lapangan adalah sebanyak 100 ekor cecopet dewasa dan jumlah ini terpenuhi dalam jangka waktu 4 bulan.



Sebelum pelepasan di lapangan dilakukan pengujian terhadap potensi predasi predator cecopet di laboratorium terhadap kumbang janur kelapa. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan predator Chelisoches morio mampu memangsa larva Brontispa longissima instar 1 dan 2 sebanyak 72,6 ekor dalam sehari.

Pelepasan Predator Di Lapangan Dan Evaluasinya


Pengujian di lapangan dilakukan setelah jumlah predator hasil perbanyakan di laboratorium telah mencukupi yaitu sebanyak 100 ekor predator. Pengujian dilakukan di 5 lokasi kebun dengan perlakuan tanpa pelepasan predator dan pelepasan predator. Pengamatan kemudian dilakukan 2 bulan setelah pelepasan dengan menghitung tingkat kerusakan janur pada daun 1 yang baru membuka dan jumlah predator yang ada di setiap pohon pengamatan.



Hasil pengujian lapangan sebagaimana terlihat pada grafik. Hasil pengujian lapangan menunjukkan pengendalian kumbang kelapa menggunakan predator cecopet belum konsisten dan daya pengendalian yang diperoleh masih fluktuatif. Sedikitnya jumlah predator yang dilepas diduga menjadi penyebab rendahnya efisiensi pengendalian. 



Dari hasil pengamatan ditunjukkan pelepasan predator mempengaruhi tingkat intensitas serangan kumbang janur kelapa di masing-masing kebun kelapa. Meski demikian pelepasan predator tidak selalu menyebabkan intensitas serangan menjadi lebih rendah seperti yang diperlihatkan dari data pada lokasi sungai kunyit dan segedong. Jumlah populasi predator diduga belum mencukupi untuk menurunkan intensitas serangan kumbang janur kelapa secara singkat, dan perubahan disebabkan oleh faktor pengendalian lain seperti keberadaan parasitoid dan entomopatogen.  Hal yang menguatkan asumsi ini adalah pada perlakuan tanpa perlakuan predator juga terjadi penurunan intensitas serangan.


Perbandingan total seluruh lokasi antara pelepasan predator dan tanpa pelepasan sebagaimana terlihat di grafik 4, memperlihatkan bahwa pelepasan predator cenderung menurunkan intensitas serangan kumbang janur kelapa.




Selama evaluasi lapangan dilakukan, predator cecopet hanya ditemukan di lokasi air hitam, sementara di lokasi lainnya tidak ditemukan adanya cecopet. Jumlah pelepasan predator per tanaman diduga masih terlalu sedikit untuk menstabilkan populasi cecopet di kebun kelapa uji, sehingga disarankan perlu dicari jumlah cecopet yang ideal dalam setiap pelepasan predator di lapangan. Karakteristik predator cecopet yang memangsa banyak jenis mangsa serta memakan juga bahan organik sehingga ia akan mencari jenis makanan yang lebih menarik di tempat lain diduga juga menjadi menjadi sebab cecopet tidak berada di pohon kelapa uji.

Penutup

Predator cecopet merupakan agen pengendali kumbang janur kelapa yang potensial. Predator cecopet dapat diperbanyak di laboratorium dengan menggunakan pakan alternatif untuk makanannya hingga dilepaskan di lapangan.

Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut untuk mengetahui jumlah sesuai untuk pengendalian kumbang janur kelapa di lapangan

Diringkas dari

Erlan Ardiana Rismansyah. 2013. Laporan Pelaksanaan Monitoring Pengendalian Kumbang Janur Kelapa Dengan Predator Dermaptera. Pembiayaan DIPA BPTP Pontianak TA 2013. Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak.  25 halaman. Tidak dipublikasikan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar