Sabtu, 23 Oktober 2010

Penyakit Ganggang Pirang Pada Tanaman Lada dan Pengendalian

PENDAHULUAN 

Tanaman yang dibudidayakan umumnya tidak pernah terlepas dari gangguan penyakit yang dapat menimbulkan kerugian yang besar. Lada mempunyai nilai ekonomi yang tinggi bagi Indonesia.  Kendala pokok dalam peningkatan produksi lada adalah adanya serangan organisme pengganggu tumbuhan OPT). 

Indonesia sebagai negara kepulauan yang luas, memiliki banyak pulau dengan kondisi lingkungan geografis dan iklim yang berbeda-beda. Hal ini mendorong adanya variasi jenis organisme pengganggu tumbuhan yang ada di masing-masing daerah sehingga nilai penting suatu opt dapat berbeda antara suatu tempat dengan tempat yang lain. 

Penyakit ganggang pirang yang menyerang tanaman lada yang disebabkan oleh Jamur Septobasidium bogoriensis. Secara Nasional penyakit ini bukan  dikatagorikan sebagai penyakit utama pada tanaman lada. Meski demikian, di Pulau Kalimantan penyakit ini dapat dikatagorikan sebagai penyakit penting yang dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis yang cukup besar.

Di Kalimantan Barat penyakit ini mulai dirasakan mengganggu petani sejak tahun 2002.  Pada tahun 2009 dilaporkan kebun lada rakyat di Provinsi Kalimantan seluas 10.500 Ha dan produksinya mencapai 4.745 ton atau rata-rata produksi 885 kg/Ha. Budidaya lada di daerah ini melibatkan 21.748 KK petani yang tersebar di beberapa lokasi, seperti Kabupaten Singkawang, Bengkayang, Pontianak, Sintang, dan Sekadau. Petugas lapangan melaporkan, bahwa penyakit ganggang pirang telah menyerang 519 Ha pertanaman lada, dengan serangan terluas di Kabupaten Singkawang, yaitu 164 Ha.


Penyakit ganggang pirang ini sangat merugikan petani karena dapat menyebabkan kematian cabang-cabang produksi. Akibatnya pertumbuhan terhambat dan bisa menurunkan hasil sekitar 20%. Adakalanya serangan terjadi pada sulur panjat yang ditandai dengan terdapatnya lapisan jamur berwarna pirang. Bila harga lada mencapai Rp. 30.000 per kg, ini berarti bahwa petani dapat mengalami kerugian sebesar Rp. 5 juta per Ha.

Penyakit ganggang pirang (Septobasidium bogoriensis) pada tanaman lada yang semula terbatas di daerah perbatasan di Kalimantan Barat dengan Malaysia/Sarawak, saat ini sudah meluas ke Kab. Pontianak, Sambas, Bengkayang dan Sintang, serta Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur. Perkembangan penyakit ini dikhawatirkan dapat menimbulkan kerugian yang besar pada pertanaman lada Indonesia, oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan dan pengendalian yang serius.

Kajian-kajian mengenai penyakit ganggang pirang masih sangat sedikit sehingga informasi ekobiologi penyakit pengendalian yang perlu dilakukan masih terbatas. Ke depan perlu dilakukan banyak kajian untuk menggali mengenai penyakit ini agar para petani lada dapat melakukan pengendalian dengan efektif.

PENGENALAN PENYAKIT

1. Patogen Penyebab Penyakit dan Klasifikasinya
Patogen penyebab penyakit ganggang pirang adalah jamur Septobasidium sp. Adapun klasifikasi dari jamur ini adalah sebagai berikut:

Kingdom                     : Fungi
Filum                          : Basidiomycota
Kelas                           : Urediniomycetes
Subclass                     : Incertae sedis
Order                          : Septobasidiales
Family                         : Septobasidiaceae
Genus                         : Septobasidium

Menurut Prof. Dr. Bambang Hadisutrisno, penyakit ini berasosiasi dengan serangga hama penggerek batang lada. Beliau berpendapat bahwa awal penyakit ganggang pirang ini di kebun lada karena adanya serangan hama penggerek batang lada (Lophobaris piperis). Ini terjadi karena petani banyak menggunakan pupuk N untuk kesuburan tanaman ladanya. Pemupukan N yang berlebihan ditambah dengan lapisan top soil hanya sekitar 15 cm menyebabkan kondisi tanaman lemah (batangnya lunak) sehingga disukai oleh penggerek batang lada tersebut.

Serangga ini membuat lubang gerekan dan mengeluarkan sekresi yang manis sehingga jamur Septobasidium bogoriensis yang memang sudah ada diudara terbuka menempel pada cabang/ranting juga pada serangga. Jamur Septobasidium epifitik terutama pada tanaman berkayu, dan parasitik pada serangga dan mengabsorbsi nutrien serangga dengan haustoria. Larva yang terparasit jamur tidak segera mati, menembus cabang lada membuat lubang atau terowongan di dalam cabang atau batang lada. Selanjutnya jamur Septobasidium berkembang dan mencapai permukaan membentuk koloni berwarna kecoklatan mengelilingi cabang atau batang lada yang menyerupai lichenes. Warna kecoklatan ini oleh masyakarat disebut pirang, dan karena mirip lichenes maka disebut ganggang.

Penyakit ini sebenarnya sudah ada sejak dahulu dan diketahui menyerang tanaman teh dan karet. Tetapi pada kedua komoditi ini bukan sebagai opt penting sehingga petani tidak melakukan pengendalian. Namun karena berbagai faktor pendukung yang menyertai sehingga menjadi opt penting untuk tanaman lada di Kalimantan Barat. Penderitaan tanaman lada semakin lengkap dengan adanya tanaman karet yang mendukung penyebaran penyakit ini. Tajar dari tanaman karet dimaksudkan bahwa apabila tanaman lada sudah tidak produktif lagi maka tanaman karet bisa disadap sebagai sumber pendapatan petani.

2. Bagian tanaman yang terserang dan Gejala Serangan
Penyakit ini menyerang pada batang, ranting, cabang, daun dan tangkai buah lada. Gejala penyakit ditandai dengan tumbuhnya jamur yang berwarna coklat pada bagin tanaman. Seringkali jamur hingga menyelimuti bagian keseluruhan bagian-bagian tanaman tersebut. Pertumbuhan bagian tanaman dari ranting yang terserang menjadi terhenti dan bagian ranting tanaman yang terserang akan perlahan-lahan menjadi mati.

3. Penyebaran  penyakit
Penyakit ganggang pirang (Septobasidium bogoriensis) pada tanaman lada yang semula terbatas di daerah perbatasan di Kalimantan Barat dengan Malaysia/Sarawak, saat ini sudah meluas ke Kab. Pontianak, Sambas, Bengkayang dan Sintang, serta Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur. Perkembangan penyakit ini dikhawatirkan dapat menimbulkan kerugian yang besar pada pertanaman lada Indonesia, oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan dan pengendalian yang serius.

Di lapangan, penyebaran penyakit tampak membentuk pola konsentris atau  mengelompok. Kadang-kadang serangan dimulai dari tanaman yang letaknya di tengah-tengah kebun, tetapi dapat juga dimulai dari tanaman dipinggir kebun. Apabila  penyakit  ini sudah  lama berjangkit  terlihat adanya kelompok-kelompok  tanaman sakit di bagian tengah maupun pinggir kebun dalam berbagai tingkat  serangan.

PENGENDALIAN
Untuk mengatasi serangan penyakit gangang pirang, dapat melakukan pencegahan dan pengendalian.
 
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
  • Lakukan pengamatan secara rutin dan seksama untuk mendeteksi ada tidaknya penyakit
  • Merawat tanaman dengan pemberian pupuk yang seimbang sesuai dengan dosis dan umur tanaman (kurangi pemakaian pupuk N). Disarankan agar petani menggunakan pupuk organik (Bokashi) struktur tanah pada pertanaman.
  • Melakukan sanitasi agar kebersihan kebun tetap terpelihara dan memangkas sulur-sulur tanaman yang tidak produktif.
  • Bila melakukan perluasan atau penanaman baru disarankan untuk menggunakan tajar dari pohon dadap cangkring dan gamal (asal jangan tanaman bergetah).

Pengendalian penyakit ganggang pirang dapat dilakukan dengan cara:
  • Melakukan sanitasi kebun dengan membuang semua cabang/ranting yang telah mati kemudian dimusnahkan.
  • Penyemprotan fungisida sistemik yang berbahan aktif dinikonasol 2,5 gram/liter air dengan interval waktu 2 minggu sekali.
  • Bila tanaman terserang ringan, segera oleskan larutan kapur encer. Bila tingkat serangan sedang, gunakan Bubur Kalifornia (campuran kapur dan belerang). Bubur Kalifornia dibuat dengan cara melarutkan 100 gr Belerang dalam 5 liter air. Sebanyak 100 gram Kapur Tohor dilarutkan dalam 5 liter air di dalam wadah plastik (tidak terbuat dari logam). Selanjutnya larutan Belerang dimasukkan ke dalam larutan Kapur Tohor sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai merata dan siap untuk dioleskan ke cabang/ranting yang sakit. Disarankan untuk tidak menggunakan Bubur Bordo karena kandungan Cu yang ada dikhawatirkan dapat mempengaruhi mutu buah yang dihasilkan (berhubungan dengan pasar global).
  • Jika cabang utama tanaman terserang maka keratlah bagian jamur patogen pada cabang dan sesudahnya lakukan pengolesan luka akibat keratan dengan menggunakan fungisida bubur bordo, captafol, tridemorf, copper oxychloride atau copper hydroxide
  • Jika infeksi penyakit cenderung menyebar maka dapat dilakukan penyemprotan pada tanaman 3-4 kali sesudah panen (pemetikan buah) dengan fungisida seperti captafol 0,2 %, bubur bordo, tridemorf 0,05%, tridemorf 0,05% oxycarboxin 0,01 %
 
 DAFTAR PUSTAKA

 [by erlanardianarismansyah]
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar